Rabu, 16 Juli 2008

KESALAHAN MEMAHAMI INDIKASI

KESALAHAN MEMAHAMI INDIKASI


Kesalahan memahami indikasi oleh pasien pada penggunaan obat bebas seringkali terjadi. Sebagai contoh pada obat bebas yang mengandung parasetamol, seringkali pada brosur dan kemasan ada tulisan yang berbunyi kurang lebih "Indikasi : dapat menurunkan panas atau demam akibat influenza".

Akibatnya setiap anaknya sakit influensa yang disertai panas hanya diberi obat parasetamol yang dibeli dari toko kelontong didekat rumahnya, tanpa diberi obat yang mengindikasikan influenza oleh orang tuanya. Umumnya mereka menganggap parasetamol sebagai obat influenza atau batuk, setelah di edukasi baru mengerti dan sebagian tetap tak mau mengerti. Dan seringkali mereka terlambat dan akan mendatangi puskesmas, dokter langganannya atau apoteker langganannya setelah penyakitnya berkembang lebih jauh.

Menurut saya, seharusnya pada kemasan parasetamol cukup ditulis "indikasi adalah analgetik-antipiretik" tanpa diembel-embeli oleh yang lain apalagi cenderung melebih-lebihkan. Agar masyarakat tidak salah persepsi, apalagi kondisi tingkat pendidikan kesehatan masyarakat kita yang ada di daerah umumnya masih rendah. Dan bila masyarakat tidak paham kita arahkan berkonsultasi kepada apotekernya, karena konsultasi yang bersifat privat tentu akan lebih efesien. Kalau perlu pada kemasan parasetamol ditulis " Indikasi : analgetik-antipiretik, dapat anda hubungi apoteker anda bila ingin keterangan lebih jauh". atau gunakan istilah lain, yang penting masyarakat tahu kemana bila ada kesulitan dalam penggunaan obat bebas tersebut.

Dalam praktek diapotek, meskipun hanya obat bebas sebaiknya apoteker tetap melakukan edukasi. Seperti hal diatas meski hanya pelayanan terhadap obat bebas apoteker seharusnya mengerti apa kesalahan masyarakat yang sering terjadi terhadap produk yang dibeli. pada kasus parasetamol seringkali saya tanya "untuk apa? ada batuk pileknya? dsb". Demikian terhadap obat-obat bebas yang lain, apoteker jangan segan-segan untuk menggali pemahaman pasien tentang obat yang dibeli. Meskipun obat bebas, seringkali brosurnya tidak dibaca, asal ada iklan obat itu dibeli.

Kesalahan-kesalahan seperti ini sering terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu meskipun obat bebas sebaiknya tetap dilakukan KIE, cuma hambatannya adalah biaya operasioal apotek akan membengkak. Semoga masalah penulisan indikasi pada kemasan obat bebas oleh pabrik obat kedepan didasarkan oleh hal yang lebih simple tetapi jelas. tak perlu dilebih-lebihkan. Dan kesalahan minum obat karena kesalahan pemahaman indikasi sudah terjadi sangat luas dan pada beberapa kasus sulit diedukasi.

Tantangan kita sebagai apoteker memang, edukasi merupakan salah satu hal yang sulit dalam menjalankan profesi apoteker. Apalagi bila kita kurang memahami metode-metode konseling. Seringkali terlihat mudah, tetapi sebenarnya sangat sulit. Salah satu kesulitannya karena edukasi mengharapkan perubahan perilaku kearah penggunaan obat yang lebih rasional oleh masyarakat.

Sabtu, 12 Juli 2008

PEMAKSAAN PROFESI

PEMAKSAAN PROFESI

Banyak bentuk pemaksaan profesi apoteker diapotek yang salah satunya adalah iklan. Sebagai seorang yang profesional tentu saja dalam menyediakan barang dan jasa diapotek tidak boleh didasarkan pada ada dan tidaknya iklan untuk produk tersebut.

Salah satu contoh yang sering kita temukan adalah bahasa iklan seperti "sudah tersedia di apotek sekitar anda" atau dengan kalimat lain yang menunjukan seakan-akan produk tersebut sudah tersedia disetiap apotek diseluruh pelosok negeri. Iklan semacam ini menurut saya adalah suatu hal yang berdampak sebagai pembodohan terhadap masyarakat dan pemaksaan terhadap profesi.

Seharusnya para pemasang iklan menyadari bahwa penyediaan barang dan jasa diapotek adalah didasarkan pada hal-hal yang rasional yang terkait profesi dan akan dikelola demi kepentingan masyarakat banyak. Dan harusnya mereka menyadari bila produk yang merekan iklankan belum tentu menjadi plihan rasional dari seorang apoteker yang praktek profesi diapotek.

Pertimbangan rasional yang dipakai oleh para apteker yang berpraktek profesi diapotek biasanya disesuaikan dengan daerah setempat. Dan setiap daerah adalah spesifik, jadi janganlah iklan seperti tersebut diatas diadakan. Satu hal lagi yang mengganggu adalah tidak semua PBF atau distributor yang membawa produk tersebut menjangkau apotek didaerah.

Bentuk pemaksaan lain adalah konsinyasi yang ditentukan sepihak oleh PBF, hal semacam ini tentu saja sangat mengganggu. Biasanya saya tegur salesnya, karena seringkali konsinyasi dilakukan tanpa seijin apotekernya. Sebagai apoteker biasanya saya menolak konsinyasi dan saya biasanya memberikan penilaian terhadap produk konsinyasi. Bila produk tersebut saya anggap baik dan layak akan saya beli saja dan bila produk tersebut menurut saya tak rasional tentu saja saya tolak. Bila tetap memaksa biasanya saya tawarkan untuk memakai biaya sewa tempat.

Bagaimanapun bentuk pemaksaan terhadap profesi sebaiknya jangan dilakukan, karena sangat mengganggu. Dan menurut saya sebaiknya semua pihak menyadari termasuk iklan obat yang tidak rasional yang dapat menjadikan pemaksaan seharusnya dilarang. Karena bagaimanapun juga pemaksaan profesi akan mendukung terjadinya ketidak rasionalan pelayanan.

Rabu, 09 Juli 2008

SAKIT RABUN MATA, MATI DISUNTIK MANTRI

SAKIT RABUN MATA, MATI DISUNTIK MANTRI


Berita koran surya tanggal 9 juli 2008, "Sakit Rabun Mata, Mati Disuntik Mantri". Kasus semacam ini adalah salah satu cermin rendahnya tingkat pendidikan kesehatan masyarakat. Pada berita diatas orang yang hanya lulusan SD, karena bisa menyuntik maka disebut mantri oleh masyarakat dan dimintai tolong untuk mengobati.

Suatu kenyataan pahit dalam dunia kesehatan kita, yang mana masyarakat kurang mengerti apa itu arti kesehatan dan tenaga kesehatan. Pada kasus ini masyarakat tidak bisa membedakan mantri (perawat) atau bukan, suatu cerminan ketidak mampuan masyarakat mengenali profesional atau bukan.

Pada kasus-kasus yang yang lain adalah masyarakat tidak bisa membedakan antara dokter dan perawat, atau sering kali dokter wanita yang praktek didesa diangap bidan. Pada kasus semacam ini sering terjadi dan suatu pekerjaan yang melelahkan dalam konseling diapotek bila kasus semacam ini kita harus menjelaskan berulang-ulang.

Hanya karena memegang jarum suntik dikatakan mantri, bila pada kasus tersebut sang mantri gadungan mengatakan dirinya dokterpun, mungkin masyarakat juga akan percaya. Hal tersebut disebabkan sangat rendahnya tingkat pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan pendidikan kesehatan yang rendah, maka sangat-sangat sulit bila kita sebagai tenaga kesehatan untuk meningkatkan tingkat pendidikan kesehatan masyarakat bila tidak bekerja sama dan saling menimbulkan sinergis.

Tak jarang pula masyarakat tidak bisa membedakan antara apotek dan toko obat liar yang tak berijin. Sehinga siapapun juga yang ada di apotek atau toko obat liar diangap sebagai tenaga yang mengerti akan obat. Meskipun kenyataannya beda, beda dalam kapasitas dan kompetensinya.

Dari ketidak mengertian masyarakat akan beda tenaga kesehatan dan non tenaga kesehatan juga akan ketidak mengertian masyarakat dalam membedakan sarana kesehatan dan non sarana kesehatan sangat mudah untuk dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Dan tidak jarang pula masyarakat mendapatkan informasi yang menyesatka terkait obat dan kesehatan. kadang sangat sulit bagi kita, bila ingin menjelaskan untuk meluruskan informasi.

Semoga kedepan kita sebagai tenaga kesehatan bisa menjadi lebih bertangung jawab dalam mengembangkan profesi dan ikut menjaga informasi yang berkembang dimasyarakat agar masyarakat lebih dapat berpikir lebih rasional dalam menghadapi masalah kesehatannya. Bagaimanapun juga tenaga kesehatan harus bisa mencerahkan masalah kesehatan masyarakat.

PEMILIHAN BAHASA DALAM KIE

PEMILIHAN BAHASA DALAM KIE

Sebagai apoteker yang setiap hari berkecimpung dalam apotek dan melakukan profesi secara penuh tentunya sering kali akan menghadapai hal-hal yang terkait KIE. Hal tersebut salah satunya adalah bahasa.

Kemampuan apoteker dalam memilih bahasa atau perbendaharaan kata bisa jadi menjadi sangat menentukan keberhasilan KIE. Sebagai contoh adalah pada apotek saya yang berada di daerah. Masyarakat sering kali kurang paham bila pesan disampaikan dengan bahasa indonesia baku, bahkan pada masyarakat yang strata sosialnya rendah menggunakan bahasa daerah halus juga sulit dimengerti. Dan yang paling pas adalah menggunakan bahasa kasar sehari-hari.

Pada mulanya saya menggunakan bahasa kasar ada rasa tidak enak, tetapi berjalan seiring dengan waktu saya bisa merasakan lebih baik setelah kita kemas dengan sikap yang tetap menghormati meski kita pakai bahasa kasar. Ada baiknya bila kata pembuka dan penutup KIE tetap menggunakan bahasa halus.

Untuk menutupi rasa bersalah akibat penggunaan bahasa kasar, boleh juga kita mengadakan dialog hal-hal lain diluar KIE yang menggunakan bahasa halus. Supaya masyarakat tetap merasa dihargai atau dihormati oleh profesi.

Masalah di apotek tidak lagi hanya terkait formulasi, tetapi juga masalah sosial. Bahkan pada beberapa kasus swamedikasi, ketrampilan formulasi tidak diperlukan tetapi ketrampilan KIE dan masalah sosial lain yang diperlukan.

Rabu, 02 Juli 2008

MENGATASI DAYA BELI MASYARAKAT

MENGATASI DAYA BELI MASYARAKAT

Pada saat semua harga barang-barang menjadi lebih mahal yang disebabkan oleh tingginya harga energi dunia, kita sebagai apoteker juga dihadapkan terhadap permasalahan yang sama. Kita dihadapkan terhadap kenaikan harga sediaan farmasi yang umumnya ada korelasi langsung terhadap kenaikan harga energi.

Pada saat harga barang kebutuhan naik, otomatis daya beli akan turun. Dampak turunnya harga beli ini bisa jadi akan menurunkan omset dari apotek. Meskipun mungkin tidak terhadap semua jenis apotek. Pada saat semacam ini, kita apoteker akan dituntut untuk mempertahankan omset, tetapi daya beli turun.

Pada saat ini kita harus dapat berlaku lebih cerdas dalam mengatasi daya beli. Salah satu hal yang saya lakukan pada saat terjadi penurunan daya beli adalah menawarkan obat non promo kepada masyarakat. Karena obat non promo secara umum mempunyai harga yang lebih rendah karena tidak ada biaya promosi, atau biaya promosi digunakan untuk menekan harga.

Pada saat kita berpraktek profesi diapotek, permasalahan daya beli adalah hal biasa yang kita temui, apalagi didaerah yang pada umumnya daya belinya sudah rendah meskipun tak ada kenaikan harga energi. Dan yang menjadi PRnya adalah pada penyediaan obat non promo yang berkualitas.

Banyak obat non promo yang berkualitas, dan harganya relatif lebih murah. Dan yang menjadi pertimbangan dalam memilih produk non promo yang jumlanya sangat banyak didasarkan pada hal-hal yang antara lain sebagai berikut :
1. Kemasan
2. Harga
3. Pabrikan
4. dsb

Kemasan, meskipun obat berkualitas baik, tetapi bila kemasan jelek, tidak menarik dan tidak meyakinkan untuk ditawarkan jangan diambil. Karena obat dengan kemasan yang dibawah standar akan sulit kita tawarkan kemasyarakat. Meskipun kita tetap bisa memberikan pengertian tetapi kita akan boros waktu.

Harga, kemasan baik, tetapi harga tak terjangkau juga tidak ada gunanya. Pada saat seperti ini kita harus bisa mengukur berapa kira-kira kemampuan daya beli masarakat. Mengukur kemampuan adalah hal yang sangat sulit, dan dibutuhkan pengalaman tersendiri diluar ilmu kefarmasian. Semakin tepat kemampuan kia dalam memilihkan harga, maka akan semakin senang masyarakat dalam menggunakan jasa kita.

Pabrikan, lebih mudah menawarkan produk obat non promo dari pabrikan besar yang mempunyai nama dari pada pabrikan kecil. Cuman biasanya harga mereka juga sedikit lebih mahal meskipun belum tentu mempunyai kualitas lebih baik.

Dari semua hal diatas, kejujuran adalah hal yang paling penting. Karena kejujuran adalah cerminan dari profesi yang profesional.

Perubahan daya beli adalah salah satu hal yang harus diantisipasi oleh para apoteker diapotek agar apotek dapat bertahan. Daya beli bisa naik atau turun dan keduanya harus mampu diatasi oleh apoteker yang berpraktek profesi di apotek. Bila kita sebagai profesi mampu mengatasi perubahan daya beli maka masyarakat akan diuntungkan dengan kesehatan yang lebih terjaga karena obat terjankau dan tetap produktif, maskipun mengunakan obat non promo. Dan hasil akhirnya apotek menjadi lebih eksis karena masyarakat menjadi lebih puas dan tetap mengunakan jasa kita.

MENOLAK TAWARAN DETAILER

MENOLAK TAWARAN DETAILER


Beberapa waktu yang lalu saya menolak tawaran obat dari detailer. Saat itu sang detailer membawa kemasan produk yang ditawarkan, karena dari awal memang saya tidak tertarik, maka saya cuma lihat kemasan itu. Saya bolak balik dan tertera dalam kemasan obat "simpan pada suhu antara 25 -30 derajat C". Saya ngomong saja ke detailer "coba baca ini, suhu di negara kita rata-rata berapa? obat kamu rusak apa enggak?". Sang detaier spontan menjawab "rusak". Terus saya lanjutkan, "kalau rusak kenapa dijual?" sambil saya tertawa. sang detailer diam tersenyum.

Banyak pada kemasan obat yang tetera tentang cara penyimpanan pada suhu antara 25-30 derajat Celcius atau bahkan lebih rendah dari itu. Tetapi kenyataanya secara umum tak sesuai dengan suhu lingkungan negara kita. Dalam hal ini sebenarnya tidak ada kesalahan pada obat, bila obat mulai proses sampai siap digunakan pada masyarakat disimpan pada suhu tersebut.

Yang menjadi pertanyaan apakah mungkin? jawabnya secara umum adalah "hampir tidak mungkin". PBF mungkin bisa menyediaakan AC pada gudangnya, tetapi pada PBF kecil akan kesulitan untuk menyiapkan mobil box yang dilengkapi AC pada boxnya. Padahal mobil box yang dijemur saat parkir bisa jadi mempunyai suhu yang mendekati 50 derajat Celius.

Seandainya mobil box pengiriman obat di pasang AC, maka apotek, toko obat, warung-warung, toko kelontong dan lain-lain penjual obat tak mungkin semuanya dipasangi AC. Seandainya semua itu dipasangi AC, tak mungkin semua masyarakat yang menyimpan obat dirumah akan menyiapkan AC atau lemari pendingin.

Suhu penyimpanan obat terkait dengan stabilitas. Dan seharusnya kita mengadakan penelitian ulang terhadap stabilitas obat yang disesuaikan suhu diberbagai tempat di negara kita. Mungkin range suhunya diperluas sampai beberapa derajat diatas 30 derajat Celcius. Seperti kita ketahui, dengan kenaikan suhu berarti waktu stabilitas obat atau bahan obat turun. Stabilitas turun berarti obat lebih cepat rusak, dan jangan-jangan sebenarnya obat sudah rusak saat sampai dipasien meskipun tanggal kedaluwarsa pada kemasan belum terlampaui.

Oleh karena itu sudah seharusnya bila ISFI dan HISFARMA juga perguruan tinggi farmasi ikut mengadakan penelitian akan hal tersebut agar masa hidup obat menjadi lebih sesuai dengan yang ditulis di kemasan, yang selanjutnya akan menjadi masukan buat pemerintah . Dengan ikut melakukan penelitian yang berbasis profesi di apotek seperti di atas, baik secara kuantitas maupun kualitas, maka pengembangan profesi akan menjadi lebih sesuai kebutuhan.

Senin, 30 Juni 2008

MASUKAN BILA PENERAPAN TATAP DILAKUKAN SECARA PARSIAL

MASUKAN BILA PENERAPAN TATAP DILAKUKAN SECARA PARSIAL



TATAP, Tiada Apoteker Tiada Pelayanan yang rencana akan diterapkan oleh Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia adalah suatu kebutuhan. Yang mana setiap pihak membutuhkan penerapan TATAP, baik masyarakat, profesi, pengusaha farmasi dan pemerintah. Akan tetapi penerapannya harus didasarkan pada hal-hal yang rasional, yang salah satunya adalah kecukupan jumlah tenaga kesehatan apoteker dan pemerataan.

Bila TATAP diterapkan saat ini secara penuh kepada semua apotek, maka perhitungan kasar kebutuhan apoteker adalah jumlah apotek di kalikan 2-3. sebagai ilustrasi, satu minggu ada 14 sip (untuk apotek yang buka 7 hari dalam satu minggu), dan seorang apoteker bisa bekerja antara 5-6 sip. Dan perhitungan kebutuhan apoteker per apotek adalah 14 dibagi 5, hasilnya adalah 3 apoteker. Pada apotek yang buka 24 jam ada 21 sip yang membutuhkan sekitar 4 orang apoteker.

Bila TATAP diberlakukan secara langsung, mungkin kebutuhan apoteker belum tercukupi, maka salah satu solusinya adalah diberlakukannya penerapan TATAP secara parsial atau sebagian. Untuk itu ISFI dan HISFARMA harus melakukan pemetaan guna pemerataan dan memberikan nilai, mana daerah yang harus didahulukan. Salah satu urutan yang bisa saya usulkan bila TATAP diberlakukan awal tahun 2009 adalah :
1. Apotek yang baru buka di daerah perkotaan dipulau jawa yang dinyatakan sudah jenuh. dimulai awal tahun 2009.
2. Apotek yang sudah lama yang ada di daerah perkotaan yang ada dipulau jawa yang dinyatakan sudah jenuh. dimulai pertengahan tahun 2009.
3. Apotek baru yang buka didaerah kecamatan dipulau jawa yang dinyatakan sudah jenuh. dimulai pertengahan tahun 2009
4. Apotek yang sudah lama yang ada didaerah kecamatan dipulau jawa yang dinyatakan sudah jenuh. dimulai awal tahun 2010
5. Semua apotek harus sudah menerapkan TATAP pada pertengahan tahun 2010

Usulan saya ini baru bersifat empiris dan dikaji ulang dengan penelitian sebelum diterapkan. Sudah sewajarnya bila penelitian dalam hal semacam ini juga menjadi tanggung jawab ISFI dan HISFARMA demi pembangunan kesehatan. Hal-hal lain yang juga diperhatikan antara lain adalah tingkat pendidikan kesehatan masyarakat dan tingkat ekonomi masyarakat. Dan pada kedua hal tersebut justru akan meningkat bila TATAP diberlakukan. Karena TATAP membawa misi meningkatkan tingkat pendidikan kesehatan masyarakat yang selanjutnya akan meningkatkan derajat kesehatan. Pada derajat kesehatan yang tinggi maka tingkat ekonomi juga akan meningkat.

Yang perlu digaris bawahi dalam tulisan ini adalah, bagaimanapun juga TATAP adalah suatu kebutuhan bagi kita semua. Oleh karena itu ISFI harus secepatnya melakukan penelitian-penelitian dan kajian-kajian yang terkait TATAP demi tercapainya indonesia sehat 2010.