Jumat, 13 Agustus 2010

PENJAGA LUKISAN

PENJAGA LUKISAN


“Ada yang lucu Tuan?”, tiba-tiba ada yang menyapa Apoteker. Apoteker menoleh dan memperhatikan sekilas, menurut perkiraannya pria itu adalah pelukis yang sedang menjaga lukisannya. Apoteker dengan tetap tersenyum lebar menyapa pria tersebut, “he3x, anda yang melukis lukisan ini Tuan?”, sambil menunjuk lukisan pria yang sangat gendut sedang naik kuda yang kurus kerempeng sambil menggigit rumput.

Pria tersebut menjawab sambil tersenyum bangga karena merasa lukisannya ada yang mengapresiasi, “Benar Tuan, sayalah yang melukis itu”. Lanjut pria tersebut, “Diantara pengujung lukisan saya, lukisan ini adalah salah satu yang menarik, karena pesan dibalik lukisannya”.

Kemudian apoteker melanjutkan perkataannya, “itu kuda berjalan sepuluh langkah saja langsung rubuh, ha3x” apoteker tertawa sambil menirukan jalannya kuda yang terhuyung2.

Pelukis, “ha3x, tuan bisa saja”.

Jawab Apoteker dengan setengah tertawa, “ha3x, Coba Tuan perhatikan, kuda yang kurus kerempeng dengan beban kerja seperti itu hanya menggigit rumput tanpa boleh mengunyah. Apa kudanya lagi sariawan?

“Saya rasa tidaklah kalau kudanya sariawan. Itu pastinya karena pemiliknya sangat kikir”, lanjut Apoteker lagi.

Pelukis, “terima kasih tuan, anda telah mengapresiasi pesan dibalik lukisan saya”. Lanjut pelukis, “semua orang boleh mengapresiasi sesuai dengan latar belakangnya secara bebas, tetapi tetap harus mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku di Kerajaan ini”.

“Kalau setiap orang melakukan penilaian sendiri-sendiri, apakah itu tidak akan menjadikan penilaian menjadi kacau?”, Apoteker bertanya.

Pelukis, “Justru penilaian itu harus bebas dan kreatif, tetapi tidak boleh menyimpang dari norma yang berlaku di Kerajaan kita. Karena dari penilaian kreatif itulah munculnya ide-ide kreatif yang membangun”.

“Ooo, begitu ya”, jawab Apoteker sambil manggut-manggut

Pelukis, “Pada pekerjaan seniman itu yang susah adalah menggabungkan semua rasa sehingga dihasilkan suatu keserasian dan keselarasan rasa. Jadi sebagai seniman tidak boleh mngutamakan satu rasa saja. Missal asin atau pedas saja”.

Apoteker, “Tuan Pelukis, terus untuk asinan sama manisan bagaimana?”

Apoteker melanjutkan, “bukankah disitu hanya ada dominasi satu rasa saja??”

Pelukir, “Disinilah pentingnya memahamin rasa. Tidak semua makanan enak untuk dijadikan asinan atau manisan, hal ini disebabkan oleh rasa bawaan yang dikandung oleh bahan makanan yang mau dijadikan asinan atau manisan, jadi keserasian dan keselarasan rasa tetap ada.”

Apoteker manggut-manggut lagi, “he3x, iya ya…”

Pelukis, “Pekerjaan seniman tidak boleh diintervensi oleh pihak lain yang tidak mempunyai kompetensi”.

Apoteker, “Maksudnya”

“Tuan bisa melukis?” Tanya Pelukis kepada Apoteker.

“Tentu tidak tuan, ha3x”, jawab Apoteker sambil tertawa. “Saya tidak pernah belajar melukis”, lanjut Apoteker lagi.

“Tuan mau seandainya diminta melakukan intervesi terhadap lukisan saya yang belum selesai itu?”, Tanya pelukis sambil menunjuk lukisannya yang belum selesai.

Jawab Apoteker, “ha3x, mau saya jadikan apa???”

Sambil terus tertawa Apoteker melanjutkan, “bisa saya melanjutkan, tetapi menjadi gambar gelap gulita di dalam goa, ha3x”, Apoteker tertawa panjang.

“OK, saya mengerti”, lanjut Apoteker lagi.

Pelukis hanya tersenyum saja melihat tingkah apoteker yang dianggapnya sebagai jiwa yang menyenangkan.

Setelah berbincang-bincang agak lama yang terkadang diselingi gelak tawa dari keduanya, pelukis berkata kepada Apoteker sambil meminta apoteker memperhatikan pintu masuk ruang pertemuan.

Pelukis, “Tuan, coba anda perhatikan, didepan pintu masuk sudah ada 1 orang penjaga, berarti para tamu sudah dipersilahkan untuk masuk ruangan. Bila ada 2 penjaga berarti acara segera dimulai dan bila sudah ada 3 penjaga berarti acara sudah dimulai dan biasanya sudah tidak boleh lagi ada orang yang masuk”.

Lanjut Pelukis, “Di linkungan Kerajaan dibiasakan tidak boleh ada suara keras, sehingga semua dilakukan dengan simbol-simbol”.

Apoteker, “Ooo, begitu ya. Kalau begitu saya mohon pamit dulu”, sambil mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Pelukis.
Pelukis, “Senang bertemu anda dan semoga hari anda menyenangkan”

Setelah berpamitan dan berbasa-basi sebentar Apoteker memasuki ruang pertemuan. Di dalam ruang pertemuan yang belum penuh, Apoteker disambut oleh PM, “Silahkan anda menempati deretan terdepan … bersambung

Senin, 02 Agustus 2010

MEMBANGUN RASA SALING PERCAYA

MEMBANGUN RASA SALING PERCAYA


Selama saya bergabung dengan IAI (yang dulu ISFI), sebenarnya tidak pernah sekalipun saya menemukan konsep yang jelek. Semua konsep yang ditawarkan didalam membangun profesi adalah sangat baik. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa diantara konsep-konsep IAI tersebut selalu ada saja yang tidak bisa diterima?

Untuk sementara ini, kesimpulan saya adalah karena ada rasa tidak saling mempercayai diantara anggota IAI sendiri. Yang mana rasa tidak saling percaya ini bisa disebabkan oleh berbagai hal yang sangat manusiawi. Bila kita membicarakan siapa yang salah dan benar, maka pada hemat saya semuanya benar dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing.

Yang salah adalah ketidak mampuan IAI mulai cabang sampai pusat didalam mengelola kepentingan-kepentingan yang muncul. Kepentingan itu bisa terkait kepentingan intern dan kepentingan ekstern. Dalam mengelola kepentingan kepentingan intern anggota saja, selama ini IAI masih kesulitanan. Padahal didalam mengelola organisasi yang besar ini, pengelolaan terhadap kepetingan kepentingan intern adalah sangat penting.

Dimana letak salahnya? Kesalahan bukan pada individu pengurus, tetapi karena IAI kekurangan ahli dalam segala bidang didalam membangun organisasi. Tetapi kekurangan ini bisa diminimalkan dengan melibatkan semua anggota yang peduli terhadap kemajuan profesi dalam hal ini termasuk juga melibatkan para praktisi. bukan berarti para praktisi ini adalah segalanya, tetapi setidaknya praktisi inilah yang bisa merasakan suka uka dalam melakukan praktek profesi. teori bisa di baca, tetapi perasaan sebagai praktisi hanya dapat dirasakan dengan melakukan pekerjaan profesi. Ini yang tidak bisa digantikan dengan hanya sekedar membaca.

Dalam membangun rasa saling percaya dalam organisasi IAI, hal-hal yang seharusnya diperhatikan antara lain :
1. membangun persepsi, yang mana dengan membangun persepsi diharapkan akan ada penyeragaman terhadap persepsi dalam praktek profesi. Penyeragaman buka berarti membelenggu kreatifitas anggota, tetapi batasan profesi harus dipahami dengan pemahaman profesionalisme.
2. Membangun komunikasi antar apoteker dan antar anggota dengan pengurus. Karena tanpa komunikasi yang baik, pesan tidak akan diterimakan dengan baik pula.
3. Membangun rasa keadilan didalam praktek profesi.
4. Mengatasi kesenjangan sosial.
5. mengapresiasikan semua masukan yang baik dari anggota.
6. Membangun PO yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Bila di dalam organisasi tidak ada rasa saling percaya, maka semua potensi yang ada bisa jadi justru akan saling meniadakan. Padahal semua potensi inilah yang seharusnya dikelola oleh organisasi agar menjadi kekuatan dari organisasi tersebut.

Salah satu cara didalam mengelola semua potensi ini adalah dengan :
1. meningkatkan interaksi diantara semua potensi
2. menciptakan rasa saling ketergantungan diantara semua potesi.
3. mempererat hubungan anara semua potensi
4. membangun komitmen bersama diantar semua potensi.

Dalam hal ini semua elemen organisasi adalah sangat penting dan tidak ada salah satupun yang lebih penting dari yang lain. Kita semua di dalam organisasi adalam tim, tim yang harus bekerja sama dan bekerja keras dengan tujuan memajukan organisasi. Oleh karena itu membangun komitmen bersama menjadi hal yang sangat penting.

Di dalam organisasi, kepercayaan adalah modal sosial yang hanya dapatkan dengan cara dibangun dan kerja keras, bukanya didapatkan dengan percuma. Semoga, IAI kedepan menjadi organisasi besar yang diisi oleh rasa saling percaya, baik intern dan ekstern. Demi kemajuan pembangunan kesehatan bangsa.