ASPEK SOSIAL FARMASI KOMUNITAS
Sampai saat ini masih banyak apoteker yang menganggap puncak
dari farmasi komunitas adalah farmakoterapi, meskipun sebenarnya farmakoterapai
adalah sebagian dari ilmu farmasi komunitas. Ketidak pahaman ini sering
dilontarkan oleh sejawat diluar farmasi komunitas yang memang membutuhkan
farmakoterapi sebagai “hardskill”. Sehingga cara memandang masalah yang sempit
menjadi mengurung diri kita masing-masing pada titik sempit profesi.
Pada farmasi komunitas, masalah aspek farmasetika dan aspek
farmakoterapi tetap menjadi domain penting yang tidak mungkin hilang. Bahkan harus
terus selalu berkembang sesuai kebutuhan pada perkembangan jaman. Perkembangan ilmu
praktis terkait aspek farmasetika dan aspek farmakoterapi akan tetap berkembang
pesat pada saat praktek profesi terjadi. Perkembangan ini akan semakin cepat
lagi bila data praktek profesi yang menjadi bukti praktek semakin banyak
sebagai bagian dalam menyusun “evidence based practice”.
Seperti pada acara pelantikan pengurus HISFARMA PD IAI JATIM
kemarin, ada yang menanyakan terkait sikap kita bila ada pasien yang menolak
edukasi. Pertanyaan semacam ini sering muncul pada praktisi baru. Mungkin juga
akan muncul pada mereka yang bukan dari farmasi komunitas. Dan mengapa hal ini
muncul, tentunya terkait pada bagaimana kita mampu mengatasi aspek sosial. Dan tidak
mengherankan bila aspek sosial menjadi dominan pada farmasi komunitas, karena
siapapun yang sakit, yang kita hadapi dalam penyerahan obat selalu manusia. Meskipun
pasiennya adalah seekor kucing.
Pada paham farmasi komunitas, teknologi obat yang baik dan
pemahaman farmakoterapi yang baik dari apoteker masih memungkinkan pengobatan akan gagal bila
apoteker tidak memahami aspek sosial dengan benar. Sehingga permasalahan
terkait aspek sosial juga harus diselesaikan dengan baik. Dan aspek sosial tidak
hanya terkait komunikasi, tetapi lebih dari itu.
Hal dominan yang sering menjadi masalah dari aspek sosial pada
farmasi komunitas adalah hambatan psikologi, hambatan sosiologi dan hambatan
komunikasi. Yang mana hambatan tersebut dapat terjadi pada diri pasien atau dapat
terjadi pada diri apoteker. Ketiga hambatan tersebut umumnya kurang dipahami dan
kurang menarik bagi apoteker yang tidak praktek pada komunitas. Tetapi hal
tersebut justru akan sangat menarik bagi
praktisi farmasi komunitas, bahkan pada beberapa praktisi komunitas mendudukan
aspek sosial ini sebagai pilar utama ilmu kefarmasian.
Oleh karenanya untuk dapat mengatasi ketiga masalah tersebut
diatas, kita sebagai praktisi komunitas tidak dapat hanya membaca buku teori,
tetapi kita harus mampu melakukan interaksi sosial dengan benar dan dalam jam
yang banyak. Meskipun banyak teori yang dapat dibangun untuk menjelaskan ketiga
hambatan diatas, tetapi dari kesemuanya tetap dibutuhkan praktek yang nyata.
Praktek nyata selalu dibutuhkan untuk mengekspresikan suatu
ilmu. Semisal pada masalah introvert yang terjadi pada diri pasien, apoteker
harus mampu mengali informasi penting yang menjadi pesan utama agar tujuan
terapi tercapai. Pada masalah ini mungkin saja kita juga mengalami kegagalan
bila pendekatan yang kita gunakan kurang tepat atau bila kita kurang fokus. Sehingga
menajamkan ilmu sosial harus selalu dilakukan selama menyebut dirinya praktisi farmasi
komunitas.
Seorang apoteker yang mempunyai jam terbang cukup masih
mungkin mengalami kegagalan dalam menghadapi aspek sosial karena dunia tidak ada yang seratus persen. Oleh
karenanya melakukan praktek nyata guna mengasah ilmu praktis setiap saat
menjadi sangat penting apalagi bagi praktisi baru. Bagi praktisi baru, ada
baiknya bila menjadikan ketrampilan sosial sebagai focus yang juga harus dikembangkan
guna meningkatkan kualitas profesi diri sendiri. Hal itu dilakukan mengingat akan
pentingnya aspek sosial dalam keberhasilan profesi apoteker komunitas.
Focus pasien berarti juga focus pada aspek sosial dari
pasien itu sendiri. Karena setiap pasien bersifat spesifik dan perlu mendapat
perhatian secara khusus. Oleh karenanya pemahaman ilmu sosial oleh profesi
apoteker mejadi penting, karena ilmu sosial inilah yang mengatarkan semua aspek
kefarmasian sampai pada masyarakat.
“BISA JADI ASPEK FARMASETIKA YANG HEBAT DAN PEMAHAMAN
FARMAKOTERAPI YANG HEBAT DARI APOTEKER AKAN GAGAL MANAKALA APOTEKER JUGA GAGAL
DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN ILMU SOSIAL YANG DIMILIKINYA”
Selamat atas dilantiknya pengurus HISFARMA PD IAI JATIM
kemarin, dan tulisan ini menjadi salah satu dedikasi saya pada HISFARMA.