Senin, 25 September 2017

BENCANA PCC

BENCANA PCC

Telah terjadi korban akibat penyalahgunaan bahan berbahaya dalam bentuk tablet pcc. Sudah selayaknya kejadian ini dimaknai sebagai bencana nasional akibat penggunaan bahan berbahaya. Ibarat gunung berapi, kasus ini mungkin merupakan letusan kecil yang dapat diikuti letusan besar sewaktu-waktu. Seharusnya pemerintah menetapkan kasus ini sebagai bencana nasional yang harus kita sikapi bersama sebagai anak bangsa agar nanti tidak terjadi lagi meskipun dalam bentuk lain.

Bila kita sandingkan dengan bencana thalidomide, bencana ini dapat saja lebih berbahaya apabila kita tidak menangani dengan benar. Meskipun kasus berbeda namun korban masal dapat saja terjadi disaat-saat yang akan datang. Keduanya dikemas dalam bentuk “obat” namun carisoprodol bukan lagi dapat dikategorikan sebagai obat. Dulu memang kategori obat, namun saat ini dalam kategori bahan berbahaya.

Thalidomid menjadi bencana karena disaat itu persaratan bahan kimia menjadi bahan kimia obat belum sedetail sekarang sehingga efek samping thalidomide yang berupa teratogenik tidak dapat dihindarkan. Sedangkan PCC justru terjadi dengan peristiwa terbalik, yang mana bahan kimia yang sudah diketahui efek jahatnya justru sengaja diperdagangkan. Sungguh suatu ironi.

Penyimpangan perilaku masyarakatlah merupakan menjadi faktor menyebabkan utama bencana bahan berbahaya. Mungkin korban meninggal akibat bahan berbahaya “oplosan” sudah mencapai ribuan, oplosan tersebut telah dikonsumsi secara menyimpang oleh masyarakat. Saat ini ada model baru bahan berbahaya yang namanya PCC yang tidak kalah berbahaya dibanding oplosan.

PCC mungkin merupakan salah satu perubahan perilaku menyimpang masyarakat dalam mengkonsumsi bahan berbahaya dan mungkin masih banyak perilaku menyimpang lain. Perubahan tersebut karena PCC berbentuk tablet, kecil, mudah dibawa, transaksi online gampang dan sebagainya. Untuk itulah penanganan PCC harus cepat dan menyeluruh.

Kemasan PCC yang lebih praktis dibandingkan oplosan memungkinkan menjadi alasan utama perubahan perilaku menyimpang. Sehingga patut  dicurigai jalur ditribusi dan penggunanya mempunyai kesamaan atau mungkin memang sama. Apalagi menyamarkan bahan berbahaya dalam bentuk tablet dapat menjadi salah satu cara untuk lebih memudahkan pemasaran PCC karena lebih meyakinkan bahwa seakan PCC memang produk industri farmasi yang berkualitas.

PERAN APOTEKER DALAM BENCANA BAHAN BERBAHAYA
Sebagai tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dibidang farmasi, apoteker sudah seharusnya ikut berperan dalam menanggulangi bencana bahan berbahaya. Sesuai porsi tentunya. Sesuai keahlian dan kewenangannya.

Mungkin aka ada pertanyaan tentang peran apoteker dalam membantu menanggulangi bahan berbahaya karena bahan berbahaya tidak berada di apotek dan apoteker tidak terlibat menangani kasus. Namun kekuatan apoteker untuk memberikan pelayanan kognitif kepada masyarakat akan meningkatkan pengetahuan kesadaran dan bagaimana masyarakat dapat berperilaku sehat di bidang farmasi. Perilaku sehat farmasi adalah ujung dari pelayanan kefarmasian. Masyarakat yang mendapatkan obat tanpa pelayanan kognitif bisa jadi tidak ada gunanya atau bahkan hanya akan membahayakan jiwanya. Kata lain untuk menggambarkan hal tersebut adalah apoteker di apotek tidak hanya menyediakan obat untuk masyarakat namun yang lebih penting adalah membantu masyarakat agar dapat menggunakan obat dengan benar dan mematuhi penggunaan obat.

Pelayanan kefarmasian tidak hanya berhenti sampai disitu, masih ada evaluasi dan monitoring. Evaluasi dan monitoring merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pelayanan kognitif. Peran evaluasi dan monitoring dapat mengontrol penggunaan obat oleh masyarakat. Penggunaan obat oleh masyarakat yang didapat dari berbagai sumber. Penggunaan obat palsu, substandar atau penggunaan bahan berbahaya  mungkin bisa ditemukan di tahap ini. Namun temuan ini belum ada mekanisme bagaimana dan kemana melaporkannya.

Pelayanan kognotif merupakan salah satu cara yang  efektif untuk membantu menangulangi bencana bahan berbahaya. Untuk melengkapi peran tersebut apotek tempat apoteker praktek dapat menjadi pusat informasi obat masyarakat termasuk bahan berbahaya. Kelebihan apotek sebagai pusat informasi obat masyarakat adalah mudah diakses dan saat ini gratis. Hal tersebut sudah terjadi di apotek saya sejak apotek saya buka lebih dari 20 tahun yang lalu.

Beberapa hal yang sering menjadi masalah di masyarakat adalah pemahaman obat yang berkualitas. Obat yang berkualitas di mata masyarakat seringkali hanya dimaknai sebagai “cespleng” dan mahal. Obat yang berkualitas di mata apoteker adalah obat yang disajikan dengan pelayanan kognitif yang cukup, diproduksi dan dikelola secara profesional, penyajian yang manusiawi, tetap terjaga keamanan dalam penggunaannya serta penggunaan yang sesuai indikasi.
Pelayanan kefarmasian jika dilihat dari kaca mata masyarakat, pelayanan kefarmasian yang telah dilakukan oleh siapa saja mungkin akan sama dengan yang dilakukan apoteker. Namun sebenarya sangat jauh berbeda. Penyalur obat tidak resmi seringkali hanya menyerahkan obat dengan pertimbangan ekonomi, berbeda dengan apoteker yang akan menyajikan obat setelah proses “pharmacotherapy workup” dilampaui yang diikuti pelayanan kognitif yang manusiawi sehingga masyarakat dapat berperilaku dan mematuhi penggunaan obat yang lebih menjamin kemanjuran dan keamanan. Proses inilah yang seringkali dianggap masyarakat birokratis dan mempersulit dan atau bertele-tele, sedikit intonasi tegas seringkali dianggap memarahi. Tidak jarang masyarakat akan berkomentar, “pak saya ini mau beli obat, bukan ingin dimarahi atau digurui”.

Persepsi sakit dan pengalaman menggunakan obat sendiri oleh masyarakat seringkali menjadi kendala yang harus diselesaikan serius dalam membangun kognitif masyarakat. Semua itu butuh keahlian apoteker dalam berkomunikasi. Komunikasi apoteker tentu saja akan menggunakan bahasa awam namun sarat dengan ilmu farmasi. Ilmu farmasi yang sangat luas yang menghabiskan masa muda apoteker.

Penyajian obat oleh apoteker komunitas seringkali dipandang sebelah mata, dengan kerendahan hati kita hampir tidak pernah melakukan protes karena akan menghabiskan energi. Sebagai misal pada perilaku penggunaan obat, apoteker harus menyelesaikan masalah kimia obat dapat mencapai reseptor, apoteker harus menyampaikan bagaimana berperilaku sesuai harapan teknologi farmasi, apoteker harus menyampaikan interaksi obat termasuk dengan perilaku dan makanan, dan sebagainya. Hanya apoteker yang memahami kimia obat sehingga berproses menjadi obat. Namun ujungnya sama dengan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki kompetensi yaitu menyerahkan obat. Mengingat proses kognitif apoteker dalam menyelesaikan “personal medication needs” tidak terlihat mengharuskan apoteker tetap rendah hati.

Apa yang telah dilakukan pemerintah dalam menangani kasus bahan berbahaya PCC saya rasa cukup baik, namun media justru memperkeruh. Satu contoh hal baik yang dilakukan pemerintah adalah sidak ke apotek, namun bahasa media adalah merazia apotek. Sidak pemerintah ke apotek bukan untuk maksud menyudutkan apotek, namun untuk membuktikan bahwa jalur legal masih terjaga. Sudah menjadi tugas bersama pemerintah dan apoteker adalah menjaga jalur ini.

Sinergi pemerintah dengan apoteker dalam meningkatkan kesehatan masyarakat salah satunya adalah dengan meningkatkan health literacy. Untuk mendapatkan hasil yang baik pemerintah sebaiknya menangani semua sarana obat yang tidak resmi termasuk swalayan. Apabila swalayan ingin menyediakan pelayanan kefarmasian harus mengurus ijin sebagai sarana kefarmasian. Pentingnya penangan ini adalah memudahkan edukasi karena masyarakat karena hanya mendapatkan pelayanan kognitif dari satu sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam banyak kasus, masyarakat yang sudah kita edukasi dengan baik seringkali berubah pemahamannya (kacau) setelah mendapat informasi dari sarana obat tidak resmi.  

Kesimpulan. Bencana PCC harus menjadi bencana nasional, dan apoteker harus menjadi penggerak utama untuk menangani bencana ini dan apoteker harus melakukan aksi nyata dalam berbagai kegiatan untuk membantu pemerintah menangani bencana bahan berbahaya.

Selamat Hari Apoteker Dunia.