Tampilkan postingan dengan label PP no 51 Tahun 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PP no 51 Tahun 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Oktober 2009

KEBERADAAN PENDAMPING BISA MELAKUKAN PRAKTEK SAMPAI DI 3 APOTEK PADA PP NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

KEBERADAAN PENDAMPING BISA MELAKUKAN PRAKTEK SAMPAI DI 3 APOTEK PADA PP NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN



Pasal 54
(1) Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi
farmasi rumah sakit.
(2) Apoteker pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.

Ada banyak beberapa keuntungan dengan diperbolehkannya apoteker pendamping melakukan praktek sampai pada 3 apotek, yang antara lain :

1. Dengan adanya pendamping dan pendamping boleh melakukan praktek sampai 3 tempat pratek, akan meningkatkan komunikasi profesi antar apoteker yang ujung ujungnya justru akan menguntungkan apoteker itu sendiri. Karena akan menjadikan apoteker lebih mudah untuk saling bertukar pikiran dan selanjutnya kualitas apoteker akan menjadi lebih baik. Dampak selanjutnya tentu saja pelayanan kepada pasien juga akan menjadi lebih bagus, karena apoteker menjadi lebih berkualitas.
2. memudahkan apotek dalam mencari pendamping, terutama pada masa peralihan ini dan pada apotek yang berada di daerah pinggiran. Seperti kita ketahui saat ini, umumnya para apoteker inginnya bekerja pada apotek yang berada di kota dan pada apotek besar. Pada apotek yang terletak di daerah pinggiran saat ini sulit mencari apoteker pendamping bahkan mencari asisten apotekerpun di daerah pinggiran terkadang sulit.
3. Pemerataan apotek dalam memenuhi rasio jumlah apoteker terhadap jumlah penduduk. Pada daerah yang jumlah penduduknya hanya membutuhkan apoteker satu lebih setengah atau dua sepertiga dan lain sebagainya, kekurangan apoteker bisa diisi oleh apoteker pendamping. Suatu misal apotek yang ada dipinggiran yang melayani penduduk dengan jumlah sekitar 15.000 orang, bila rasio 1:10.000, maka secara teoritis dibutuhkan 1 lebih setengah apoteker. Pada daerah semacam ini bisa jadi apoteker pendamping dalam bekerja membantu APA tidak harus satu minggu penuh, mungkin cukup 3 hari saja dalam satu minggu. Selanjutnya harapan pemerataan apotek dan apoteker menjadi lebih mudah terpenuhi.
4. dan mungkin akan masih ada beberaa kelebihan lagi dari diijinkanya apoteker pendamping bisa bekerja pada lebih dari satu tempat layanan kefarmasian/apotek. Dan semoga kesempatan ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh kita para apoteker.

Dengan pengaturan apoteker pendamping ini, maka kerja sama antar apoteker akan menjadi sesuatu hal yang menjadi penting. Karena tidak menutup kemungkinan pada satu apotek akan diisi oleh lebih dari 4 atau 5 apoteker. Dan bagaimanapun juga dengan adanya pendamping yang boleh melakukan praktek lebih dari satu apotek akan menjadikan beberapa permasalahan profesi lebih mudah terselesaikan.

Minggu, 27 September 2009

PP no 51 Tahun 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

PP no 51 Tahun 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN



Bagaimanapun juga keluarnya PP no 51 Tahun 2009 adalah apresiasi positif pemerintah terhadap layanan kesehatan dibidang kefarmasian. Demi pembangunan kesehatan manusia seutuhnya, maka PP ini bisa dikatakan sebagai bagian dari langkah pemerintah berbenah dalam pemabangunan kesehatan, sehingga pembangunan kesehatan tidak hanya terkesan hanya bertumpu pada satu pilar, yaitu ilmu kedokteran saja.

Seperti kita ketahui, tidak mungkin dalam menjalankan pembangunan dibidang kesehatan, kita hanya bertumpu pada satu pilar saja, tetapi kita harus bisa saling melengkapi dan bersinergis. Peran apoteker diapotek yang selama ini masih ada yang hanya numpang nama saja, dengan PP ini diharapkan bisa lebih lagi dalam mengapresiasikan profesinya dengan lebih berperan aktif didalam pembangunan kesehatan dengan menjalankan profesinya secara utuh. Sehingga peran para apoteker lebih bisa dirasakan oleh masyarakat secara lebih luas.

Dengan adanya PP ini pekerjaan kefarmasian oleh apoteker secara otomatis menjadi lebih berat dan lebih dituntut untuk lebih bertanggung jawab didalam menjalankan profeinya. Oleh karena itu sudah sewajarnya bila dari sebagian kita yang terlibat didalam pelayanan kesehatan dibidang kefarmasian untuk lebih mempersiapkan diri agar tidak terlalu “terkejut” dengan adanya perkembangan peraturan. Bagaimanapun juga penyelenggaraan upaya kesehatan oleh swasta tidak bisa hanya dinilai dengan nilai bisnis semata, dan usaha dibidang ini sudah sewajarnya bila sarat dengan peraturan yang mengikat. Sarat dengan peraturan demi nilai kemanusiaan dan kepentingan masyarakat.

Setiap kali ada perubahan didalam peraturan bisa jadi akan merubah pola kelola. Sehingga dampaknya bisa jadi akan sangat mempengaruhi usaha itu sendiri. Tetapi sekali lagi demi nilai kemanusiaan sudah sewajarnya bila peraturan didalam bidang kefarmasian selalu tumbuh kearah yang lebih baik, kearah yang lebih mendukung pembangunan kesehatan seutuhnya tetapi tetap memperhatikan nilai investasi agar tidak ditinggalkan oleh para investor. Mengigat keberadaan apotek di negara kita sebagian besar diusahakan oleh peran serta masyarakat pemilik modal. Yang juga seharusnya menjadi catatan bagi pemilik modal dalam peran sertanya adalah tetap menghargai profesionailsme dari profesi dan kepentingan masyarakat akan layanan demi kepentingan masyarakat luas.

Bila selama ini ada pemilik modal yang terkesan lebih menguasai apotek dengan tidak atau kurang memperhatikan nilai-nilai layanan, seharusna dengan PP ini pengusaha lebih dapat berlaku bijak. Sudah sewajarnya bila pemilik modal juga tunduk keada aturan-aturan yang berkembang. Toh semua itu juga demi kemajuan bangsa.

Peraturan yang mendorong berjalannya profesionalisme didalam layanan kesehatan dibidang kefarasian seharusnya menjadi sesuatu hal yang ditunggu tunggu oleh masyarakat. Dan seharusnya masyarakat juga ikut mengapresiasikannya dengan tidak mencari obat di apotek yang tidak ada apotekernya dan selalu menanyakan informasi mengenai obat kepada apoteker di apotek. Sudah sewajarnya bila masyarakat mulai diajarkan untuk mulai sadar dalam menggunakan obat dengan tepat dan aman.

Selama ini belum semua masyarakat merasa membutuhka informasi tentang obat yang digunakan yang salah satunya disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan kesehatan masyarakat dibidang kefarmasian. Dengan PP ini semoga masyarakat menjadi lebih sadar dan lebih cerdas dalam menghadapi masalah kesehatan terutama dalam bidang kefarmasian.

Selanjutnya, marilah kita mengapresiasikan PP ini dengan penuh dedikasi. Demi kemajuan kita bersama. Semoga langkah bijak dari pemerintah ini menjadikan semua pihak mengambil tempatnya masing-masing agar PP ini bisa lebih optimal dalam memberikan arti dari nilai pemangunan kesehatan bangsa.