Jumat, 01 Juli 2011

PASIEN

PASIEN


Pemaknaan pasien bagi apoteker mungkin berbeda dengan tenaga kesehatan lain. Karena profesi apoteker adalah spesifik dan berbeda dengan tenaga kesehatan lain maka dalam hubungan pasien-apoteker tidak dapat dimaknai dengan hubungan pasien-dokter, atau hubungan paisien-perawat. Karena ada batasan-batasan perbedaan kompetensi dalam menjalankan praktek profesi masing-masing.

Pada hubungan pasien-apoteker, pasien dapat dimaknai sebagai anggota masyarakat yang memanfaatkan jasa apoteker untuk tujuan sehat, sesuai dengan kompetensi apoteker. Yang mana hubungan tersebut terkait kepuusan, tindakan dan pekerjaan profesi. Sehingga pada batasan ini seorang apoteker sangat tidak boleh memaknai hubungan pasien-apoteker dengan hubungan pasien-tenaga kesehatan lain. Bisa jadi akan sangat berbeda maknanya.

Dalam mengembangkan farmasi komunitas, seharusnya kita tidak “dalam bayang-bayang” tenaga kesehatan lain. Termasuk dalam memaknai pasien. Kita harus mampu memaknai pasien sesuai pelayanan profesional yang mampu kita lakukan. Bukannya kita menonjolkan ego profesi, tetapi kita menonjolkan kompetensi profesi yang telah kita kembangkan. Hal ini sebagai bentuk kepedulian apoteker terhadap kepentingan masyarakat luas.

Pengembangan profesi bukan untuk mengembangkan ego, tetapi untuk mengembangkan kepedulian profesi terhadap kepentingan masyarakat luas. Janganlah menjadikan materi sebagai barometer keberhasilan pengembangan ini, tetapi ketercukupan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kefarmasianlah yang seharusnya menjadi barometer.

Dengan demikian, pasien dimata apoteker adalah setiap orang sakit atau sehat yang membutuhkan layanan profesional kefarmasian untuk meningkatkan kualitas kesehatannya, baik dengan menggunakan tools (sediaan farmasi), atau hanya sebatas informasi untuk edukasi.

Selasa, 24 Mei 2011

PENGAKTUALAN ILMU

PENGAKTUALAN ILMU

Tidak salah, ternyata banyak manfaat yang bisa saya ambil karena mengikuti kuliah S2 manajemen dan kebijakan farmasi. Banyak sekali pengaktualan ilmu terkait praktek profesi di apotek. Yang banyak menyita tenaga dan pikiran untuk itu. Sangat-sangat menarik dan sesuai dengan kebutuhan praktek profesi. Dari kaca mata farmasi masyarakat, semua sangat-sangat bagus.

Sangat terkesima, ternyata banyak hal terkait praktek dikomunitas yang selama ini kita tidak tahu, menjadi tahu logika-logika dasar penyusun praktek tersebut. Banyak juga yang selama ini kita abaikan dan tidak kita anggap penting, ternyata adalah sangat-sangat penting. kesibukan dalam belajar dan mengerjakan tugas menjadi saya kurang produktif menulis. bukan karena tidak ada ide, tetapi justru terlalu banyak ide sehingga bingung memulai dari mana.

selama ini blog hanya saya isi konseptual praktek profesi dan saya selalu berpikir holistik. tetapi setelah mendapat mata kuliah filsafat, saya merasa apa yang saya tulis kuranglah holistik. Dan dasar-dasar penulisan saya di blog ini mungkin juga kurang kuat pada beberapa hal. Saya merasa sangat berutung bertemu banyak guru. Apa yang kita cari selama bertahun-tahun, ternyata hanya butuh waktu beberapa jam tatap muka saja. demikian ini juga dirasakan oleh sejawat yang lain.

Semakin dalam kuliah, semakin banyak tugas dan semakin tersesat saya dalam ilmu nyata praktek profesi yang lebih baik. Semoga saya bisa memanfaatkan kuliah Manajemen dan Kebijakan Farmasi ini, untuk diri saya sendiri, keluarga, masyarakat, sejawat dan bangsa.

Sabtu, 19 Maret 2011

MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN FARMASI

MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN FARMASI

Akhir-akhir ini blog kurang aktif, karena adminnya lagi memnyiapkan pendidikan S2. bidang ilmu farmasi, minat “Manajemen dan Kebijakan Farmasi”. Saat ini kuliah sudah dimulai dan kesan pertama begitu menggoda. Banyak hal menarik. Saat kita berbagi dengan sejawat lain, tidak sedikit yang mempunyai ketertarikan pada minat Manajemen dan kebijakan Farmasi.

Yang menarik pertama, kegiatan membuka apotek dan di dalamnya ada praktek profesi sangat peka terhadap perubahan kebijakan. Padahal setiap Negara selalu ada perubahan kebijakan yang tentunya ini sedikit banyak akan mempengaruhi jalannya usaha dan praktek profesi. Oleh karenanya mempersiapkan diri sebelum perubahan adalah lebih baik, sehingga perubahan kebijakan ke arah yang lebih baik tidak lagi dianggap sebagai penghambat. Tetapi bagaimana kita dapat menjadikan ini justru sebagai peluang.

Sebagai bagian dari masyarakat modern yang menerima perubahan sebagai hal yang lebih manusiawi, Manajemen dan Kebijakan Farmasi adalah pilihan tepat. Mungkin ini juga merupakan hal yang menarik bagi sebagian sejawat. Yang ingin lebih maju beberapa langkah.

Yang berikutnya dari manajemen, hampir semua sendi kehidupan membutuhkan suatu pengelolaan yang baik. Oleh karena itu manajemen menjadi sangat penting guna meningkatkan daya unggul kita. Daya unggul yang meningkat akan meningkatkan daya saing.

Minat ini sementara saya pahami sebagai minat yang tidak hanya menarik bagi anggota farmasi komunitas, tetapi juga bagi banyak sejawat di seminat lain. Karena secara umum semua minat dalam farmasi selalu bersentuhan dengan kebijakan dan manajemen. Manajemen tidak dapat dilepaskan begitu saja dari kebijakan dan kebijakan juga membutuhkan manajemen.

Semoga kuliah kami bermanfaat bagi kami sendiri, keluarga dan masyarakat disekitar kami. Belajar dari ayunan sampau liang lahat. Be a long life learner.

Sabtu, 19 Februari 2011

HARGA OBAT NAIK ?? BAGAIMANA SOLUSINYA ??

Siang ini sabtu 19 feb 2010 jam 12.30 saya melihat berita di televisi swasta nasional yang membahas tentang kenaikan harga obat.

Dibeberapa media elektronikpun juga dibahas tentang kenaikan harga obat ... kutipannya sbb : Obat, baik generik maupun paten, hampir setiap tahun harganya naik, bisanya karena faktor inflasi dan biaya produksi. Terakhir, kenaikan terjadi januari sebulan lalu, ketika pemerintah menaikkan harga obat hingga 10%. Beberapa obat yang mengandung parasetamol kenaikan bahkan mencapai 43%. berita selengkapnya lihat di sini

Obat adalah hasil produk industri yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital masyarakat banyak, sebagai pemakai masyarakat terkadang tidak tahu apa alasan kenaikan harga obat, yang masyakat tahu pada saat dia sakit dan membutuhkan obat mereka merasa tidak mampu atau terpaksa hanya bisa menebus sebagian dari resep dokter.
Permasalahan klasik ini sebenarnya terjadi berulang-ulang. Dan sebenarnya tidak perlu dirisaukan dan tidak perlu khawatir, kenaikan harga obat adalah hal yang biasa. Yang tidak biasa adalah kalau masyarakat tidak menemui apotekernya yang ada diapotek. Kalau dulu dengan sedikitnya apoteker memang agak susah menemui apoteker diapotek, namun sekarang dengan telah bergesernya paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented ke patient oriented menjadikan tantangan tersendiri bagi apoteker untuk memberikan pelayanan terbaiknya bagi pasien/masyarakat.

Dan akan banyak manfaatnya apabila masyarakat mau berkonsultasi dengan apoteker mulai mendapatkan alternative pengobatan yang terbaik juga mendapatkan alternative biaya yang terjangkau.
Sebagai contoh apabila masyarakat sakit batuk pilek disertai panas tinggi apabila masyarakat menebus resep obat bisa jadi akan mengeluarkan kocek puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Demikian halnya bila menderita tekanan darah tinggi, diabetes dsb yang memaksa Pasien harus mengkonsumsi obat terus menerus.
Namun kalau masyarakat biasa memanfaatkan konsultasi dengan Apoteker, masyarakat akan mendapat solusi dan penjelasan yang terbaik dari apoteker pada saat menebus resep atau mendapatkan obat ... ok

Kalau bisa konsultasi dengan apoteker kenapa tidak?

baca juga di http://www.apotekerindonesia.blogspot.com/ atau http://www.suaraapoteker.blogspot.com/

Rabu, 08 Desember 2010

PEMETAAN APOTEK SEBAGAI PENGATURAN DAN PEMERATAAN LAYANAN KEFARMASIAN

PEMETAAN APOTEK SEBAGAI PENGATURAN DAN PEMERATAAN LAYANAN KEFARMASIAN



Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan primer yang semakin lama semakin dirasakan kebutuhannya oleh masyarakat. Sebagai salah satu indikasinya (untuk jawa) adalah semakin menjamurnya apotek sampai daerah kecamatan dan bahkan pada beberapa apotek sudah mulai berani berdiri lebih jauh dari kota kecamatan.

14 tahun yang lalu saat saya mendirikan apotek di kota kecamatan yang berstatus daerah tertinggal, banyak sekali yang mencemooh dan mengatakan tidak akan pernah laku. Sekarang di kecamatan saya sudah ada 5 apotek yang berdiri. Dan omset apotek saya sampai saat ini belum berkurang secara bermakna dan pertumbuhan pertahunnya masih bisa dirasakan, meskipun pertumbuhannya tidak sebesar tahun-tahun awal saya mendirikan apotek.

Jumlah seluruh apotek di kabupaten dimana apotek saya berdiri 14 tahun yang lalu ada 8, dan apotek saya adalah yang ke-9. Sekarang jumlah apotek sudah melebihi angka 80 dan masih ada beberapa lagi yang masih dalam proses perizinan. Peningkatan pertumbuhan apotek yang cukup pesat. Bila pertumbuhan itu kita hitung dengan deret ukur, maka bisa diasumsikan dalam 14 tahun ke depan jumlah apotek akan mendekati angka 160. Bila kita menggunakan deret geometrik, mungkin bisa diasumsikan dalam 14 tahun menjadi sebesar sepuluh kali lipat atau bisa mencapai 800.

Pertambahan jumlah apotek yang cukup besar ini menjadi kekhawatiran juga dari berbagai pihak termasuk para pemodal, apoteker, mungkin juga pemerintah didalam memfasilitasi dalam membuka lapangan pekerjaan. Oleh karena itu pengaturan dan pemetaan kebutuhan layanan kefarmasian dari apotek harus mulai disusun dengan cara-cara yang benar dan tepat. Semua demi kepentingan kita bersama, juga kepentingan para masyarakat sebagai penguna jasa.

Tujuan Pemetaan Apotek
Tujuan pemetaan apotek adalah untuk mempermudah pengaturan, penataan dan pengembangan layanan kefarmasian yang didasarkan pada nilai-nilai dan kenyataan nyata yang ada di lapangan.

Manfaat Pemetaan Apotek
1. Melindungi masyarakat, karena pemetaan bisa diharapakan mampu meningkatkan kualitas layanan kefarmasian.
2. Bagi apoteker, peluang kerja, pengembangan diri dsb lebih bisa diperkirakan.
3. Melindungi bisnis apotek, karena kebutuhan apotek dan apoteker lebih bisa diperhitungkan dengan rasional. Biaya investasi dan pengembalian modal lebih mudah diperkirakan sehingga resiko bisnis lebih dapat ditekan. Pengembangan bisnis juga menjadi lebih bisa menjanjikan.
4. Mempermudah bagi pemerintah didalam pengaturan, penataan, pembinaan, pemerataan dan pengembangan guna mendukung sistem kesehatan yang terintegrasi.
5. PT farmasi sebagai penghasil apoteker akan lebih mudah didalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas apoteker baru.
6. Bisnis terkait farmasi komunitas menjadi lebih mudah dalam menghitung peluang dan resiko, juga dalam pengembangan.
7. Organisasi profesi akan menjadi lebih mudah dalam pembinaan, pengembangan, dan pengaturan. Juga lebih jelas arah memperjuangkan kesejahteraan apoteker dan koordinasi dengan berbagai pihak.Bagaimanapun juga, seseorang tidak bisa berdiri sendiri, demikian juga profesi, akan ada saling ketergantungan dengan lingkungan. Sehingga koordinasi dengan berbagai pihak menjadi sangat penting dan pemetaan menjadi hal dasar yg juga harus dikembangkan.

Pemetaan Apotek

Pemetaan Apotek yang saya maksud adalah menghitung kebutuhan nyata apotek pada suatu daerah, keberadaan daerah terhadap kebutuhan layanan kefarmasian. Sehingga pengaturan, penataan dan pemerataan layanan kefarmasian menjadi lebih rasional dan berdasarkan kepentingan masyarakat akan kesehatan.

Pemetaan apotek merupakan bagian dari pemetaan permasalahan kesehatan bidang kefarmasian. Yang mana penggambaran keberadaa apotek dan kebutuhannya pada suatu wilayah diharapkan akan mampu memberikan arah dalam mengambil kebijakan atau keputusan terkait perkembangan dan pengembangan apotek pada semua lini. Dan ini kedepannya dapat menjadi data awal bagi pemerintah, organisasi profesi, penanam modal juga bagi PT farmasi.

Selama ini, bisa dikatakan sangat sulit mengumpulkan data apotek, karena data apotek masih hanya menjadi kebutuhan organisasi didalam membina anggotanya. Dengan sistem pemetaan apotek yang lebih baik, diharapkan pengumpulan data akan menjadi lebih mudah bagi siapa saja, karena data menjadi kepentingan bersama. Kepentingan bersama antara profesi, organisasi profesi, pemerintah, PT farmasi juga pengusaha. Bahkan masyarakatpun bisa jadi akan membutuhkan data dari pemetaan tersebut.

Saat ini, konsep pemetaan apotek yang yang dikembangkan sudah saatnya menjadi kebutuhan yang mendesak dan didasarkan pada data-data yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diukur. Semisal didasarkan pada jumlah penduduk, tingkat keramaian suatu wilayah seperti pasar, keberadaan sarana kesehatan lain dsb. Dengan harapan akan lebih memberikan nilai-nilai keadilan bagi semua pihak seperti profesi dan pemilik modal, juga bagi masyarakat. Bagaimanapun juga masyarakat sebagai pihak yang lemah memerlukan perlindungan dari pemerintah dan organisasi profesi dengan menyediakan sarana kesehatan apotek yang layak, merata serta tejangkau.

I.Pemetaan Berdasarkan Jarak Antar Apotek

Beberapa masukan yang pernah diterapkan didalam mengatur jumah apotek agar pemerataan dapat berjalan dengan baik adalah dengan mengatur jarak. Kelemahan pengaturan dengan jarak salah satunya adalah adanya perbedaan kepadatan jumlah penduduk. Selain itu juga pengaruh dari sarana kesehatan lain yang membutuhkan keberadaan apotek.

Seperti kita ketahui banyak apotek yang ingin berdiri didekat RS atau tempat keramaian seperti pasar dll. Luasan daerah sekitar pasar yang ramai umunya hanya beberapa ratus meter dari pasar, dan bila pemetaan mengunakan jarak bisa jadi apotek kedua dan selanjutnya akan menerima daerah yang dianggap kurang menguntungkan.


II. Pemetaan Berdasarkan Jumlah Penduduk Per Luasan Wilayah

Pemetaan berdasarkan jumlah penduduk luasan wilayah tertentu dapat dihitung berdasarkan perkiraan kemampuan maksimal apoteker dalam melayanani masyarakat dengan asumsi setiap 10.000 penduduk 1000-2000 diantaranya membutuhkan layanan kefarmasian setiap bulannya. Bila kita mengasumsikan setiap satu bulan ada 25 hari kerja, maka akan ada 40-80 kunjungan dalam setiap hari.

Kelemahan model ini adalah mobilitas masyarakat yang dalam mencukupi kebutuhan layanan kermasian terkadang memilih apotek didaerah lain yang disebabkan oleh beberapa hal. Kesadaran penduduk akan kesehatan terkait sediaan farmasi tidak merata pada setiap daerah dan tingkat ekonomi juga tidak merata, ini juga mempengaruhi model ini.


III Pemetaan Berdasarkan Jumlah Kunjungan

Pemetaan berdasarkan jumlah kunjungan bisa juga dilakukan. Bila kita mengasumsikan apoteker hanya mampu ideal melayani 40-80 pasien perhari, maka bila ada lebih dari 80 kunjungan harus ada Aping yang membantu dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian.

Kelemahan model ini adalah, pada apotek yang mempunyai manajemen kurang bagus bisa jadi jumlah kunjungan tidak mewakili kebutuhan layanan nyata. Karena mereka yang kurang puas bisa saja akan memilih sarana kesehatan lain atau mendiamkan penyakitnya.


IV. Pemetaan Berdasarkan Rasionalisasi Investasi

Apotek bisa juga dikatakan sebagai usaha layanan kesehatan yang tidak boleh lepas dari nilai-nilai sosial. Oleh karena itu, apotek didalam menjalankan usaha tidak boleh dominan perdagangan agar tidak menghancurkan sistem layanan kesehatan yang menopang sistem kesehatan bangsa. Selanjutnya pemetaan berdasarkan pada nilai-nilai investasi juga dapat dikembangkan.

Pengaturan jumlah apotek berdasar pada rasionalisasi investasi bisa jadi diperlukan guna melindungi nilai-nilai investasi yang selanjutnya dapat diharapkan masyarakat mau ikut berinvestasi dalam bidang kesehatan. Dengan pengaturan bisa diharapkan persaingan akan lebih mengarah pada kualitas layanan bukan pada perdagangan bebas, karena bagaimanapun juga perdagangan bebas dapat menyebabkan pengusaha kecil akan enggan masuk dalam usaha perapotekan dan pengusaha besar akan semakin kuat. Padahal pengusaha kuat umumnya hanya mau berinvestasi bila menguntungkan saja dan kualitas layanan sering kali dinomorduakan. Tidak mungkin apotek wara laba akan mau masuk sampai ke pelosok desa, padahal banyak pengusaha kecil yang mau masuk sampai ke pelosok desa, meskipun bila dilihat dari sisi investasi mungkin kurang menguntungkan.

Harga murah bukan berarti menguntungkan, tetapi kualitas layanan yang baik sudah pasti akan sangat menguntungkan masyarakat. Pengaturan apotek agar kualitas layanan dapat dijaga harus dilakukan. Dan selanjutnya pengusaha juga mendapat perlindungan agar tidak enggan berinvestasi dibidang kesehatan, khususnya kefarmasian.

Pemetaan Apotek Ke depan

Pemetaan apotek ke depan harus melibatkan segala aspek. Aspek profesi menjadi hal yang tidak boleh ditinggalkan, demi nilai-nilai kemanusiaan. Karena meninggalkan aspek profesi berarti juga meninggalkan aspek layanan kesehatan dan meninggalkan aspek layanan berarti akan merugikan masyarakat, merugikan masyarakat berarti merugikan bangsa dan negara.

Pemetaan guna mengatur pendirian apotek menjadi sangat perlu, karena apotek bukanlah usaha perdagangan. Meskipun kran perdagangan bebas dibuka, pembukaan apotek tidak boleh serta merta hanya mempertimbangkan orientasi bisnis, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai manusiaan dan pemerataan akan layanan kesehatan. Dengan demikian, pendirian apotek ke depan sebagai bagian dari usaha pemerataan pelayanan kesehatan. Pendiriannya harus diatur dengan mempertimbangankan akan kebutuhan layanan kesehatan. Persaingan apotek hanya diarahkan sedapat mungkin hanya pada hal-hal terkait kualitas layanan, bukan persaingan pada usaha-usaha perdagangan.

Dengan mempertimbangkan untuk mengkombinasikan semua masukan dari para profesional maka pemetaan untuk sementara saya usulkan dengan istilah “menghitung kebutuhan layanan kefarmasian dengan model blok”. Model blok yang saya maksud adalah dengan mendasarkan wilayah tertentu (blok) terhadap kebutuhan tenaga kefarmasian dan investasi sehingga pengaturan bisa diharapkan lebih rasional. Disini menurut saya tidak menutup kemungkinan masukan dari para profesional, karena merekalah yang sebenarnya lebih paham dari saya pribadi. Sebagai masukan tentu akan sangat banyak kekurangan, tetapi setidaknya dalam harapan saya, masukan saya ini bisa menjadi salah satu pertimbangan demi kemajuan profesi apoteker di Indonesia.

Wilayah tertentu dalam perhitungan blok bisa berarti kota, kecamatan, desa, perumahan atau wiayah lain yang bisa ditentukan atau diukur akan kebutuhan layanan kefarmasian oleh apoteker. Secara ekonomis, pendirian apotek sejumlah apoteker akan lebih mahal bila dibandingkan dengan mendirikan apotek sejumlah kebutuhan layanan. Dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan layanan, maka keberadaan apoteker didalam pendirian apotek bisa lebih dari seorang. Mungkin saja dalam apotek akan ada lebih dari 5 orang apoteker tergantung besar dan kecilnya apotek, juga banyak dan tidaknya jumlah layanan dalam satuan waktu. Mungkin ini termasuk hal baru bagi sebagian apoteker dalam membuat perhitungan untuk pemetaan, oleh karena itu akan ada baiknya bila ini dikaji lebih jauh agar bisa menjadi salah satu pertimbangan didalam mengembangkan praktek profesi apoteker ke depan.

Perhitungan kebutuhan apoteker dalam satu wilayah (A), bisa kita lakukan dengan membuat asumsi tingkat potensi kunjungan penduduk ke apotek yang di gambarkan dalam persentase (P) dikalikan konstanta wilayah (K) dibandingan dengan rasionalisasi nasional kemampuan apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (R). Yang selanjutnya bisa digambarkan dengan rumus :

A = (jumlah penduduk x P x A) : R

Sebagai contoh, semisal dalam satu kecamatan dengan jumlah penduduk 50.000, dengan asusmsi tingkat kunjungan 20% dan konstanta wilayah 0,7. dan ketetapan rasionalisasi nasional sebesar 1500 layanan perbulan, maka

A= (50.000 x 20% x 0,7) : 1500

A=4,67
maka kebutuhan apoteker didalam wilayah tersebut adalah 5 apoteker.

Angka tersebut bisa saja berubah bila ada perubahan P yang dipengaruhi oleh banyak hal atau ada perubahan K yang seharusnya ditetapkan oleh IAI dan pemerintah. Sebagai pengendali rumus tersebut digunakan rumus rasionalisasi kebutuhan apoteker (RA) dalam apotek. Yang mana rumus rasionalisasi kebutuhan apoteker juga di hitung berdasarkan jumlah kunjungan nyata ke apotek dalam periode tertentu (J) di bagi rasionalisasi kemampuan apoteker didalam melakukan pekerjaan kefarmasian (R).

RA = J : R

Semisal dalam kenyataan di kecamatan tersebut diatas ada 3 apotek, yang satu apotek mempunyai tingkat kunjungan 5000 per bulan. Maka

RA = 5000 : 1500
RA = 3,3

Maka kebutuhan apoteker dalam apotek tersebut minimal adalah 4 orang. Hal ini kita usulkan juga karena ada kemungkinan salah satu apotek yang didirikan pada wilayah tertentu mempunyai daya tarik lebih yang menyebabkan tingkat kunjungan lebih dari yang lain. Untuk memenuhi keadilan dalam biaya operasional salah satunya, maka hal-hal tersebut seharusnya juga kita perhatikan.

Demikian masukan saya dalam hal pemetaan, semoga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan didalam membangun praktek profesi.

(naskah ini juga saya muat pada hisfarma.blogspot.com)

Minggu, 28 November 2010

KELUARGA SEHAT INVESTASI BANGSA

KELUARGA SEHAT INVESTASI BANGSA


Maksud dari sehat bukan hanya fisik, tetapi juga sosial, ekonomi, dsb. Keluarga yang merupakan unit terkecil didalam keluarga, bisa jadi akan lebih memudahkan didalam program membangun sistem kesehatan yang terintegrasi. Mulai dari keluarga inilah peran pemerintah seharusnya dilakukan didalam membangun kesehatan bangsa.

Tema pemerintah didalam menyambut HKN dengan “ Keluarga Sehat Investasi Bangsa “ adalah sangat tepat, tidak hanya disaat sekarang, tetapi juga disaat yang akan datang. Tetapi yang akan menjadi pertanyaan adalah, sudahkah sistem yang dibangun oleh pemerintah sudah tepat? Bila sudah, apakah seluruh profesi kesehatan sudah mampu mengambil porsinya dengan tepat?

Tema selalu enak didengar dan diucapkan, tetapi akan sulit untuk dilaksanakan. Hal ini bisa jadi karena hal yang sangat komplek yang salah satunya terkait pada konsep yang dibangun oleh pemerintah disemua lini, karena setiap lini bisa jadi sangat terkait dan berhubungan. Dan organisasi profesi kesehatan seharusnya juga tergerak untuk mendukung semua konsep yang sedang dibangun oleh pemerintah, baik secara bersama dengan pemerintah atau pihak lain atau dibangun secara mandiri. Dan janganlah kita sebagai tenaga kesehatan hanya menunggu juknis yang kadang terlambat turun, tetapi kita harus selalu bisa mengambil inisiatif cepat dan tepat yang sinergis.

Peran apoteker didalam investasi bangsa sangat besar, karena peran apoteker didalam menudukung keluarga yang sehat. Ada atau tidak kampanye kesehatan terkait kesehatan keluarga, apoteker tetap bertugas mengawal kesehatan keluarga di sekitar apotek atau sarana kesehatan lain tempat apoteker melakukan pengabdian profesinya. Hal yang paling sederhana adalah KIE, yang mana didalam pelayanan kefarmasian edukasi seharusnya selalu dilakukan. Karena edukasi ini adalah bagian dari program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan demikian apotek juga menjadi tempat pendidikan nonformal bagi masyarakat dibidang kesehatan.

Peran sebagai penyuluh kesehatan sudah seharusnya melekat pada diri apoteker yang melakukan praktek profesi di komunitas. Diakui atau tidak peran apoteker adalah sangat penting dan kita para apoteker memang tidak butuh pengakuan akan hal ini, yang kita butuhkan adalah apresiasi dari masyarakat agar menggunakan jasa. Setidaknya peran edukasi bisa meningkatkan kesadaran masyarakat guna lebih bisa melakukan preventif. Juga masyarakat lebih bisa melakukan kuratif dengan benar. Yang tidak kalah penting adalah mampu meningkatkan kesadaran masyarakat agar mengakses sarana kesehatan disaat ada gangguan kesehatannya. Sarana kesehatan ini termasuk apotek disamping dokter praktek, praktek bidan, puskesmas dll.

Kebiasaan masyarakat dalam menyimpan obat juga menjadi salah satu target didalam edukasi kepada masyarakat dengan slogan dari IAI “DAGUSIBU”, dapatkan gunakan simpan dan buang obat dengan benar. Semoga keluarga sehat juga bisa terwujud disekitar tempat pengabdian apoteker.

Jumat, 08 Oktober 2010

PERAN EVIDENCE BASED PRACTICE DALAM MENGOPTIMALKAN PENGUNAAN OBAT PADA SWAMEDIKASI

PERAN EVIDENCE BASED PRACTICE DALAM MENGOPTIMALKAN PENGUNAAN OBAT PADA SWAMEDIKASI



Bergesernya orientasi bisnis pelayanan kesehatan pada farmasi komunitas, yang dulu berorientasi pada resep dan barang, sekarang sebagian mulai berorientasi pada produk otc dengan konseling selain sekedar resp. Pergeseran ini menyebabkan juga ada pergeseran akan kebutuhan manajemen didalam pengelolaan apotek juga pergeseran kompetensi yang dibutuhkan. Bila dulu lebih mengarah hanya sekedar PIO yang mana jalannya komunikasi lebih sering mengalir dari atas kebawah, sekarang komunikasi harus berajalan seimbang antara apoteker dan klien.

Komunikasi dua arah inilah yang akhirnya menjadi dasar pada pengembangan ilmu konseling di farmasi komunitas. Banyak diantara kita para praktisi komunitas mulai mengembangkan teknik-teknik konseling guna meningkatkan efektifitas pada proses konseling. Dan untuk mendapatkan koseling yang efektif, para apoteker praktisi di komunitas harus selalu melatih menggunakan teknik-teknik konseling yang dibutuhkan pada praktek komunitas.

Konseling kefarmasian yang merupakan usaha dari apoteker didalam membantu masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya kesehatan yang umumnya terkait dengan sediaan farmasi agar masyarakat mampu menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan kemampuan dan kondisi masyarakat itu sendiri.. Konseling kefarmasian bukan sekedar PIO dan konsultasi, tetapi lebih jauh dari itu.

Pada swamedikasi yang umumya menggunakan produk otc, konseling sangat berperan dalam mengoptimalkan pengunaan obat. Pada praktek apoteker komunitas, konseling tidak boleh dilepaskan dari“evidence based practice”. Eviden Based Practice tidak hanya berperan pada swamedikasi tetapi juga pada pelayanan resep. Tetapi pada kali ini saya hanya membahas keterkaitan Evidence Based Practice dalam mengoptimalkan penggunaan obat pada swamedikasi.

Swamedikasi adalah usaha masyarakat di dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya terkait sediaan farmasi. Yang mana di dalam menentukan keputusannya dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain. Didalam membantu penentuan keputusan agar jalannya swamedikasi berjalan optimal maka apoteker harus melakukan tindakan profesi yang dinamakan konseling yang didalam prosesnya melibatkan evidence based practice.

Pada evidence based medicine, pengobatan didasar pada bukti ilmah yang dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan eviden based practis, bukti tidak dapat hanya dikaitkan dengan bukti-bukti ilmiah saja, tetapi juga harus dikaitkan dengan bukti/data yang ada pada saat pratek profesi dilakukan. Dengan demikian perbedaan waktu, situasi, kondisi, tempat dan lain-lain, mungkin akan mempengaruhi tindakan profesi, keputusan profesi dan hasil dari swamedikasi. Dan jalannya parktek profesi apoteker tetap harus berjalan optimal pada setiap situasi dan kondisi termasuk pada swamedikasi. Agar tetap menghasilkan praktek profesi yang optimal, setiap apoteker atau calon apoteker harus terlatih dalam penguasaan dan penerapan skill dan knowledge dalam prakek profesi sesuai kebutuhan.

Setiap apoteker bisa jadi mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam skill dan knowledge, hal ini tergantung dari banyak hal, termasuk model, manajemen, lokasi, orientasi dll. Tetapi semua mempunyai kesamaan dalam standar profesi. Oleh karena itu pada apoteker komunitas, jam terbang apoteker dapat mempengaruhi kualitas penguasaan skill dan kwnledge dari seorang apoteker. Apoteker yang sangat cerdas bisa jadi akan kalah dengan apoteker yang sangat aktif di dalam pelayanan komunitas.

Salah satu standar yang digunakan untuk mendapatkan kualitas layanan yang ‘ajeg’ adalah ‘Standar Prosedur Operasional (SPO). Yang mana standar ini harus disusun sesuai praktek profesi yang telah dilakukan, bukan hanya sekedar teori belaka yang belum diuji coba, yang ujung-ujungnya adalah membikin susah dalam penerapannya. Selanjutnya SPO ini harus diuji cobakan secara luas dan proprosional sebelum dijadikan stanadar secara nasional.


Mengoptimalkan Penggunaan Obat

Mengoptimalkan pengunaan obat pada swamedikasi ditujukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan resiko yang paling ringan, dengan tetap melibatkan kaidah-kaidah layanan yang profesionalisme.

Resiko yang dimaksud disini adalah resiko bagi pasien, bagi profesi dan investasi juga bagi pemerintah. Hal ini menjadi penting, karena kita tidak mungkin melakukan proses pelayanan yang merugikan pasien, diri kita atau nilai-nilai investasi. Oleh karena itu, menghindarkan klien dari ESO menjadi sangat penting.

Demikian juga terhadap profesi, kita tetap harus menjaga dan mengembangkan profesi. Kita tidak mungkin mengembangkan profesi secara asal-asalan, semisal hanya asal mendapatkan uang atau hanya sekedar melakukan tugas. Hal yang perlu dicermati pada masyarakat modern adalah semua profesi mempunyai resiko hukum sebagai bagian kemajuan jaman.

Investasi juga mempunyai peranan penting didalam kemajuan suatu profesi, dan bisa dikatakan semua profesional membutuhkan investasi meskipun kecil, misal kantor tempat bekerja. Bagi para sebagian apoteker, investasi yang masih dianggap menjadi faktor penghambat kemajuan praktek profesi, terutama sarana dan prasarana, sedangkan obat mungkin masih bisa diatasi. Nilai investasi dalam membuka praktek profesi apoteker masih danggap mahal. Oleh karena itu, investasi yang mahal ini harus mendapatkan penjagaan yang salah satunya dengan praktek profesi yang lebih baik dan benar.

Dengan praktek profesi yang lebih baik, diharapkan resiko ikutan akibat praktek profesi seperti resiko hukum suatu misal menjadi dapat ditekan seminimal mungkin. Dengan Evidence Based Practice pelayanan yang rasional bisa diharapkan menjadi lebih baik dan akhirnya menjadi kebutuhan bagi profesi apoteker, investor, masyarakat dan pemeritah. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bila Evidence Based Practice adalah suatu kebutuhan bagi kita semua.

Swamedikasi yang optimal adalah swamedikasi yang menggunakan sediaan farmasi secukupnya dan tidak berlebihan, sehingga rasio manfaat dibanding kerugian yang ditimbulkan akibat swamedikasi sangat besar, juga yang merupakan halpenting adalah tidak mengganggu diagnosa bila pasien dirujuk. Sering kali pasien meminum obat yang bertujuan menghilangkan gejala penyakit, padahal dengan hilangnya salah satu atau lebih gejala, penegakan diagnosa oleh dokter bisa terganggu.


Penerapan Evidence Based Practice Farmasi Pada Swamedikasi.

Pada penerapannya, Eviden Based Practice Farmasi berarti menkombinasikan semua data yang diperlukan didalam mengambil keputusan profesi oleh apoteker, dan di dalam pengkombinsian itu diperlukan skill dan knowledge yang memadai yang selanjutnya dinamakan kompetensi dalam swamedikasi.

Langkah-langkah didalam penerapan Evidence Based Practis Farmasi pada komunitas pada awalnya saya kembangkan dengan melibatkan mahasiswa PKP di Apotek. Dengan tujuan mempermudah proses pembelajaran dan sistematis. Dengan membuat tabulasi kasus perkasus terhadap permintaan swamedikasi yang didasarkan pada permintaan atas nama obat dan atas nama penyakit.

Dari tabulasi itulah saya menyusun SPO swamedikasi yang didasarkan pada 2 hal tersebut. Dengan harapan pemetaan permasalahan pada swamedikasi menjadi lebih baik dan lebih optimal. Prinsip yang di kembangkan adala 4 tepat 2 waspada.

Pada umumnya kita mengenal 4 tepat 1 waspada pada pengobatan rasional, yaitu; tepat indikasi, tepat pasien tepat obat tepat dosis dan waspada terhadap ESO. Pada penerapan Evidence Based Practice Farmasi pada swamedikasi setidaknya ditambah dengan “waspada terhadap bahaya perkembangan penyakit”. Dengan lebih waspada terhadap bahaya perkembangan penyakit, diharapkan semua resiko dapat diantisipasi dengan baik.

SPO terkait swamedikasi yang pernah saya usulkan pada himpunan seminat apoteker komunitas jatim adalah sebagai berikut :

A. SPO pelayanan swamedikasi berdasarkan permintaan pasien atas nama penyakit

1. Menyapa dan menanyakan kebutuhan pasien
2. eksplorasi (4w1h)mengenai data pasien, penyakit dan gejala penyakit yang diderita, obat obat yang biasa digunakan dan sedang digunakan
3. Identifikasi permasalahan, kemungkinan penyakit dan perkembangan penyakit, menangkap pesan utama.
4. Penilaian masalah, penilaian terhadap kemungkinan perkembangan penyakit dan penilaian terhadap resiko bila swamedikasi dijalankan
5. Keputusan profesi, kuratif, prekuentif, promotif, informatif, edukatif dan rujukan.
6. Informasi penyerta yang disesuaikan dengan keputusan profesi dan target profesi.



A. SPO pelayanan swamedikasi berdasarkan permintaan pasien atas nama obat

1. Menyapa dan menanyakan kebutuhan pasien.
2. Eksplorasi (4w1h) mengenai data pasien yang jadi pengguna obat, pemahaman penggunaan obat, penyakit dan gejala penyakit yang diderita terhadap permintaan obat, obat-obat lain yang sedang digunakan.
3. Identifikasi permasalahan, rasionalisasi penggunaan obat, menangkap pesan utama.
4. Penilaian masalah, penilaian terhadap pemahaman ESO oleh pasien dan rasio manfaat terhadap resiko bila obat diberikan
5. Keputusan profesi, kuratif, prekuentif, promotif, informatif, edukatif dan rujukan.
6. Informasi penyerta yang disesuaikan dengan keputusan profesi dan target profesi.


Pada prinsipnya kedua SPO tersebut adalah sama, yang mana sama-sama didasarkan pada nilai-nilai yang berkembang pada praktek profesi komunitas. Yang membedakan secara teknis adalah perlakuan pada eksplorasi, dan detail-detail pertanyaannya. Hal tersebut terjadi karena Evidence Based Practice yang terlibat sering kali berbeda.

Pentingnya peran Evidence Based Practice dalam mengoptimalkan pengunaan obat, menjadi salah satu judul seminar yang saya tawarkan pada Konfercab IAI Kab. Kediri. Semoga kedepannya kita bisa saling berbagi terkait skill dan knowledge terapan, agar profesi apoteker semakin maju dan perannya didalam pembangunan kesehatan bangsa semakin bermakna.