Selasa, 27 Juli 2010

OTT – OBAT TIDAK TERCAMPURKAN

OTT – OBAT TIDAK TERCAMPURKAN


Setelah selesai menikmati jamuan, para undangan kebanyakan memanjakan mata dengan menikmati lukisan yang dipamerkan di sudut-sudut ruang jamuan. Para penjaga pameran umumnya pelukisnya sendiri, mereka dengan ramah menyambut para undangan. Para penjaga lukisan terkadang juga menceritakan apa maksud dari lukisan, sambil mempersilahkan para undangan segera memasuki ruang pertemuan setelah melihat pameran lukisan.

Saat Apoteker menuju sudut-sudut ruang jamuan, Apoteker mulai melamunkan seni-seni yang di temui sepanjang hari ini dan membandingkan dengan seni-seni praktek profesi Apoteker yang telah dilakukannya. “Tanpa disadari oleh banyak orang, apotekerpun juga merupakan seorang seniman”, demikian dalam hatinya. Apoteker selalu mengingat “buatlah sesuai seni”, setiap dalam melakukan peracikan obat, tanpa intervensi dari siapapun juga. Seni meracik memang menjadi seni tersendiri bagi seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas mulia.

Dan masih banyak seni-seni lain yang terlibat di dalam praktek profesi Apoteker. Seni mengelola keuangan, seni berkomunikasi, dsb. Seperti beberapa waktu yang lalu, apoteker harus selalu kreatif di dalam menjalankan tugasnya dengan seni berkomunikasi yang mudah di cerna oleh masyarakat. Analogi-analogi seringkali harus digunakan. Seperti pada kasus OTT di bawah diwaktu itu.

Pasien, “Pak minta obat A dan B”

Apoteker, “Untuk sakit apa bu?”

Pasien, “Titipan”

Apoteker, “yang nitip siapa?”

Pasien, “Keluarga saya”

Apoteker, “Obat ini tidak rasional bila digunakan secara bersama-sama”

Pasien, “tidak apa-apa, nanti orangnya marah bila saya tidak membelikan obat ini”

Apoteker, “Kombinasi obat ini dapat dari mana?”

Pasien, “dari dokter”

Apoteker mulai curiga bila pasien berbohong, karena kombinasi tidak rasional. kemudian apoteker melanjutkan perkataannya, “dokter mana bu?”

Pasien, “pokonya kedua obat ini bagus, dan saya minta kedua obat itu untuk dilayani”

Apoteker, “Benar Bu semua obat bagus, tetapi dalam penggunaannya ada aturan-aturan yang harus dipenuhi”

Pasien, “biar cepat sembuh Pak”

Apoteker, “ibu tahukan bila ada bakso enak sama tembakau enak?”. Lanjut apoteker sambil tersenyum, “tembakau enak itu bila dicampurkan dengan bakso enak akan menjadi sangat-sangat tidak enak”.

Kemudian pasien itu dengan sedikit malu sambil tertawa kecil. “Iya ya, he he he …”.

Apoteker akhirnya juga ikut tertawa.

Tanpa disadari, Apoteker akhirnya tertawa sendiri mengingat kejadian itu. Masih sangat beruntung, saat tertawa sendiri posisi Apoteker pas didepan sebuah lukisan yang menggambarkan orang yang sangat gendut lagi naik kuda yang sangat kurus. Yang didalam pikiran sebagian orang mungkin lukisan itu cukup bisa menggelitik.

“Ada yang lucu pak?”, tiba-tiba ada menyapa Apoteker…

Senin, 19 Juli 2010

MENIKMATI MUSIK SAAT JAMUAN

MENIKMATI MUSIK SAAT JAMUAN



“Hai tuan Apoteker!”, tiba-tiba Apoteker dikejutkan lagi oleh pria yang tidak dikenal sebelumnya. Apoteker terdiam sesaat, mengingat-ingat. “Sepertinya saya tidak kenal”, dalam hati apoteker. Tanpa menunggu jawaban dari Apoteker pria tersebut melanjutkan pembicaraan, “kenalkan, saya Menteri Agama dan Budaya (MAB)”.

“PM, yang meberitahu keberadaan anda disini, beliau masih sibuk”, lanjut MAB. “Maaf tuan MAB, karena saya kurang mengenal lingkungan Istana”, sahut Apoteker. “Adakah yang tuan inginkan dari hamba?”, lanjut Apoteker. didalam hati apoteker sangat malu, lingkungan Istana menjadi lingkugan yang baru buat dirinya. Hampir-hampir tidak ada yang dikenalinya.

“Tidak ada”, jawab MAB. “hanya saya ingin mengetahui dari anda beberapa hal mengenai praktek profesi apoteker saja, karena menurut hasil arahan dari PM tadi malam tim penyusun konsep penugasan Apoteker diketuai oleh saya dan anda juga masuk didalam tim itu. Agar dalam pertemuan-pertemuan berikutnya nanti saya tidak buta akan profesi Apoteker, saya usahakan menemui anda dahulu. Meskipun ketetapan Raja belum turun, karena masih menunggu nanti, tetapi kita yang ada kemungkinan ditugaskan harus menyiapkan diri.”, lanjut MAB.

“Bila pada pertemuan hari ini Raja benar memilih saya sebagai ketua tim, maka saya berharap, dua hari lagi saya sudah bisa mendapatkan konsep tertulisnya dari anda. Dan minggu depan sudah dapat dimulai rapat-rapat penyusunan konsep. Dan sebelum minggu depan saya sudah harus mendapatkan gambaran praktek profesi Apoteker untuk dipelajari dan saya kaitkan dengan nilai-nilai budaya kerajaan”, lanjut MAB lagi.

Apoteker, “Hamba siap melaksanakan tugas tuan”.

MAB, “o iya, tadi anda terlihat terkejut karena sangat menikmati musik? Apa anda suka dengan musik?”

Jawab Apoteker, “Benar tuan, tebakan tuan tidak salah”. Dalam hati apoteker, “saya tidak mungkin akan menceritakan kecemburua sosial saya terhadap Koki Kepala”, “toh saya kan lebih memilih nilai-nilai kemanusiaan yang tidak hanya sekedar urusan perut, he3x”. dalam hati Apoteker untuk menghibur dirinya sendiri. Dalam hatinya lagi, “saya kan profesional yang siap melayani peduduk kerajaan, dan hidup saya akan saya dedikasikan buat Kerajaan dan kemakmuran Kerajaan”.

“saya suka musik, tetapi saya tidak bisa bermain musik” lanjut Apoteker. “musiknya sangat enak didengar, dan saya sangat menikmati”, lanjut apoteker lagi.

MAB, “Pendengaran anda cukup bagus, pemain musik itu memang hebat, sehari-hari kerjanya hanya berlatih bermain musik saja”. “mereka professional dan melakukan pekerjaannya demi menyenangkan orang lain secara profesional, bekerja keras dalam belajar dan berlatih menjadi motonya”, lanjut MAB.

Apoteker, “benar Tuan, mereka hebat. Alunan musiknya kadang sperti gemericik air, kadang seperti deru angina, yg terdengar sangat sangat enak ditelinga”.

“tetapi sehebat-hebatnya pemain musik tidak bisa menghibur orang tuli”, sambung MAB sambil tersenyum.

Tidak menyangka apoteker terhadap pernyataan MAB, kemudian apoteker menjawab, “iya ya…..,”, dengan spontan Apoteker melanjutkan perkataannya dengan sekenanya, “ berarti masih hebat apoteker, karena tetap bisa melayani orang yang tuli, ha3x”. kemudian di ikuti gelak tawa mereka berdua.

MAB melanjutkan lagi, “Anda lihat disudut itu, banyak lukisan, sehebat-hebatnya lukisan juga tidak bisa dinikmati oleh orang buta”.

Jawab Apoteker, “Benar tuan, semua lukisan itu tidak dapat dinikmati orang yang buta, beruntunglah kita tidak buta”.

Lanjut MAB, “Semoga kita tidak sedang dalam hati yang buta dan tuli, sehingga lebih bisa menikmati indahnya dunia”. Kemudian MAB berpamitan dan meninggalkan Apoteker yang masih menikmati hidangan tanpa menghiraukan kiri kanannya yang belum dikenal. Bukan karena sombong, tetapi karena memang tidak mempunyai ide untuk dibicarakan dan karena rasa percaya diri yang masih perlu dipupuk sedikit lagi.

Setelah selesai menikmati jamuan, para undangan kebanyakan menikmati lukisan yang dipamerkan di sudut-sudut ruang jamuan. Para penjaga pameran yang umumnya pelukisnya sendiri dengan ramah menyambut para undangan. Dengan ramah para penjaga lukisan juga…

Sabtu, 10 Juli 2010

BERMIMPI SAAT TERJAGA

BERMIMPI SAAT TERJAGA


Malam ini Apoteker menjadi susah tidur, mengingat pengalaman hari ini yang sangat istimewa. Setelah Raja memutuskan untuk mengirimkan Apoteker untuk ditugaskan sampai kepelosok guna mendampingi penduduk Kerajaan didalam meningkatkan derajat pendidikan kesehatan dan kesehatan, yang berarti juga meningkatkan ekonomi, kemanusiaan, peradaban dan ketahanan Kerajaan, Raja menindak lanjuti dengan menyusun tim guna menyiapkan segala yang tekait dengan usaha penugasan Apoteker sampai pada tingkat pelosok. Guman Apoteker dalam hati berulang-ulang, “Raja yang sangat cerdas dan bijaksana”.

Setiap detik demi detik hari ini terekam didalam benak Apoteker seakan tidak ada yang terlewatkan sedikitpun. “Pengalaman yang sangat berharga”, itu yang terlintas didalam pikirannya. “Setiap detik hari ini adalah ilmu dan pengalaman, yang tidak pernah terlintas didalam hati sebelumnya, bila akan menemui peristiwa yang sangat berharga yang mungkin hanya sekali didalam hidup”, demikian pikir Apoteker.

Sungguh tak terbayangkan, bila hari ini diundang oleh Raja untuk membahas penugasan Apoteker sampai ke pelosok. Tidak terbayangkan bila hari ini dirinya menjadi salah satu orang yang akan ikut didalam mengambil keputusan Kerajaan. “Sungguh merupakan mimpi,” kenang apoteker sambil membaringkan dirinya titempat tidur.

Sebelum acara hari ini dimulai, diadakan jamuan makan oleh Raja, yang mana makanan kualitas Kerajaan menjadi mimpi pertama bagi Apoteker dihari ini. “Sungguh luar biasa”, berkali-kali Apoteker berguman. Pengalaman pertamanya menyantap hidangan yang sangat lezat bagi lidah Apoteker. nuansa jamuan yang sangat istimewa karena diiringi musik yang sangat syahdu. “mimpikah aku”, kata Apoteker didalam hati setiap kali memasukan suapan nasi kedalam mulut. “Mungkin selama ini saya hanyalah katak dalam tempurung”, kata Apoteker dalam hati lagi.

Sudut-sudut ruang jamuan dihiasi lukisan lukisan yang sangat molek yang membuat hati Apoteker menjadi lebih nyaman didalam menikmati jamuan makan. Sesekali Apoteker berguman sendiri dengan kalimat-kalimat yang tidak dimengerti orang lain, karena sangat pelannya didalam hirup pikuk undangan dan musik.

Sambil menikmati jamuan, Apoteker tenggelam didalam lamunannya sendiri. ”seandainya istri saya bisa memasak senikmat ini”, begitu mungkin ungkapan apoteker didalam lamunannya. “Ada masalah dengan jamuan tuan?”, tiba-tiba Apoteker dikejukan oleh seorang pria disampingnya. Dengan agak terkejut, tanpa menunggu makanan dimulut masuk kerongkongan semua, Apoteker sepontan menjawab “ tidak ada, tidak ada tuan” kemudian apoteker terbatuk-batuk karena tersedak. Pria itu kemudian melanjutkan perkataannya,” maaf tuan, saya telah mengganggu anda”. Dengan buru-buru apoteker menjadwab,”tidak apa-apa tuan. Kenalkan saya Apoteker, anda siapa?”

“Saya adalah Koki Kepala yang beratanggung jawab terhadap hidangan jamuan ini tuan”, sahut pria itu. “Jikalau ada keluhan dapat langsung disampaikan kepada saya”, sahut pria itu lagi.

“wah, hebat hebat hebat, masakan anda hebat”, kata apoteker kepada Koki Kepala sambil tersenyum lebar. “ha3x”, kemudian apoteker tertawa. “bisa masak sedemikian hebat, tentu anda berasal dari keluarga yang sangat jago memasak”, tebak apoteker.

sambil tersenyum Koki Kepala menjawab, “Saya berasal dari keluarga biasa, hanya karena kerja keras saya bisa jadi Koki Kepala”. Apoteker menjadi bingung, dalam hatinya, “apa hubungan kerja keras dengan jadi Koki???”, kemudian Apoteker berkata, “ Kita semua memang harus bekerja keras agar menjadi sukses”. Meskipun dalam hati Apoteker bertanya-tanya.

Dalam hati Apoteker yang penuh tanda Tanya, kemudian bertanya lagi, “Bagaimana masakan anda begitu hebat tuan?”. “Belajar dimana?”, lanjut Apoteker. “Saya jadi Koki Kepala baru 10 tahun, sepuluh tahun sebelumnya hanya menjadi koki biasa dengan kemampuan yang terbatas, 10 tahun sebelumnya lagi saya hanya menjadi pembantu koki”, jawab Koki. “Beda dengan Apoteker, yang mana Apoteker ada pendidikannya, kalau Koki hanya belajar dari Koki Senior”, sambung Koki.

“Tapi Koki kan gajinya besar”, sambung apoteker merendah, karena memang tidak tahu berapa gaji koki yang sebenarnya. Lanjut apoteker lagi, “ Gaji Apoteker hanya sekitar 10 sampai 15 keping perak”. “Hanya cukup untuk makan saja”, lajut Apoteker lagi.

“Koki yang mana dulu? Pembantu Koki yang hanya menjadi pelayani Koki gajinya antara 7 keping perak sampai 15 keping perak, saat sudah bisa beberapa masakan sederhana atau membakar daging bisa sampai lebih dari 2 keping emas”, Jawab Koki. “Koki biasa bisa sampai 3 atau 4 keping emas. Koki Kepala bisa sampai 20 keping emas”, lanjut Koki. “Profesi Koki memang cukup menjanjikan di Kerajaan ini”, lanjut Koki Kepala lagi.

Sangat terkejut hati apoteker mendengar besarnya gaji Koki Kepala, bisa dibayangkan, satu keping emas setara dengan 20 keping perak. Di kepalanya sudah mulai menghitung seandainya gaji apoteker sebesar gaji Koki Kepala, dalam pikiran apoteker mulai penuh impian dan hayalan tentang seandainya, seandainya dan seandainya.

Apoteker bertanya lagi,” Dengan gaji Koki Kepala sebesar 20 keping emas, kenapa tidak membuat rumah makan sendiri?. lanjut Apoteker, “ keuntungannya kan pasti sangat besar dan berlipat-lipat”.

“ha3x, saya sering mendapat pertanyaan begini, saya sudah menduga”, jawab Koki Kepala sambil tertawa sedikit keras. kemudian Koki Kepala melanjutkan pernyataannya, “Banyak Koki yang berusaha mencoba membuka rumah makan sendiri, mulai pembantu koki sampai Koki Kepala. Umumnya pembantu Koki bukan mencoba membuka rumah makan besar, tetapi mencoba membuka rumah makan kecil-kecilan atau menjual makanan pingir jalan”.

Lanjut Koki, “ coba hitung, biaya operasional rumah makan besar untuk biaya gaji Koki dan karyawan lain ditambah sewa lahan bisa sampai 100 keping emas. Sangat besar sekali, itu semua belum ter,asuk perlengkapan masak dan biaya-biaya lain, kalau tidak jalan bagaimana?”

Apoteker terdiam sesaat sambil berpikir, “ gaji Koki Kepala cukup untuk menggaji 20 lebih Apoteker seperti dirinya. Bila dilihat dari fungsi kemanusiaan keberadaan Apoteker jauh lebih penting dari pada sekedar urusan perut. Tetapi bila dilihat dari sisi penghasilan, gaji Apoteker sangat jauh, padahal bila ditimbang-timbang pada tingkat kesulitan di dalam pekerjaan mungkin masih lebih rumit Apoteker.”

Kemudian Apoteker menjawab sekenanya, “ Wah, kalau begitu lebih enakan ikut orang saja, tidak usah mikir capek-capek penghasilan besar, ha3x”. Kemudian Koki menyambung dengan membenarkan perkataan Apoteker,” Memang benar, ikut orang gaji cukup untuk menghidupi keluarga, sudah sepantasnya saya bersukur”.

Setelah berbasa basi sebentar Koki Kepala berpamitan kepadaAapoteker,” Senang bertemu anda tuan, semoga kita bisa bertemu lagi di lain waktu. Selamat menikmati jamuan”.

Sepeninggal Koki, hati apoteker berkata, “ besar sekali gaji Koki Kepala”, “untung saya tidak tertarik gaji, untung saya tertarik pada nilai-nilai kemanusiaan, meskipun gaji kecil”, sisi hati apoteker yang lain menghibur diri.

Apoteker melanjukan lamunannya,” Memang untuk mencari emas lebih berkembang bisnis urusan perut dari pada kerja kemanusiaan. Atau setidaknya membuka praktek dikota besar lebih menjanjikan dari pada dipelosok. Tetapi kalau ingin berguna bagi kemanusiaan dan Kerajaan lebih terasa di pelosok, lagian penduduk pelosok lebih menghargai orang lain dari pada penduduk kota.”.

Malam semakin larut, Apoteker belum bisa tidur, meskipun sudah cukup lama ada di tempat tidur. Kemudian apoteker bagun lagi dan mengambil minum air putih meskipun tidak haus.

“Hai tuan Apoteker!”, tiba-tiba Apoteker dikejutkan lagi oleh pria yang tidak dikenal sebelumnya… Berlanjut sampai ada waktu untuk melanjutkan.