KOMUNIKASI
Banyak teori komunikasi yang kembangkan oleh banyak orang. Dan tidak ada salahnya jika saya juga mempunyai pandangan lain tentang teori komunikasi. Perkara semua orang tidak setuju, tetapi ini merupakan salah satu pengalaman saya dengan yang namanya komunikasi.
Komunikasi adalah hubungan batin antara kita dengan lingkungan kita yang didalam hubungannya ada interaksi pesan yang saling berhubungan dan saling membutuhkan untuk kelangsungan hidup kita, yang didalam berhubungan dapat melibatkan verbal atau non verbal. Dengan demikian bila ada interaksi pesan semisal verbal dengan berita bohong dan tidak ada interaksi batin, maka komunikasi tidak terjadi, atau hanya sekedar komunikasi semu.
Selanjutnya dengan komunikasi. Komunikasi diantara kita dapat menggunakan bahasa verbal atau non verbal. Sedangkan komunikasi dengan tanaman dengan merawatnya. Komunikasi dengan hewan ternak kita dengan memeliharanya. Kesemua itu membutuhkan hubungan batin yang kuat bila mengingikan komunikasi yang lebih baik. Komunikasi dengan Tuhan dengan berdoa yang tulus, hati yang bersih. Berkomunikasi dengan sesama kita sebenarnya juga menjadi cerminan berkomunikasi dengan Tuhan yang membutuhkan hati yang bersih, dengan kata lain hubungan horizontal adalah ibadah kepadaNya.
Oleh karenanya, didalam berkomunikasi antara kita dengan pasien, akan lebih baik bila kita tidak hanya sekedar komunikasi verbal. Tetapi kita sebaiknya mampu lebih dari itu dengan mengkomunkasikan hati kita sehingga akan ada hubungan batin antara kita dengan pasien. Karena kesuksesan dalam berkomunikasi adalah tujuan bersama dengan perbedaan kepentingan. Sukses bagi apoteker adalah eksistensi profesi dan sukses bagi pasien adalah keberhasilan pengobatan yang semua itu didasarkan pada nilai-nilai kemanusia yang berkembang dalam bangsa ini.
Sehingga komunikasi dalam farmasi adalah hubungan batin yang kuat antara apoteker dengan pasien menggunakan pesan-pesan profesional agar didapat hasil layanan kesehatan yang maksimal yang didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku pada bangsa kita.
Kamis, 28 Juli 2011
Minggu, 03 Juli 2011
ETIKA
ETIKA
Seringkali kita terjebak pada pemahaman etika sebagai pegetahuan. Sebagai pengetahuan, etika hanya untuk sebagai sekedar tahu jikalau nanti profesional dalam menjalankan praktek profesi akan bersentuhan dengan etika. Pengetahuan ini seringkali belum diikuti dengan pemahaman untuk implementasinya.
Hal yang seharusnya kita perkuat dalam mebangun profesi apoteker dalam hal etika adalah memperkuat pemahaman etika dalam sisi praktis. Dalam sisi praktis, etika tidak hanya bisa diajarkan sebagai “tulisan”, tetapi etika harus diajarkan sebagai contoh-contoh penerapan dalam menjalankan praktek profesi, yang profesional dan bertanggung jawab. Hal ini tentu saja akan menjadikan lebih mudah bagi para calon apoteker atau apoteker dalam mengambil analogi-analogi etika, karena pencontohan sesuai dengan praktek profesi yang update.
Janganlah kita mencontohkan etika 10 atau mungkin malah 20 tahun yang lalu sebagai aktual etika saat ini atau saat yang akan datang. Untuk itu, para praktisi aktif harus menjadi salah satu pertimbangan dalam mengembangkan etika dalam membangun profesi. Dan para praktisi ini tidak bisa serta merta langsung dilibatkan, tetapi tentu saja harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan-pelatihan etika agar dapat merumuskan etika yang dipunyainya. Dalam hal ini, etika sebagai ilmu dan sebagai terapan harus dikembangkan secara bersama-sama.
Aktual etika sebagai ilmu terapan harus terus berjalan sesuai perkembangan jaman, bahkan perkiraan-perkiraan akan perkembangan etika sebagai ilmu terapan kedepan juga harus dibangun sedemikian rupa agar para profesional tidak “terkejut” apabila ternyata etika tiba-tiba berkembang menjadi sangat pesat.
Pembangunan etika profesi kearah ilmu terapan yang sangat implementatif menjadi impian para praktisi, yang seharusnya juga diajarkan oleh para praktisi dan selalu didiskusikan di antara para praktisi dan dikembangkan sebagai ilmu oleh para praktisi, yang selanjutnya praktisi diapresiasi dengan difasilitasi untuk mengembangkan dirinya sendiri.
Etika sudah sewajarnya bila dibangun di atas impian praktisi, sebagai salah satu impian dalam mengembangkan profesi.
Seringkali kita terjebak pada pemahaman etika sebagai pegetahuan. Sebagai pengetahuan, etika hanya untuk sebagai sekedar tahu jikalau nanti profesional dalam menjalankan praktek profesi akan bersentuhan dengan etika. Pengetahuan ini seringkali belum diikuti dengan pemahaman untuk implementasinya.
Hal yang seharusnya kita perkuat dalam mebangun profesi apoteker dalam hal etika adalah memperkuat pemahaman etika dalam sisi praktis. Dalam sisi praktis, etika tidak hanya bisa diajarkan sebagai “tulisan”, tetapi etika harus diajarkan sebagai contoh-contoh penerapan dalam menjalankan praktek profesi, yang profesional dan bertanggung jawab. Hal ini tentu saja akan menjadikan lebih mudah bagi para calon apoteker atau apoteker dalam mengambil analogi-analogi etika, karena pencontohan sesuai dengan praktek profesi yang update.
Janganlah kita mencontohkan etika 10 atau mungkin malah 20 tahun yang lalu sebagai aktual etika saat ini atau saat yang akan datang. Untuk itu, para praktisi aktif harus menjadi salah satu pertimbangan dalam mengembangkan etika dalam membangun profesi. Dan para praktisi ini tidak bisa serta merta langsung dilibatkan, tetapi tentu saja harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan-pelatihan etika agar dapat merumuskan etika yang dipunyainya. Dalam hal ini, etika sebagai ilmu dan sebagai terapan harus dikembangkan secara bersama-sama.
Aktual etika sebagai ilmu terapan harus terus berjalan sesuai perkembangan jaman, bahkan perkiraan-perkiraan akan perkembangan etika sebagai ilmu terapan kedepan juga harus dibangun sedemikian rupa agar para profesional tidak “terkejut” apabila ternyata etika tiba-tiba berkembang menjadi sangat pesat.
Pembangunan etika profesi kearah ilmu terapan yang sangat implementatif menjadi impian para praktisi, yang seharusnya juga diajarkan oleh para praktisi dan selalu didiskusikan di antara para praktisi dan dikembangkan sebagai ilmu oleh para praktisi, yang selanjutnya praktisi diapresiasi dengan difasilitasi untuk mengembangkan dirinya sendiri.
Etika sudah sewajarnya bila dibangun di atas impian praktisi, sebagai salah satu impian dalam mengembangkan profesi.
Jumat, 01 Juli 2011
PASIEN
PASIEN
Pemaknaan pasien bagi apoteker mungkin berbeda dengan tenaga kesehatan lain. Karena profesi apoteker adalah spesifik dan berbeda dengan tenaga kesehatan lain maka dalam hubungan pasien-apoteker tidak dapat dimaknai dengan hubungan pasien-dokter, atau hubungan paisien-perawat. Karena ada batasan-batasan perbedaan kompetensi dalam menjalankan praktek profesi masing-masing.
Pada hubungan pasien-apoteker, pasien dapat dimaknai sebagai anggota masyarakat yang memanfaatkan jasa apoteker untuk tujuan sehat, sesuai dengan kompetensi apoteker. Yang mana hubungan tersebut terkait kepuusan, tindakan dan pekerjaan profesi. Sehingga pada batasan ini seorang apoteker sangat tidak boleh memaknai hubungan pasien-apoteker dengan hubungan pasien-tenaga kesehatan lain. Bisa jadi akan sangat berbeda maknanya.
Dalam mengembangkan farmasi komunitas, seharusnya kita tidak “dalam bayang-bayang” tenaga kesehatan lain. Termasuk dalam memaknai pasien. Kita harus mampu memaknai pasien sesuai pelayanan profesional yang mampu kita lakukan. Bukannya kita menonjolkan ego profesi, tetapi kita menonjolkan kompetensi profesi yang telah kita kembangkan. Hal ini sebagai bentuk kepedulian apoteker terhadap kepentingan masyarakat luas.
Pengembangan profesi bukan untuk mengembangkan ego, tetapi untuk mengembangkan kepedulian profesi terhadap kepentingan masyarakat luas. Janganlah menjadikan materi sebagai barometer keberhasilan pengembangan ini, tetapi ketercukupan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kefarmasianlah yang seharusnya menjadi barometer.
Dengan demikian, pasien dimata apoteker adalah setiap orang sakit atau sehat yang membutuhkan layanan profesional kefarmasian untuk meningkatkan kualitas kesehatannya, baik dengan menggunakan tools (sediaan farmasi), atau hanya sebatas informasi untuk edukasi.
Pemaknaan pasien bagi apoteker mungkin berbeda dengan tenaga kesehatan lain. Karena profesi apoteker adalah spesifik dan berbeda dengan tenaga kesehatan lain maka dalam hubungan pasien-apoteker tidak dapat dimaknai dengan hubungan pasien-dokter, atau hubungan paisien-perawat. Karena ada batasan-batasan perbedaan kompetensi dalam menjalankan praktek profesi masing-masing.
Pada hubungan pasien-apoteker, pasien dapat dimaknai sebagai anggota masyarakat yang memanfaatkan jasa apoteker untuk tujuan sehat, sesuai dengan kompetensi apoteker. Yang mana hubungan tersebut terkait kepuusan, tindakan dan pekerjaan profesi. Sehingga pada batasan ini seorang apoteker sangat tidak boleh memaknai hubungan pasien-apoteker dengan hubungan pasien-tenaga kesehatan lain. Bisa jadi akan sangat berbeda maknanya.
Dalam mengembangkan farmasi komunitas, seharusnya kita tidak “dalam bayang-bayang” tenaga kesehatan lain. Termasuk dalam memaknai pasien. Kita harus mampu memaknai pasien sesuai pelayanan profesional yang mampu kita lakukan. Bukannya kita menonjolkan ego profesi, tetapi kita menonjolkan kompetensi profesi yang telah kita kembangkan. Hal ini sebagai bentuk kepedulian apoteker terhadap kepentingan masyarakat luas.
Pengembangan profesi bukan untuk mengembangkan ego, tetapi untuk mengembangkan kepedulian profesi terhadap kepentingan masyarakat luas. Janganlah menjadikan materi sebagai barometer keberhasilan pengembangan ini, tetapi ketercukupan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kefarmasianlah yang seharusnya menjadi barometer.
Dengan demikian, pasien dimata apoteker adalah setiap orang sakit atau sehat yang membutuhkan layanan profesional kefarmasian untuk meningkatkan kualitas kesehatannya, baik dengan menggunakan tools (sediaan farmasi), atau hanya sebatas informasi untuk edukasi.
Selasa, 24 Mei 2011
PENGAKTUALAN ILMU
PENGAKTUALAN ILMU
Tidak salah, ternyata banyak manfaat yang bisa saya ambil karena mengikuti kuliah S2 manajemen dan kebijakan farmasi. Banyak sekali pengaktualan ilmu terkait praktek profesi di apotek. Yang banyak menyita tenaga dan pikiran untuk itu. Sangat-sangat menarik dan sesuai dengan kebutuhan praktek profesi. Dari kaca mata farmasi masyarakat, semua sangat-sangat bagus.
Sangat terkesima, ternyata banyak hal terkait praktek dikomunitas yang selama ini kita tidak tahu, menjadi tahu logika-logika dasar penyusun praktek tersebut. Banyak juga yang selama ini kita abaikan dan tidak kita anggap penting, ternyata adalah sangat-sangat penting. kesibukan dalam belajar dan mengerjakan tugas menjadi saya kurang produktif menulis. bukan karena tidak ada ide, tetapi justru terlalu banyak ide sehingga bingung memulai dari mana.
selama ini blog hanya saya isi konseptual praktek profesi dan saya selalu berpikir holistik. tetapi setelah mendapat mata kuliah filsafat, saya merasa apa yang saya tulis kuranglah holistik. Dan dasar-dasar penulisan saya di blog ini mungkin juga kurang kuat pada beberapa hal. Saya merasa sangat berutung bertemu banyak guru. Apa yang kita cari selama bertahun-tahun, ternyata hanya butuh waktu beberapa jam tatap muka saja. demikian ini juga dirasakan oleh sejawat yang lain.
Semakin dalam kuliah, semakin banyak tugas dan semakin tersesat saya dalam ilmu nyata praktek profesi yang lebih baik. Semoga saya bisa memanfaatkan kuliah Manajemen dan Kebijakan Farmasi ini, untuk diri saya sendiri, keluarga, masyarakat, sejawat dan bangsa.
Tidak salah, ternyata banyak manfaat yang bisa saya ambil karena mengikuti kuliah S2 manajemen dan kebijakan farmasi. Banyak sekali pengaktualan ilmu terkait praktek profesi di apotek. Yang banyak menyita tenaga dan pikiran untuk itu. Sangat-sangat menarik dan sesuai dengan kebutuhan praktek profesi. Dari kaca mata farmasi masyarakat, semua sangat-sangat bagus.
Sangat terkesima, ternyata banyak hal terkait praktek dikomunitas yang selama ini kita tidak tahu, menjadi tahu logika-logika dasar penyusun praktek tersebut. Banyak juga yang selama ini kita abaikan dan tidak kita anggap penting, ternyata adalah sangat-sangat penting. kesibukan dalam belajar dan mengerjakan tugas menjadi saya kurang produktif menulis. bukan karena tidak ada ide, tetapi justru terlalu banyak ide sehingga bingung memulai dari mana.
selama ini blog hanya saya isi konseptual praktek profesi dan saya selalu berpikir holistik. tetapi setelah mendapat mata kuliah filsafat, saya merasa apa yang saya tulis kuranglah holistik. Dan dasar-dasar penulisan saya di blog ini mungkin juga kurang kuat pada beberapa hal. Saya merasa sangat berutung bertemu banyak guru. Apa yang kita cari selama bertahun-tahun, ternyata hanya butuh waktu beberapa jam tatap muka saja. demikian ini juga dirasakan oleh sejawat yang lain.
Semakin dalam kuliah, semakin banyak tugas dan semakin tersesat saya dalam ilmu nyata praktek profesi yang lebih baik. Semoga saya bisa memanfaatkan kuliah Manajemen dan Kebijakan Farmasi ini, untuk diri saya sendiri, keluarga, masyarakat, sejawat dan bangsa.
Sabtu, 19 Maret 2011
MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN FARMASI
MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN FARMASI
Akhir-akhir ini blog kurang aktif, karena adminnya lagi memnyiapkan pendidikan S2. bidang ilmu farmasi, minat “Manajemen dan Kebijakan Farmasi”. Saat ini kuliah sudah dimulai dan kesan pertama begitu menggoda. Banyak hal menarik. Saat kita berbagi dengan sejawat lain, tidak sedikit yang mempunyai ketertarikan pada minat Manajemen dan kebijakan Farmasi.
Yang menarik pertama, kegiatan membuka apotek dan di dalamnya ada praktek profesi sangat peka terhadap perubahan kebijakan. Padahal setiap Negara selalu ada perubahan kebijakan yang tentunya ini sedikit banyak akan mempengaruhi jalannya usaha dan praktek profesi. Oleh karenanya mempersiapkan diri sebelum perubahan adalah lebih baik, sehingga perubahan kebijakan ke arah yang lebih baik tidak lagi dianggap sebagai penghambat. Tetapi bagaimana kita dapat menjadikan ini justru sebagai peluang.
Sebagai bagian dari masyarakat modern yang menerima perubahan sebagai hal yang lebih manusiawi, Manajemen dan Kebijakan Farmasi adalah pilihan tepat. Mungkin ini juga merupakan hal yang menarik bagi sebagian sejawat. Yang ingin lebih maju beberapa langkah.
Yang berikutnya dari manajemen, hampir semua sendi kehidupan membutuhkan suatu pengelolaan yang baik. Oleh karena itu manajemen menjadi sangat penting guna meningkatkan daya unggul kita. Daya unggul yang meningkat akan meningkatkan daya saing.
Minat ini sementara saya pahami sebagai minat yang tidak hanya menarik bagi anggota farmasi komunitas, tetapi juga bagi banyak sejawat di seminat lain. Karena secara umum semua minat dalam farmasi selalu bersentuhan dengan kebijakan dan manajemen. Manajemen tidak dapat dilepaskan begitu saja dari kebijakan dan kebijakan juga membutuhkan manajemen.
Semoga kuliah kami bermanfaat bagi kami sendiri, keluarga dan masyarakat disekitar kami. Belajar dari ayunan sampau liang lahat. Be a long life learner.
Akhir-akhir ini blog kurang aktif, karena adminnya lagi memnyiapkan pendidikan S2. bidang ilmu farmasi, minat “Manajemen dan Kebijakan Farmasi”. Saat ini kuliah sudah dimulai dan kesan pertama begitu menggoda. Banyak hal menarik. Saat kita berbagi dengan sejawat lain, tidak sedikit yang mempunyai ketertarikan pada minat Manajemen dan kebijakan Farmasi.
Yang menarik pertama, kegiatan membuka apotek dan di dalamnya ada praktek profesi sangat peka terhadap perubahan kebijakan. Padahal setiap Negara selalu ada perubahan kebijakan yang tentunya ini sedikit banyak akan mempengaruhi jalannya usaha dan praktek profesi. Oleh karenanya mempersiapkan diri sebelum perubahan adalah lebih baik, sehingga perubahan kebijakan ke arah yang lebih baik tidak lagi dianggap sebagai penghambat. Tetapi bagaimana kita dapat menjadikan ini justru sebagai peluang.
Sebagai bagian dari masyarakat modern yang menerima perubahan sebagai hal yang lebih manusiawi, Manajemen dan Kebijakan Farmasi adalah pilihan tepat. Mungkin ini juga merupakan hal yang menarik bagi sebagian sejawat. Yang ingin lebih maju beberapa langkah.
Yang berikutnya dari manajemen, hampir semua sendi kehidupan membutuhkan suatu pengelolaan yang baik. Oleh karena itu manajemen menjadi sangat penting guna meningkatkan daya unggul kita. Daya unggul yang meningkat akan meningkatkan daya saing.
Minat ini sementara saya pahami sebagai minat yang tidak hanya menarik bagi anggota farmasi komunitas, tetapi juga bagi banyak sejawat di seminat lain. Karena secara umum semua minat dalam farmasi selalu bersentuhan dengan kebijakan dan manajemen. Manajemen tidak dapat dilepaskan begitu saja dari kebijakan dan kebijakan juga membutuhkan manajemen.
Semoga kuliah kami bermanfaat bagi kami sendiri, keluarga dan masyarakat disekitar kami. Belajar dari ayunan sampau liang lahat. Be a long life learner.
Sabtu, 19 Februari 2011
HARGA OBAT NAIK ?? BAGAIMANA SOLUSINYA ??
Siang ini sabtu 19 feb 2010 jam 12.30 saya melihat berita di televisi swasta nasional yang membahas tentang kenaikan harga obat.
Dibeberapa media elektronikpun juga dibahas tentang kenaikan harga obat ... kutipannya sbb : Obat, baik generik maupun paten, hampir setiap tahun harganya naik, bisanya karena faktor inflasi dan biaya produksi. Terakhir, kenaikan terjadi januari sebulan lalu, ketika pemerintah menaikkan harga obat hingga 10%. Beberapa obat yang mengandung parasetamol kenaikan bahkan mencapai 43%. berita selengkapnya lihat di sini
Obat adalah hasil produk industri yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital masyarakat banyak, sebagai pemakai masyarakat terkadang tidak tahu apa alasan kenaikan harga obat, yang masyakat tahu pada saat dia sakit dan membutuhkan obat mereka merasa tidak mampu atau terpaksa hanya bisa menebus sebagian dari resep dokter.
Permasalahan klasik ini sebenarnya terjadi berulang-ulang. Dan sebenarnya tidak perlu dirisaukan dan tidak perlu khawatir, kenaikan harga obat adalah hal yang biasa. Yang tidak biasa adalah kalau masyarakat tidak menemui apotekernya yang ada diapotek. Kalau dulu dengan sedikitnya apoteker memang agak susah menemui apoteker diapotek, namun sekarang dengan telah bergesernya paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented ke patient oriented menjadikan tantangan tersendiri bagi apoteker untuk memberikan pelayanan terbaiknya bagi pasien/masyarakat.
Dan akan banyak manfaatnya apabila masyarakat mau berkonsultasi dengan apoteker mulai mendapatkan alternative pengobatan yang terbaik juga mendapatkan alternative biaya yang terjangkau.
Sebagai contoh apabila masyarakat sakit batuk pilek disertai panas tinggi apabila masyarakat menebus resep obat bisa jadi akan mengeluarkan kocek puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Demikian halnya bila menderita tekanan darah tinggi, diabetes dsb yang memaksa Pasien harus mengkonsumsi obat terus menerus.
Namun kalau masyarakat biasa memanfaatkan konsultasi dengan Apoteker, masyarakat akan mendapat solusi dan penjelasan yang terbaik dari apoteker pada saat menebus resep atau mendapatkan obat ... ok
Kalau bisa konsultasi dengan apoteker kenapa tidak?
baca juga di http://www.apotekerindonesia.blogspot.com/ atau http://www.suaraapoteker.blogspot.com/
Siang ini sabtu 19 feb 2010 jam 12.30 saya melihat berita di televisi swasta nasional yang membahas tentang kenaikan harga obat.
Dibeberapa media elektronikpun juga dibahas tentang kenaikan harga obat ... kutipannya sbb : Obat, baik generik maupun paten, hampir setiap tahun harganya naik, bisanya karena faktor inflasi dan biaya produksi. Terakhir, kenaikan terjadi januari sebulan lalu, ketika pemerintah menaikkan harga obat hingga 10%. Beberapa obat yang mengandung parasetamol kenaikan bahkan mencapai 43%. berita selengkapnya lihat di sini
Obat adalah hasil produk industri yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital masyarakat banyak, sebagai pemakai masyarakat terkadang tidak tahu apa alasan kenaikan harga obat, yang masyakat tahu pada saat dia sakit dan membutuhkan obat mereka merasa tidak mampu atau terpaksa hanya bisa menebus sebagian dari resep dokter.
Permasalahan klasik ini sebenarnya terjadi berulang-ulang. Dan sebenarnya tidak perlu dirisaukan dan tidak perlu khawatir, kenaikan harga obat adalah hal yang biasa. Yang tidak biasa adalah kalau masyarakat tidak menemui apotekernya yang ada diapotek. Kalau dulu dengan sedikitnya apoteker memang agak susah menemui apoteker diapotek, namun sekarang dengan telah bergesernya paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented ke patient oriented menjadikan tantangan tersendiri bagi apoteker untuk memberikan pelayanan terbaiknya bagi pasien/masyarakat.
Dan akan banyak manfaatnya apabila masyarakat mau berkonsultasi dengan apoteker mulai mendapatkan alternative pengobatan yang terbaik juga mendapatkan alternative biaya yang terjangkau.
Sebagai contoh apabila masyarakat sakit batuk pilek disertai panas tinggi apabila masyarakat menebus resep obat bisa jadi akan mengeluarkan kocek puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Demikian halnya bila menderita tekanan darah tinggi, diabetes dsb yang memaksa Pasien harus mengkonsumsi obat terus menerus.
Namun kalau masyarakat biasa memanfaatkan konsultasi dengan Apoteker, masyarakat akan mendapat solusi dan penjelasan yang terbaik dari apoteker pada saat menebus resep atau mendapatkan obat ... ok
Kalau bisa konsultasi dengan apoteker kenapa tidak?
baca juga di http://www.apotekerindonesia.blogspot.com/ atau http://www.suaraapoteker.blogspot.com/
Rabu, 08 Desember 2010
PEMETAAN APOTEK SEBAGAI PENGATURAN DAN PEMERATAAN LAYANAN KEFARMASIAN
PEMETAAN APOTEK SEBAGAI PENGATURAN DAN PEMERATAAN LAYANAN KEFARMASIAN
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan primer yang semakin lama semakin dirasakan kebutuhannya oleh masyarakat. Sebagai salah satu indikasinya (untuk jawa) adalah semakin menjamurnya apotek sampai daerah kecamatan dan bahkan pada beberapa apotek sudah mulai berani berdiri lebih jauh dari kota kecamatan.
14 tahun yang lalu saat saya mendirikan apotek di kota kecamatan yang berstatus daerah tertinggal, banyak sekali yang mencemooh dan mengatakan tidak akan pernah laku. Sekarang di kecamatan saya sudah ada 5 apotek yang berdiri. Dan omset apotek saya sampai saat ini belum berkurang secara bermakna dan pertumbuhan pertahunnya masih bisa dirasakan, meskipun pertumbuhannya tidak sebesar tahun-tahun awal saya mendirikan apotek.
Jumlah seluruh apotek di kabupaten dimana apotek saya berdiri 14 tahun yang lalu ada 8, dan apotek saya adalah yang ke-9. Sekarang jumlah apotek sudah melebihi angka 80 dan masih ada beberapa lagi yang masih dalam proses perizinan. Peningkatan pertumbuhan apotek yang cukup pesat. Bila pertumbuhan itu kita hitung dengan deret ukur, maka bisa diasumsikan dalam 14 tahun ke depan jumlah apotek akan mendekati angka 160. Bila kita menggunakan deret geometrik, mungkin bisa diasumsikan dalam 14 tahun menjadi sebesar sepuluh kali lipat atau bisa mencapai 800.
Pertambahan jumlah apotek yang cukup besar ini menjadi kekhawatiran juga dari berbagai pihak termasuk para pemodal, apoteker, mungkin juga pemerintah didalam memfasilitasi dalam membuka lapangan pekerjaan. Oleh karena itu pengaturan dan pemetaan kebutuhan layanan kefarmasian dari apotek harus mulai disusun dengan cara-cara yang benar dan tepat. Semua demi kepentingan kita bersama, juga kepentingan para masyarakat sebagai penguna jasa.
Tujuan Pemetaan Apotek
Tujuan pemetaan apotek adalah untuk mempermudah pengaturan, penataan dan pengembangan layanan kefarmasian yang didasarkan pada nilai-nilai dan kenyataan nyata yang ada di lapangan.
Manfaat Pemetaan Apotek
1. Melindungi masyarakat, karena pemetaan bisa diharapakan mampu meningkatkan kualitas layanan kefarmasian.
2. Bagi apoteker, peluang kerja, pengembangan diri dsb lebih bisa diperkirakan.
3. Melindungi bisnis apotek, karena kebutuhan apotek dan apoteker lebih bisa diperhitungkan dengan rasional. Biaya investasi dan pengembalian modal lebih mudah diperkirakan sehingga resiko bisnis lebih dapat ditekan. Pengembangan bisnis juga menjadi lebih bisa menjanjikan.
4. Mempermudah bagi pemerintah didalam pengaturan, penataan, pembinaan, pemerataan dan pengembangan guna mendukung sistem kesehatan yang terintegrasi.
5. PT farmasi sebagai penghasil apoteker akan lebih mudah didalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas apoteker baru.
6. Bisnis terkait farmasi komunitas menjadi lebih mudah dalam menghitung peluang dan resiko, juga dalam pengembangan.
7. Organisasi profesi akan menjadi lebih mudah dalam pembinaan, pengembangan, dan pengaturan. Juga lebih jelas arah memperjuangkan kesejahteraan apoteker dan koordinasi dengan berbagai pihak.Bagaimanapun juga, seseorang tidak bisa berdiri sendiri, demikian juga profesi, akan ada saling ketergantungan dengan lingkungan. Sehingga koordinasi dengan berbagai pihak menjadi sangat penting dan pemetaan menjadi hal dasar yg juga harus dikembangkan.
Pemetaan Apotek
Pemetaan Apotek yang saya maksud adalah menghitung kebutuhan nyata apotek pada suatu daerah, keberadaan daerah terhadap kebutuhan layanan kefarmasian. Sehingga pengaturan, penataan dan pemerataan layanan kefarmasian menjadi lebih rasional dan berdasarkan kepentingan masyarakat akan kesehatan.
Pemetaan apotek merupakan bagian dari pemetaan permasalahan kesehatan bidang kefarmasian. Yang mana penggambaran keberadaa apotek dan kebutuhannya pada suatu wilayah diharapkan akan mampu memberikan arah dalam mengambil kebijakan atau keputusan terkait perkembangan dan pengembangan apotek pada semua lini. Dan ini kedepannya dapat menjadi data awal bagi pemerintah, organisasi profesi, penanam modal juga bagi PT farmasi.
Selama ini, bisa dikatakan sangat sulit mengumpulkan data apotek, karena data apotek masih hanya menjadi kebutuhan organisasi didalam membina anggotanya. Dengan sistem pemetaan apotek yang lebih baik, diharapkan pengumpulan data akan menjadi lebih mudah bagi siapa saja, karena data menjadi kepentingan bersama. Kepentingan bersama antara profesi, organisasi profesi, pemerintah, PT farmasi juga pengusaha. Bahkan masyarakatpun bisa jadi akan membutuhkan data dari pemetaan tersebut.
Saat ini, konsep pemetaan apotek yang yang dikembangkan sudah saatnya menjadi kebutuhan yang mendesak dan didasarkan pada data-data yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diukur. Semisal didasarkan pada jumlah penduduk, tingkat keramaian suatu wilayah seperti pasar, keberadaan sarana kesehatan lain dsb. Dengan harapan akan lebih memberikan nilai-nilai keadilan bagi semua pihak seperti profesi dan pemilik modal, juga bagi masyarakat. Bagaimanapun juga masyarakat sebagai pihak yang lemah memerlukan perlindungan dari pemerintah dan organisasi profesi dengan menyediakan sarana kesehatan apotek yang layak, merata serta tejangkau.
I.Pemetaan Berdasarkan Jarak Antar Apotek
Beberapa masukan yang pernah diterapkan didalam mengatur jumah apotek agar pemerataan dapat berjalan dengan baik adalah dengan mengatur jarak. Kelemahan pengaturan dengan jarak salah satunya adalah adanya perbedaan kepadatan jumlah penduduk. Selain itu juga pengaruh dari sarana kesehatan lain yang membutuhkan keberadaan apotek.
Seperti kita ketahui banyak apotek yang ingin berdiri didekat RS atau tempat keramaian seperti pasar dll. Luasan daerah sekitar pasar yang ramai umunya hanya beberapa ratus meter dari pasar, dan bila pemetaan mengunakan jarak bisa jadi apotek kedua dan selanjutnya akan menerima daerah yang dianggap kurang menguntungkan.
II. Pemetaan Berdasarkan Jumlah Penduduk Per Luasan Wilayah
Pemetaan berdasarkan jumlah penduduk luasan wilayah tertentu dapat dihitung berdasarkan perkiraan kemampuan maksimal apoteker dalam melayanani masyarakat dengan asumsi setiap 10.000 penduduk 1000-2000 diantaranya membutuhkan layanan kefarmasian setiap bulannya. Bila kita mengasumsikan setiap satu bulan ada 25 hari kerja, maka akan ada 40-80 kunjungan dalam setiap hari.
Kelemahan model ini adalah mobilitas masyarakat yang dalam mencukupi kebutuhan layanan kermasian terkadang memilih apotek didaerah lain yang disebabkan oleh beberapa hal. Kesadaran penduduk akan kesehatan terkait sediaan farmasi tidak merata pada setiap daerah dan tingkat ekonomi juga tidak merata, ini juga mempengaruhi model ini.
III Pemetaan Berdasarkan Jumlah Kunjungan
Pemetaan berdasarkan jumlah kunjungan bisa juga dilakukan. Bila kita mengasumsikan apoteker hanya mampu ideal melayani 40-80 pasien perhari, maka bila ada lebih dari 80 kunjungan harus ada Aping yang membantu dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian.
Kelemahan model ini adalah, pada apotek yang mempunyai manajemen kurang bagus bisa jadi jumlah kunjungan tidak mewakili kebutuhan layanan nyata. Karena mereka yang kurang puas bisa saja akan memilih sarana kesehatan lain atau mendiamkan penyakitnya.
IV. Pemetaan Berdasarkan Rasionalisasi Investasi
Apotek bisa juga dikatakan sebagai usaha layanan kesehatan yang tidak boleh lepas dari nilai-nilai sosial. Oleh karena itu, apotek didalam menjalankan usaha tidak boleh dominan perdagangan agar tidak menghancurkan sistem layanan kesehatan yang menopang sistem kesehatan bangsa. Selanjutnya pemetaan berdasarkan pada nilai-nilai investasi juga dapat dikembangkan.
Pengaturan jumlah apotek berdasar pada rasionalisasi investasi bisa jadi diperlukan guna melindungi nilai-nilai investasi yang selanjutnya dapat diharapkan masyarakat mau ikut berinvestasi dalam bidang kesehatan. Dengan pengaturan bisa diharapkan persaingan akan lebih mengarah pada kualitas layanan bukan pada perdagangan bebas, karena bagaimanapun juga perdagangan bebas dapat menyebabkan pengusaha kecil akan enggan masuk dalam usaha perapotekan dan pengusaha besar akan semakin kuat. Padahal pengusaha kuat umumnya hanya mau berinvestasi bila menguntungkan saja dan kualitas layanan sering kali dinomorduakan. Tidak mungkin apotek wara laba akan mau masuk sampai ke pelosok desa, padahal banyak pengusaha kecil yang mau masuk sampai ke pelosok desa, meskipun bila dilihat dari sisi investasi mungkin kurang menguntungkan.
Harga murah bukan berarti menguntungkan, tetapi kualitas layanan yang baik sudah pasti akan sangat menguntungkan masyarakat. Pengaturan apotek agar kualitas layanan dapat dijaga harus dilakukan. Dan selanjutnya pengusaha juga mendapat perlindungan agar tidak enggan berinvestasi dibidang kesehatan, khususnya kefarmasian.
Pemetaan Apotek Ke depan
Pemetaan apotek ke depan harus melibatkan segala aspek. Aspek profesi menjadi hal yang tidak boleh ditinggalkan, demi nilai-nilai kemanusiaan. Karena meninggalkan aspek profesi berarti juga meninggalkan aspek layanan kesehatan dan meninggalkan aspek layanan berarti akan merugikan masyarakat, merugikan masyarakat berarti merugikan bangsa dan negara.
Pemetaan guna mengatur pendirian apotek menjadi sangat perlu, karena apotek bukanlah usaha perdagangan. Meskipun kran perdagangan bebas dibuka, pembukaan apotek tidak boleh serta merta hanya mempertimbangkan orientasi bisnis, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai manusiaan dan pemerataan akan layanan kesehatan. Dengan demikian, pendirian apotek ke depan sebagai bagian dari usaha pemerataan pelayanan kesehatan. Pendiriannya harus diatur dengan mempertimbangankan akan kebutuhan layanan kesehatan. Persaingan apotek hanya diarahkan sedapat mungkin hanya pada hal-hal terkait kualitas layanan, bukan persaingan pada usaha-usaha perdagangan.
Dengan mempertimbangkan untuk mengkombinasikan semua masukan dari para profesional maka pemetaan untuk sementara saya usulkan dengan istilah “menghitung kebutuhan layanan kefarmasian dengan model blok”. Model blok yang saya maksud adalah dengan mendasarkan wilayah tertentu (blok) terhadap kebutuhan tenaga kefarmasian dan investasi sehingga pengaturan bisa diharapkan lebih rasional. Disini menurut saya tidak menutup kemungkinan masukan dari para profesional, karena merekalah yang sebenarnya lebih paham dari saya pribadi. Sebagai masukan tentu akan sangat banyak kekurangan, tetapi setidaknya dalam harapan saya, masukan saya ini bisa menjadi salah satu pertimbangan demi kemajuan profesi apoteker di Indonesia.
Wilayah tertentu dalam perhitungan blok bisa berarti kota, kecamatan, desa, perumahan atau wiayah lain yang bisa ditentukan atau diukur akan kebutuhan layanan kefarmasian oleh apoteker. Secara ekonomis, pendirian apotek sejumlah apoteker akan lebih mahal bila dibandingkan dengan mendirikan apotek sejumlah kebutuhan layanan. Dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan layanan, maka keberadaan apoteker didalam pendirian apotek bisa lebih dari seorang. Mungkin saja dalam apotek akan ada lebih dari 5 orang apoteker tergantung besar dan kecilnya apotek, juga banyak dan tidaknya jumlah layanan dalam satuan waktu. Mungkin ini termasuk hal baru bagi sebagian apoteker dalam membuat perhitungan untuk pemetaan, oleh karena itu akan ada baiknya bila ini dikaji lebih jauh agar bisa menjadi salah satu pertimbangan didalam mengembangkan praktek profesi apoteker ke depan.
Perhitungan kebutuhan apoteker dalam satu wilayah (A), bisa kita lakukan dengan membuat asumsi tingkat potensi kunjungan penduduk ke apotek yang di gambarkan dalam persentase (P) dikalikan konstanta wilayah (K) dibandingan dengan rasionalisasi nasional kemampuan apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (R). Yang selanjutnya bisa digambarkan dengan rumus :
A = (jumlah penduduk x P x A) : R
Sebagai contoh, semisal dalam satu kecamatan dengan jumlah penduduk 50.000, dengan asusmsi tingkat kunjungan 20% dan konstanta wilayah 0,7. dan ketetapan rasionalisasi nasional sebesar 1500 layanan perbulan, maka
A= (50.000 x 20% x 0,7) : 1500
A=4,67
maka kebutuhan apoteker didalam wilayah tersebut adalah 5 apoteker.
Angka tersebut bisa saja berubah bila ada perubahan P yang dipengaruhi oleh banyak hal atau ada perubahan K yang seharusnya ditetapkan oleh IAI dan pemerintah. Sebagai pengendali rumus tersebut digunakan rumus rasionalisasi kebutuhan apoteker (RA) dalam apotek. Yang mana rumus rasionalisasi kebutuhan apoteker juga di hitung berdasarkan jumlah kunjungan nyata ke apotek dalam periode tertentu (J) di bagi rasionalisasi kemampuan apoteker didalam melakukan pekerjaan kefarmasian (R).
RA = J : R
Semisal dalam kenyataan di kecamatan tersebut diatas ada 3 apotek, yang satu apotek mempunyai tingkat kunjungan 5000 per bulan. Maka
RA = 5000 : 1500
RA = 3,3
Maka kebutuhan apoteker dalam apotek tersebut minimal adalah 4 orang. Hal ini kita usulkan juga karena ada kemungkinan salah satu apotek yang didirikan pada wilayah tertentu mempunyai daya tarik lebih yang menyebabkan tingkat kunjungan lebih dari yang lain. Untuk memenuhi keadilan dalam biaya operasional salah satunya, maka hal-hal tersebut seharusnya juga kita perhatikan.
Demikian masukan saya dalam hal pemetaan, semoga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan didalam membangun praktek profesi.
(naskah ini juga saya muat pada hisfarma.blogspot.com)
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan primer yang semakin lama semakin dirasakan kebutuhannya oleh masyarakat. Sebagai salah satu indikasinya (untuk jawa) adalah semakin menjamurnya apotek sampai daerah kecamatan dan bahkan pada beberapa apotek sudah mulai berani berdiri lebih jauh dari kota kecamatan.
14 tahun yang lalu saat saya mendirikan apotek di kota kecamatan yang berstatus daerah tertinggal, banyak sekali yang mencemooh dan mengatakan tidak akan pernah laku. Sekarang di kecamatan saya sudah ada 5 apotek yang berdiri. Dan omset apotek saya sampai saat ini belum berkurang secara bermakna dan pertumbuhan pertahunnya masih bisa dirasakan, meskipun pertumbuhannya tidak sebesar tahun-tahun awal saya mendirikan apotek.
Jumlah seluruh apotek di kabupaten dimana apotek saya berdiri 14 tahun yang lalu ada 8, dan apotek saya adalah yang ke-9. Sekarang jumlah apotek sudah melebihi angka 80 dan masih ada beberapa lagi yang masih dalam proses perizinan. Peningkatan pertumbuhan apotek yang cukup pesat. Bila pertumbuhan itu kita hitung dengan deret ukur, maka bisa diasumsikan dalam 14 tahun ke depan jumlah apotek akan mendekati angka 160. Bila kita menggunakan deret geometrik, mungkin bisa diasumsikan dalam 14 tahun menjadi sebesar sepuluh kali lipat atau bisa mencapai 800.
Pertambahan jumlah apotek yang cukup besar ini menjadi kekhawatiran juga dari berbagai pihak termasuk para pemodal, apoteker, mungkin juga pemerintah didalam memfasilitasi dalam membuka lapangan pekerjaan. Oleh karena itu pengaturan dan pemetaan kebutuhan layanan kefarmasian dari apotek harus mulai disusun dengan cara-cara yang benar dan tepat. Semua demi kepentingan kita bersama, juga kepentingan para masyarakat sebagai penguna jasa.
Tujuan Pemetaan Apotek
Tujuan pemetaan apotek adalah untuk mempermudah pengaturan, penataan dan pengembangan layanan kefarmasian yang didasarkan pada nilai-nilai dan kenyataan nyata yang ada di lapangan.
Manfaat Pemetaan Apotek
1. Melindungi masyarakat, karena pemetaan bisa diharapakan mampu meningkatkan kualitas layanan kefarmasian.
2. Bagi apoteker, peluang kerja, pengembangan diri dsb lebih bisa diperkirakan.
3. Melindungi bisnis apotek, karena kebutuhan apotek dan apoteker lebih bisa diperhitungkan dengan rasional. Biaya investasi dan pengembalian modal lebih mudah diperkirakan sehingga resiko bisnis lebih dapat ditekan. Pengembangan bisnis juga menjadi lebih bisa menjanjikan.
4. Mempermudah bagi pemerintah didalam pengaturan, penataan, pembinaan, pemerataan dan pengembangan guna mendukung sistem kesehatan yang terintegrasi.
5. PT farmasi sebagai penghasil apoteker akan lebih mudah didalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas apoteker baru.
6. Bisnis terkait farmasi komunitas menjadi lebih mudah dalam menghitung peluang dan resiko, juga dalam pengembangan.
7. Organisasi profesi akan menjadi lebih mudah dalam pembinaan, pengembangan, dan pengaturan. Juga lebih jelas arah memperjuangkan kesejahteraan apoteker dan koordinasi dengan berbagai pihak.Bagaimanapun juga, seseorang tidak bisa berdiri sendiri, demikian juga profesi, akan ada saling ketergantungan dengan lingkungan. Sehingga koordinasi dengan berbagai pihak menjadi sangat penting dan pemetaan menjadi hal dasar yg juga harus dikembangkan.
Pemetaan Apotek
Pemetaan Apotek yang saya maksud adalah menghitung kebutuhan nyata apotek pada suatu daerah, keberadaan daerah terhadap kebutuhan layanan kefarmasian. Sehingga pengaturan, penataan dan pemerataan layanan kefarmasian menjadi lebih rasional dan berdasarkan kepentingan masyarakat akan kesehatan.
Pemetaan apotek merupakan bagian dari pemetaan permasalahan kesehatan bidang kefarmasian. Yang mana penggambaran keberadaa apotek dan kebutuhannya pada suatu wilayah diharapkan akan mampu memberikan arah dalam mengambil kebijakan atau keputusan terkait perkembangan dan pengembangan apotek pada semua lini. Dan ini kedepannya dapat menjadi data awal bagi pemerintah, organisasi profesi, penanam modal juga bagi PT farmasi.
Selama ini, bisa dikatakan sangat sulit mengumpulkan data apotek, karena data apotek masih hanya menjadi kebutuhan organisasi didalam membina anggotanya. Dengan sistem pemetaan apotek yang lebih baik, diharapkan pengumpulan data akan menjadi lebih mudah bagi siapa saja, karena data menjadi kepentingan bersama. Kepentingan bersama antara profesi, organisasi profesi, pemerintah, PT farmasi juga pengusaha. Bahkan masyarakatpun bisa jadi akan membutuhkan data dari pemetaan tersebut.
Saat ini, konsep pemetaan apotek yang yang dikembangkan sudah saatnya menjadi kebutuhan yang mendesak dan didasarkan pada data-data yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diukur. Semisal didasarkan pada jumlah penduduk, tingkat keramaian suatu wilayah seperti pasar, keberadaan sarana kesehatan lain dsb. Dengan harapan akan lebih memberikan nilai-nilai keadilan bagi semua pihak seperti profesi dan pemilik modal, juga bagi masyarakat. Bagaimanapun juga masyarakat sebagai pihak yang lemah memerlukan perlindungan dari pemerintah dan organisasi profesi dengan menyediakan sarana kesehatan apotek yang layak, merata serta tejangkau.
I.Pemetaan Berdasarkan Jarak Antar Apotek
Beberapa masukan yang pernah diterapkan didalam mengatur jumah apotek agar pemerataan dapat berjalan dengan baik adalah dengan mengatur jarak. Kelemahan pengaturan dengan jarak salah satunya adalah adanya perbedaan kepadatan jumlah penduduk. Selain itu juga pengaruh dari sarana kesehatan lain yang membutuhkan keberadaan apotek.
Seperti kita ketahui banyak apotek yang ingin berdiri didekat RS atau tempat keramaian seperti pasar dll. Luasan daerah sekitar pasar yang ramai umunya hanya beberapa ratus meter dari pasar, dan bila pemetaan mengunakan jarak bisa jadi apotek kedua dan selanjutnya akan menerima daerah yang dianggap kurang menguntungkan.
II. Pemetaan Berdasarkan Jumlah Penduduk Per Luasan Wilayah
Pemetaan berdasarkan jumlah penduduk luasan wilayah tertentu dapat dihitung berdasarkan perkiraan kemampuan maksimal apoteker dalam melayanani masyarakat dengan asumsi setiap 10.000 penduduk 1000-2000 diantaranya membutuhkan layanan kefarmasian setiap bulannya. Bila kita mengasumsikan setiap satu bulan ada 25 hari kerja, maka akan ada 40-80 kunjungan dalam setiap hari.
Kelemahan model ini adalah mobilitas masyarakat yang dalam mencukupi kebutuhan layanan kermasian terkadang memilih apotek didaerah lain yang disebabkan oleh beberapa hal. Kesadaran penduduk akan kesehatan terkait sediaan farmasi tidak merata pada setiap daerah dan tingkat ekonomi juga tidak merata, ini juga mempengaruhi model ini.
III Pemetaan Berdasarkan Jumlah Kunjungan
Pemetaan berdasarkan jumlah kunjungan bisa juga dilakukan. Bila kita mengasumsikan apoteker hanya mampu ideal melayani 40-80 pasien perhari, maka bila ada lebih dari 80 kunjungan harus ada Aping yang membantu dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian.
Kelemahan model ini adalah, pada apotek yang mempunyai manajemen kurang bagus bisa jadi jumlah kunjungan tidak mewakili kebutuhan layanan nyata. Karena mereka yang kurang puas bisa saja akan memilih sarana kesehatan lain atau mendiamkan penyakitnya.
IV. Pemetaan Berdasarkan Rasionalisasi Investasi
Apotek bisa juga dikatakan sebagai usaha layanan kesehatan yang tidak boleh lepas dari nilai-nilai sosial. Oleh karena itu, apotek didalam menjalankan usaha tidak boleh dominan perdagangan agar tidak menghancurkan sistem layanan kesehatan yang menopang sistem kesehatan bangsa. Selanjutnya pemetaan berdasarkan pada nilai-nilai investasi juga dapat dikembangkan.
Pengaturan jumlah apotek berdasar pada rasionalisasi investasi bisa jadi diperlukan guna melindungi nilai-nilai investasi yang selanjutnya dapat diharapkan masyarakat mau ikut berinvestasi dalam bidang kesehatan. Dengan pengaturan bisa diharapkan persaingan akan lebih mengarah pada kualitas layanan bukan pada perdagangan bebas, karena bagaimanapun juga perdagangan bebas dapat menyebabkan pengusaha kecil akan enggan masuk dalam usaha perapotekan dan pengusaha besar akan semakin kuat. Padahal pengusaha kuat umumnya hanya mau berinvestasi bila menguntungkan saja dan kualitas layanan sering kali dinomorduakan. Tidak mungkin apotek wara laba akan mau masuk sampai ke pelosok desa, padahal banyak pengusaha kecil yang mau masuk sampai ke pelosok desa, meskipun bila dilihat dari sisi investasi mungkin kurang menguntungkan.
Harga murah bukan berarti menguntungkan, tetapi kualitas layanan yang baik sudah pasti akan sangat menguntungkan masyarakat. Pengaturan apotek agar kualitas layanan dapat dijaga harus dilakukan. Dan selanjutnya pengusaha juga mendapat perlindungan agar tidak enggan berinvestasi dibidang kesehatan, khususnya kefarmasian.
Pemetaan Apotek Ke depan
Pemetaan apotek ke depan harus melibatkan segala aspek. Aspek profesi menjadi hal yang tidak boleh ditinggalkan, demi nilai-nilai kemanusiaan. Karena meninggalkan aspek profesi berarti juga meninggalkan aspek layanan kesehatan dan meninggalkan aspek layanan berarti akan merugikan masyarakat, merugikan masyarakat berarti merugikan bangsa dan negara.
Pemetaan guna mengatur pendirian apotek menjadi sangat perlu, karena apotek bukanlah usaha perdagangan. Meskipun kran perdagangan bebas dibuka, pembukaan apotek tidak boleh serta merta hanya mempertimbangkan orientasi bisnis, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai manusiaan dan pemerataan akan layanan kesehatan. Dengan demikian, pendirian apotek ke depan sebagai bagian dari usaha pemerataan pelayanan kesehatan. Pendiriannya harus diatur dengan mempertimbangankan akan kebutuhan layanan kesehatan. Persaingan apotek hanya diarahkan sedapat mungkin hanya pada hal-hal terkait kualitas layanan, bukan persaingan pada usaha-usaha perdagangan.
Dengan mempertimbangkan untuk mengkombinasikan semua masukan dari para profesional maka pemetaan untuk sementara saya usulkan dengan istilah “menghitung kebutuhan layanan kefarmasian dengan model blok”. Model blok yang saya maksud adalah dengan mendasarkan wilayah tertentu (blok) terhadap kebutuhan tenaga kefarmasian dan investasi sehingga pengaturan bisa diharapkan lebih rasional. Disini menurut saya tidak menutup kemungkinan masukan dari para profesional, karena merekalah yang sebenarnya lebih paham dari saya pribadi. Sebagai masukan tentu akan sangat banyak kekurangan, tetapi setidaknya dalam harapan saya, masukan saya ini bisa menjadi salah satu pertimbangan demi kemajuan profesi apoteker di Indonesia.
Wilayah tertentu dalam perhitungan blok bisa berarti kota, kecamatan, desa, perumahan atau wiayah lain yang bisa ditentukan atau diukur akan kebutuhan layanan kefarmasian oleh apoteker. Secara ekonomis, pendirian apotek sejumlah apoteker akan lebih mahal bila dibandingkan dengan mendirikan apotek sejumlah kebutuhan layanan. Dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan layanan, maka keberadaan apoteker didalam pendirian apotek bisa lebih dari seorang. Mungkin saja dalam apotek akan ada lebih dari 5 orang apoteker tergantung besar dan kecilnya apotek, juga banyak dan tidaknya jumlah layanan dalam satuan waktu. Mungkin ini termasuk hal baru bagi sebagian apoteker dalam membuat perhitungan untuk pemetaan, oleh karena itu akan ada baiknya bila ini dikaji lebih jauh agar bisa menjadi salah satu pertimbangan didalam mengembangkan praktek profesi apoteker ke depan.
Perhitungan kebutuhan apoteker dalam satu wilayah (A), bisa kita lakukan dengan membuat asumsi tingkat potensi kunjungan penduduk ke apotek yang di gambarkan dalam persentase (P) dikalikan konstanta wilayah (K) dibandingan dengan rasionalisasi nasional kemampuan apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (R). Yang selanjutnya bisa digambarkan dengan rumus :
A = (jumlah penduduk x P x A) : R
Sebagai contoh, semisal dalam satu kecamatan dengan jumlah penduduk 50.000, dengan asusmsi tingkat kunjungan 20% dan konstanta wilayah 0,7. dan ketetapan rasionalisasi nasional sebesar 1500 layanan perbulan, maka
A= (50.000 x 20% x 0,7) : 1500
A=4,67
maka kebutuhan apoteker didalam wilayah tersebut adalah 5 apoteker.
Angka tersebut bisa saja berubah bila ada perubahan P yang dipengaruhi oleh banyak hal atau ada perubahan K yang seharusnya ditetapkan oleh IAI dan pemerintah. Sebagai pengendali rumus tersebut digunakan rumus rasionalisasi kebutuhan apoteker (RA) dalam apotek. Yang mana rumus rasionalisasi kebutuhan apoteker juga di hitung berdasarkan jumlah kunjungan nyata ke apotek dalam periode tertentu (J) di bagi rasionalisasi kemampuan apoteker didalam melakukan pekerjaan kefarmasian (R).
RA = J : R
Semisal dalam kenyataan di kecamatan tersebut diatas ada 3 apotek, yang satu apotek mempunyai tingkat kunjungan 5000 per bulan. Maka
RA = 5000 : 1500
RA = 3,3
Maka kebutuhan apoteker dalam apotek tersebut minimal adalah 4 orang. Hal ini kita usulkan juga karena ada kemungkinan salah satu apotek yang didirikan pada wilayah tertentu mempunyai daya tarik lebih yang menyebabkan tingkat kunjungan lebih dari yang lain. Untuk memenuhi keadilan dalam biaya operasional salah satunya, maka hal-hal tersebut seharusnya juga kita perhatikan.
Demikian masukan saya dalam hal pemetaan, semoga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan didalam membangun praktek profesi.
(naskah ini juga saya muat pada hisfarma.blogspot.com)
Langganan:
Postingan (Atom)