Minggu, 25 Mei 2008

PANGSA PASAR OBAT MAAG

PANGSA PASAR OBAT MAAG ( PRODUK)
"Promag meraih 80 persen pangsa pasar," kata Johannes dikutip dari http://www.majalah.farmacia.com/rurik/one_news_print.asp?IDNews=59
Suatu hal yang fantastis bila satu obat menguasai pangsa pasar sampai angka tersebut. Dan suatu hal sangat sulit dipercaya bila hal tersebut dapat terwujud, apalagi promag bukan satu-satunya obat yang bermutu bagus. Kadang saya berpikir banarkah? mengingat macam obat maag gaolongan antasida yang sangat banyak, ditambah lagi dari golongan non antasid. Bagaimana bisa percaya bila prosentase total penjualan promag terhadap obat maag lain di apotek saya tak pernah melebihi angka 5%?
Seharusnya disebutkan pansa pasar obat mag yang mana? antasida tablet kunyah? sehinga kita akan menggunakan data dengan lebih baik, untuk terhadap antasida tablet kunyah saja promag tak pernah melebihi 5% dari semua obat mag tablet kunyah yang dijual diapotek saya.
Saya mengakui bila promag adalah salah satu obat maag yang baik, baik dalam artian kualitas ataupun tekstur rasa. Pada obat tablet kunyah tekstur rasa menjadi pilihan utama setara kualitas obat itu sendiri, meski manjur bila rasa tak enak biasanya masyarakat juga enggan. Untuk generik berlogo antasia doen punya Kimia Farma adalah favorit saya, sedangkan untuk atasida bermerek lain sangat banyak pilhannya yang mempunyai tekstur rasa yang baik, bahkan beberapa darinya lebih baik dari promag menurut saya.
Menurut hemat saya angka fantastis itu lebih disebabkan faktor-faktor marketing dan distribusi bukan faktor kualitas. Bila suatu produk kita tawarkan secara acak di apotek tak bisa kita akan memasarkan obat sampai sebesar itu, kecuali obat tanpa kompetitor. Bila melihat pangsa pasar tersebut berarti masih banyak celah yang bisa dimasuki oleh pemain lain untuk meningkatkan penjualan antasida tablet. Salah satu celahnya adalah memanfaatkan keberadaan apoteker aktif di apotek.
Seperti kita ketahui karena keberadaan apoteker di apotek yang mampu memberikan informasi obat secara proporsional dan rasional, maka hal ini akan menjadi celah buat pemasaran obat bebas. Termasuk antasida tablet kunyah. Keberadaan apoteker ini adalah salah satu celah yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan farmasi kecil dalam memasarkan produknya. Ditambah lagi keberadaan apotek yang cenderung memasuki daerah-daerah kecamatan akan lebih memperbesar penetrasi dengan biaya promosi yang tidak terlalu besar.
Untuk menembus pangsa pasar sampai kepelosok sangat sulit menyaingi promag, tetapi dengan adanya apoteker yang masuk sampai pelosok akan lebih memudahkan perusahaan kecil farmasi yan ingin bersaing meperebutkan pasar obat maag tablet tablet kunyah. Sulit karena diperlukan biaya yang sangat besar, tetapi dengan keberadaan dan pemerataan apotek sampai kepelosok akan memudahkan penetrasi tersebut. Kadang saya menghitung kira-kira berapa pansa pasar suatu obat yang ideal bila ada kompetitor seperti halnya obat maag tablet kunyah? Dalam hitungan saya tidak pernah lebih dari 20%, angka itu sudah sangat fantastis.
Maksud dari tulisan saya ini, semoga dapat ditangkap sebagai peluang marketing oleh perusahaan farmasi kecil dan besar dengan memanfaatkan keberadaan apoteker diapotek. Sampai saat ini belum ada keraguan terhadap kualitas apoteker dalam memberikan informasi tentang obat secara benar, rasional dan proporsional apalagi setelah ditetapkannya uji kompetensi terhadap apoteker yang praktek di apotek. Dan semua pihak termasuk masyarakat akan diuntungkan karena informasi menjadi lebih rasional dan tidak hanya berorientasi laba semata.

Minggu, 11 Mei 2008

PELAYANAN PRIMA BELUM MENJADI PILIHAN UTAMA

PELAYANAN PRIMA BELUM MENJADI PILIHAN UTAMA
Salah satu dari tantangan TATAP adalah belum sadarnya masyarakat/ konsumen akan pentingnya pelayanan prima dari suatu apotek. Yang mana salah satu syarat dikatakan pelayanan prima adalah keberadaan apoteker diapotek saat jam buka apotek. Bahkan untuk konsumen dari perusahaan besar sekelas PT ASKES. Kemarin pada saat perpanjangan perjanjian kerja sama diminta untuk mengisi blanko yang salah satunya jumlah tenaga diapotek, yang tidak menanyakan berapa jumlah apoteker di apotek sebagai salah satu indikator dari pelayanan prima.
Saat itu saya memberi masukan kepada karyawan PT ASKES yang menyodorkan blanko, kalau seharusnya ada juga pertanyaan yang berisi berapa jumlah apoteker pendamping. Beliau berkata kalau nanti akan disampaikan kepada kasi pelayanan. Disini kelihatan bila perusahaan sekelas PT ASKES pun belum menyadari akan pentingnya apa itu pelayanan kefarmasian yang prima, apalagi masyarakat luas yang jelas-jelas sebagian darinya tingkat pendidikannya ada dibawah rata-rata.
Mungkin dari anggota masyarakat yang membutuhkan pelayanan kefarmasian dari sebuah apotek masih berpikir akan apa pentingnya pelayanan kefarmasian yang baik dan apa untungnya. Sangat sulit memang menjelaskan kepada mereka tanpa disertai oleh data data yang tidak dilabeli dengan istilah penelitian. Tetapi secara logika mungkin sebagian dari anggota masyarakat akan menyadari akan pentingnya pelayanan prima.
Menurut pengalaman saya dari sekian jumlah pasien yang berkonsultasi tentang pelayanan kefarmasian diapotek dari peserta ASKES baik yang mengambil obat dari apotek saya atau tidak, adalah pelayanan kefarmasian adalah sangat penting, baik buat pasien peserta ASKES maupun PT ASKES. Beberapa kali pasien peserta PT ASKES dari rawat jalan tingkat lanjutan datang ke apotek saya yang hanya melayani rawat jalan tingkat pertama hanya untuk bertanya tentang obat yang didapat dari apotek rujukan yang bukan dari apotek saya, karena dari apotek rujukan tersebut tak melayani PIO dengan baik, karena apoteker tak ada saat jam buka apotek.
Keuntungan pelayanan prima dari suatu apotek dalam melayani resep ASKES bagi pasien adalah meningkatkan rasionalisasi penggunaan obat sehingga pengobatan menjadi lebih optimal. Dan bagi PT ASKES adalah dengan pengobatan yang lebih optimal, maka secara langsung akan menurunkan biaya pengobatan dan selanjutnya akan menurunkan jumlah klaim dan akan meningkatkan laba perusahaan. Banyak contoh kasus pemborosan karena pengobatan tidak optimal dari PT ASKES yang disebabkan pelayanan yang tidak prima dari sebuah apotek.
Mungkin suatu saat PT ASKES dapat bekerjasama dengan ISFI atau HISFARMA untuk melakukan penelitian yang terkait pengaruh pelayanan prima terhadap penurunan jumlah dan nilai klaim. Satu contoh pemborosan akibat pelayanan yang kurang prima adalah pasien yang setiap bulan memeriksakan kesehatan dan selalu mendapatkan resep, tetapi obat tak diminum. selanjutnya karena dokter menganggap dosis kurang besar, maka dosis diperbesar dan kenyataannya oleh pasien obat tidak diminum lagi.
Semoga kedepan masyarakat (termasuk korporat) menjadi lebih sadar dan memilih layanan prima diapotek sebagai pilihan dan tidak hanya sekedar mendapatkan obat, karena akan membuat lebih hemat.

Minggu, 04 Mei 2008

TANTANGAN TATAP

TANTANGAN TATAP

Sebenarnya dalam permenkes tentang pendirian apotek sudah mencerminkan TATAP, yang mana bila apoteker pengelola apotek berhalangan hadir, maka harus digantikan oleh apoteker pendamping. Tetapi karena dalam permenkes tersebut didak diatur tentang sanksi yang diterimakan ke apotek ataupun apoteker bila apotek pada jam buka tidak ada apoteker, maka TATAP tidak dijalankan. Oleh karena itu sebagian apoteker akan optimis bila rencana penerapan TATAP oleh ISFI yang akan ditargetkan pada tahun 2009 akan berhasil, bila kita mengacu pada permenkes tersebut dengan menambahi sedikit sanksi.
Seharusnya bagaimanakah penerapan TATAP agar berhasil ? Pertanyaan inilah yang akan ditanyakan oleh sebagian dari para apoteker. Dan menurut hemat saya tak harus dengan sanksi dalam penerapan TATAP ini bila kesadaran para apoteker ada, atau kesadaran dari masyarakat ada. Dari kedua poin diatas, kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan apoteker inilah hal awal yang harus ditumbuhkan. Mengapa demikian, karena dengan kesadaran masyarakat, maka mau atau tidak mau apotek akan menyediakan apoteker saat jam buka apotek, kecuai apotek akan ditinggalkan oleh masyarakat.
Apakah mungkin masyarakat akan memilih pelayanan, bukan harga? menurut pengalaman saya diapotek, umumnya masyarakat memilih harga dan pelayanan secara bersamaan. Bila pada penerapan TATAP ISFI selaku organisasi profesi dan pemerintah mau mengkampanyekan TATAP sebagai bagian dari strategi pembangunan kesehatan bangsa, maka hal ini akan mungkin. Maksudnya, akan mungkin TATAP terlaksana dengan tanpa pemberian sanksi.
Cara mengkampayenkan TATAP oleh pengurus ISFI ke anggota sudah berjalan lama, tetapi kampanye TATAP kemasyarakat belum. Saat ini sudah sewaktunya TATAP di kampanyekan baik kepada masyarakat atau kepada anggota ISFI sendiri. Karena kampanye adalah bagian dari usaha penerapan TATAP sendiri yang dilanjutkan dengan uji coba dan pembinaan. Selanjutnya diikuti dengan evaluasi. bila memang TATAP layak maka penerapan TATAP menjadi suatu keharusan.
Seharusnya pelayanan langsung oleh apoteker diapotek adalah hal mutlak. Dan bila masih diadakan study dan evaluasi adalah untuk mencari bentuk yang ideal dalam pelaksanaan Tiada Apoteker Tiada Pelayanan. Sebagai masyarakat modern kita sebagai profesi apoteker harus mau dan mampu bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa. Demikian pula bagi para investor pada bidang perapotekan juga harus mau mengikuti peraturan yang ada, janganlah sebagai investor hanya mau untungnya saja sedangkan keselamatan akibat pemakaian obat diabaikan.
Dari pengamatan saya, pelaksanaan TATAP tidak akan merugikan siapa saja asal dilakukan sosialisasi dengan baik. Maksudnya apa yang menjadi peluang dan tantangan dalam penerapannya dikaji lebih jauh dan tuntas, sehingga semua yang terlibat dapat melakukan persiapan dengan baik. Kalau perlu ISFI sebagai induk organisasi menyediakan tempat konsultasi penerapan TATAP. Yang mana ISFI sebagai induk organisasi memberikan masukan dan pengarahan bila ada pihak-pihak yang mengalami kesulitan dalam penerapannya. sudah menjadi hal yang wajar bila ISFI melakukannya.
Dengan demikian, maka pada penerapannya nanti tidak akan terlalu banyak masalah yang timbul bila TATAP diberlakukan setelan disosialisasi dan di uji coba. Bagaimanapun juga TATAP adalah kepedulian kita semua terhadap pembangunan kesehatan bangsa. Juga kepedulian kita terhadap perkembangan profesi apoteker yang harus tumbuh mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan jaman. Semoga TATAP akan mendapat dukungan semua pihak mengingat sampai sekarang belum terbukti ada pihak-pihak yang dirugikan oleh rencana pemberlakuan TATAP, tetapi justru akan menguntungkan semua pihak.
Seandainya sampai ada yang kesulitan dalam penerapan TATAP secara teknis, maka ISFI sebagai induk organisasi harus menyediakan kosultasi dan pembinaan, baik kepada para apoteker maupun kepada investor. Sehingga kedepannya nanti tidak akan ditemui masalah yang berarti. Pembinaan dan konsultasi seharusnya dilakukan dimulai sekarang, karena semakin baik persiapan akan semakin baik. Pembinaan dan konsultasi sebaiknya diadakan pada setiap cabang dengan menyediakan teaga terlatih pada setiap cabang, atau setidaknya perkaresidenan satu orang konsultan TATAP
Akhir kata semoga TATAP dapat berjalan dengan baik mulai tahun 2009.