Rabu, 08 Desember 2010

PEMETAAN APOTEK SEBAGAI PENGATURAN DAN PEMERATAAN LAYANAN KEFARMASIAN

PEMETAAN APOTEK SEBAGAI PENGATURAN DAN PEMERATAAN LAYANAN KEFARMASIAN



Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan primer yang semakin lama semakin dirasakan kebutuhannya oleh masyarakat. Sebagai salah satu indikasinya (untuk jawa) adalah semakin menjamurnya apotek sampai daerah kecamatan dan bahkan pada beberapa apotek sudah mulai berani berdiri lebih jauh dari kota kecamatan.

14 tahun yang lalu saat saya mendirikan apotek di kota kecamatan yang berstatus daerah tertinggal, banyak sekali yang mencemooh dan mengatakan tidak akan pernah laku. Sekarang di kecamatan saya sudah ada 5 apotek yang berdiri. Dan omset apotek saya sampai saat ini belum berkurang secara bermakna dan pertumbuhan pertahunnya masih bisa dirasakan, meskipun pertumbuhannya tidak sebesar tahun-tahun awal saya mendirikan apotek.

Jumlah seluruh apotek di kabupaten dimana apotek saya berdiri 14 tahun yang lalu ada 8, dan apotek saya adalah yang ke-9. Sekarang jumlah apotek sudah melebihi angka 80 dan masih ada beberapa lagi yang masih dalam proses perizinan. Peningkatan pertumbuhan apotek yang cukup pesat. Bila pertumbuhan itu kita hitung dengan deret ukur, maka bisa diasumsikan dalam 14 tahun ke depan jumlah apotek akan mendekati angka 160. Bila kita menggunakan deret geometrik, mungkin bisa diasumsikan dalam 14 tahun menjadi sebesar sepuluh kali lipat atau bisa mencapai 800.

Pertambahan jumlah apotek yang cukup besar ini menjadi kekhawatiran juga dari berbagai pihak termasuk para pemodal, apoteker, mungkin juga pemerintah didalam memfasilitasi dalam membuka lapangan pekerjaan. Oleh karena itu pengaturan dan pemetaan kebutuhan layanan kefarmasian dari apotek harus mulai disusun dengan cara-cara yang benar dan tepat. Semua demi kepentingan kita bersama, juga kepentingan para masyarakat sebagai penguna jasa.

Tujuan Pemetaan Apotek
Tujuan pemetaan apotek adalah untuk mempermudah pengaturan, penataan dan pengembangan layanan kefarmasian yang didasarkan pada nilai-nilai dan kenyataan nyata yang ada di lapangan.

Manfaat Pemetaan Apotek
1. Melindungi masyarakat, karena pemetaan bisa diharapakan mampu meningkatkan kualitas layanan kefarmasian.
2. Bagi apoteker, peluang kerja, pengembangan diri dsb lebih bisa diperkirakan.
3. Melindungi bisnis apotek, karena kebutuhan apotek dan apoteker lebih bisa diperhitungkan dengan rasional. Biaya investasi dan pengembalian modal lebih mudah diperkirakan sehingga resiko bisnis lebih dapat ditekan. Pengembangan bisnis juga menjadi lebih bisa menjanjikan.
4. Mempermudah bagi pemerintah didalam pengaturan, penataan, pembinaan, pemerataan dan pengembangan guna mendukung sistem kesehatan yang terintegrasi.
5. PT farmasi sebagai penghasil apoteker akan lebih mudah didalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas apoteker baru.
6. Bisnis terkait farmasi komunitas menjadi lebih mudah dalam menghitung peluang dan resiko, juga dalam pengembangan.
7. Organisasi profesi akan menjadi lebih mudah dalam pembinaan, pengembangan, dan pengaturan. Juga lebih jelas arah memperjuangkan kesejahteraan apoteker dan koordinasi dengan berbagai pihak.Bagaimanapun juga, seseorang tidak bisa berdiri sendiri, demikian juga profesi, akan ada saling ketergantungan dengan lingkungan. Sehingga koordinasi dengan berbagai pihak menjadi sangat penting dan pemetaan menjadi hal dasar yg juga harus dikembangkan.

Pemetaan Apotek

Pemetaan Apotek yang saya maksud adalah menghitung kebutuhan nyata apotek pada suatu daerah, keberadaan daerah terhadap kebutuhan layanan kefarmasian. Sehingga pengaturan, penataan dan pemerataan layanan kefarmasian menjadi lebih rasional dan berdasarkan kepentingan masyarakat akan kesehatan.

Pemetaan apotek merupakan bagian dari pemetaan permasalahan kesehatan bidang kefarmasian. Yang mana penggambaran keberadaa apotek dan kebutuhannya pada suatu wilayah diharapkan akan mampu memberikan arah dalam mengambil kebijakan atau keputusan terkait perkembangan dan pengembangan apotek pada semua lini. Dan ini kedepannya dapat menjadi data awal bagi pemerintah, organisasi profesi, penanam modal juga bagi PT farmasi.

Selama ini, bisa dikatakan sangat sulit mengumpulkan data apotek, karena data apotek masih hanya menjadi kebutuhan organisasi didalam membina anggotanya. Dengan sistem pemetaan apotek yang lebih baik, diharapkan pengumpulan data akan menjadi lebih mudah bagi siapa saja, karena data menjadi kepentingan bersama. Kepentingan bersama antara profesi, organisasi profesi, pemerintah, PT farmasi juga pengusaha. Bahkan masyarakatpun bisa jadi akan membutuhkan data dari pemetaan tersebut.

Saat ini, konsep pemetaan apotek yang yang dikembangkan sudah saatnya menjadi kebutuhan yang mendesak dan didasarkan pada data-data yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diukur. Semisal didasarkan pada jumlah penduduk, tingkat keramaian suatu wilayah seperti pasar, keberadaan sarana kesehatan lain dsb. Dengan harapan akan lebih memberikan nilai-nilai keadilan bagi semua pihak seperti profesi dan pemilik modal, juga bagi masyarakat. Bagaimanapun juga masyarakat sebagai pihak yang lemah memerlukan perlindungan dari pemerintah dan organisasi profesi dengan menyediakan sarana kesehatan apotek yang layak, merata serta tejangkau.

I.Pemetaan Berdasarkan Jarak Antar Apotek

Beberapa masukan yang pernah diterapkan didalam mengatur jumah apotek agar pemerataan dapat berjalan dengan baik adalah dengan mengatur jarak. Kelemahan pengaturan dengan jarak salah satunya adalah adanya perbedaan kepadatan jumlah penduduk. Selain itu juga pengaruh dari sarana kesehatan lain yang membutuhkan keberadaan apotek.

Seperti kita ketahui banyak apotek yang ingin berdiri didekat RS atau tempat keramaian seperti pasar dll. Luasan daerah sekitar pasar yang ramai umunya hanya beberapa ratus meter dari pasar, dan bila pemetaan mengunakan jarak bisa jadi apotek kedua dan selanjutnya akan menerima daerah yang dianggap kurang menguntungkan.


II. Pemetaan Berdasarkan Jumlah Penduduk Per Luasan Wilayah

Pemetaan berdasarkan jumlah penduduk luasan wilayah tertentu dapat dihitung berdasarkan perkiraan kemampuan maksimal apoteker dalam melayanani masyarakat dengan asumsi setiap 10.000 penduduk 1000-2000 diantaranya membutuhkan layanan kefarmasian setiap bulannya. Bila kita mengasumsikan setiap satu bulan ada 25 hari kerja, maka akan ada 40-80 kunjungan dalam setiap hari.

Kelemahan model ini adalah mobilitas masyarakat yang dalam mencukupi kebutuhan layanan kermasian terkadang memilih apotek didaerah lain yang disebabkan oleh beberapa hal. Kesadaran penduduk akan kesehatan terkait sediaan farmasi tidak merata pada setiap daerah dan tingkat ekonomi juga tidak merata, ini juga mempengaruhi model ini.


III Pemetaan Berdasarkan Jumlah Kunjungan

Pemetaan berdasarkan jumlah kunjungan bisa juga dilakukan. Bila kita mengasumsikan apoteker hanya mampu ideal melayani 40-80 pasien perhari, maka bila ada lebih dari 80 kunjungan harus ada Aping yang membantu dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian.

Kelemahan model ini adalah, pada apotek yang mempunyai manajemen kurang bagus bisa jadi jumlah kunjungan tidak mewakili kebutuhan layanan nyata. Karena mereka yang kurang puas bisa saja akan memilih sarana kesehatan lain atau mendiamkan penyakitnya.


IV. Pemetaan Berdasarkan Rasionalisasi Investasi

Apotek bisa juga dikatakan sebagai usaha layanan kesehatan yang tidak boleh lepas dari nilai-nilai sosial. Oleh karena itu, apotek didalam menjalankan usaha tidak boleh dominan perdagangan agar tidak menghancurkan sistem layanan kesehatan yang menopang sistem kesehatan bangsa. Selanjutnya pemetaan berdasarkan pada nilai-nilai investasi juga dapat dikembangkan.

Pengaturan jumlah apotek berdasar pada rasionalisasi investasi bisa jadi diperlukan guna melindungi nilai-nilai investasi yang selanjutnya dapat diharapkan masyarakat mau ikut berinvestasi dalam bidang kesehatan. Dengan pengaturan bisa diharapkan persaingan akan lebih mengarah pada kualitas layanan bukan pada perdagangan bebas, karena bagaimanapun juga perdagangan bebas dapat menyebabkan pengusaha kecil akan enggan masuk dalam usaha perapotekan dan pengusaha besar akan semakin kuat. Padahal pengusaha kuat umumnya hanya mau berinvestasi bila menguntungkan saja dan kualitas layanan sering kali dinomorduakan. Tidak mungkin apotek wara laba akan mau masuk sampai ke pelosok desa, padahal banyak pengusaha kecil yang mau masuk sampai ke pelosok desa, meskipun bila dilihat dari sisi investasi mungkin kurang menguntungkan.

Harga murah bukan berarti menguntungkan, tetapi kualitas layanan yang baik sudah pasti akan sangat menguntungkan masyarakat. Pengaturan apotek agar kualitas layanan dapat dijaga harus dilakukan. Dan selanjutnya pengusaha juga mendapat perlindungan agar tidak enggan berinvestasi dibidang kesehatan, khususnya kefarmasian.

Pemetaan Apotek Ke depan

Pemetaan apotek ke depan harus melibatkan segala aspek. Aspek profesi menjadi hal yang tidak boleh ditinggalkan, demi nilai-nilai kemanusiaan. Karena meninggalkan aspek profesi berarti juga meninggalkan aspek layanan kesehatan dan meninggalkan aspek layanan berarti akan merugikan masyarakat, merugikan masyarakat berarti merugikan bangsa dan negara.

Pemetaan guna mengatur pendirian apotek menjadi sangat perlu, karena apotek bukanlah usaha perdagangan. Meskipun kran perdagangan bebas dibuka, pembukaan apotek tidak boleh serta merta hanya mempertimbangkan orientasi bisnis, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai manusiaan dan pemerataan akan layanan kesehatan. Dengan demikian, pendirian apotek ke depan sebagai bagian dari usaha pemerataan pelayanan kesehatan. Pendiriannya harus diatur dengan mempertimbangankan akan kebutuhan layanan kesehatan. Persaingan apotek hanya diarahkan sedapat mungkin hanya pada hal-hal terkait kualitas layanan, bukan persaingan pada usaha-usaha perdagangan.

Dengan mempertimbangkan untuk mengkombinasikan semua masukan dari para profesional maka pemetaan untuk sementara saya usulkan dengan istilah “menghitung kebutuhan layanan kefarmasian dengan model blok”. Model blok yang saya maksud adalah dengan mendasarkan wilayah tertentu (blok) terhadap kebutuhan tenaga kefarmasian dan investasi sehingga pengaturan bisa diharapkan lebih rasional. Disini menurut saya tidak menutup kemungkinan masukan dari para profesional, karena merekalah yang sebenarnya lebih paham dari saya pribadi. Sebagai masukan tentu akan sangat banyak kekurangan, tetapi setidaknya dalam harapan saya, masukan saya ini bisa menjadi salah satu pertimbangan demi kemajuan profesi apoteker di Indonesia.

Wilayah tertentu dalam perhitungan blok bisa berarti kota, kecamatan, desa, perumahan atau wiayah lain yang bisa ditentukan atau diukur akan kebutuhan layanan kefarmasian oleh apoteker. Secara ekonomis, pendirian apotek sejumlah apoteker akan lebih mahal bila dibandingkan dengan mendirikan apotek sejumlah kebutuhan layanan. Dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan layanan, maka keberadaan apoteker didalam pendirian apotek bisa lebih dari seorang. Mungkin saja dalam apotek akan ada lebih dari 5 orang apoteker tergantung besar dan kecilnya apotek, juga banyak dan tidaknya jumlah layanan dalam satuan waktu. Mungkin ini termasuk hal baru bagi sebagian apoteker dalam membuat perhitungan untuk pemetaan, oleh karena itu akan ada baiknya bila ini dikaji lebih jauh agar bisa menjadi salah satu pertimbangan didalam mengembangkan praktek profesi apoteker ke depan.

Perhitungan kebutuhan apoteker dalam satu wilayah (A), bisa kita lakukan dengan membuat asumsi tingkat potensi kunjungan penduduk ke apotek yang di gambarkan dalam persentase (P) dikalikan konstanta wilayah (K) dibandingan dengan rasionalisasi nasional kemampuan apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (R). Yang selanjutnya bisa digambarkan dengan rumus :

A = (jumlah penduduk x P x A) : R

Sebagai contoh, semisal dalam satu kecamatan dengan jumlah penduduk 50.000, dengan asusmsi tingkat kunjungan 20% dan konstanta wilayah 0,7. dan ketetapan rasionalisasi nasional sebesar 1500 layanan perbulan, maka

A= (50.000 x 20% x 0,7) : 1500

A=4,67
maka kebutuhan apoteker didalam wilayah tersebut adalah 5 apoteker.

Angka tersebut bisa saja berubah bila ada perubahan P yang dipengaruhi oleh banyak hal atau ada perubahan K yang seharusnya ditetapkan oleh IAI dan pemerintah. Sebagai pengendali rumus tersebut digunakan rumus rasionalisasi kebutuhan apoteker (RA) dalam apotek. Yang mana rumus rasionalisasi kebutuhan apoteker juga di hitung berdasarkan jumlah kunjungan nyata ke apotek dalam periode tertentu (J) di bagi rasionalisasi kemampuan apoteker didalam melakukan pekerjaan kefarmasian (R).

RA = J : R

Semisal dalam kenyataan di kecamatan tersebut diatas ada 3 apotek, yang satu apotek mempunyai tingkat kunjungan 5000 per bulan. Maka

RA = 5000 : 1500
RA = 3,3

Maka kebutuhan apoteker dalam apotek tersebut minimal adalah 4 orang. Hal ini kita usulkan juga karena ada kemungkinan salah satu apotek yang didirikan pada wilayah tertentu mempunyai daya tarik lebih yang menyebabkan tingkat kunjungan lebih dari yang lain. Untuk memenuhi keadilan dalam biaya operasional salah satunya, maka hal-hal tersebut seharusnya juga kita perhatikan.

Demikian masukan saya dalam hal pemetaan, semoga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan didalam membangun praktek profesi.

(naskah ini juga saya muat pada hisfarma.blogspot.com)

Minggu, 28 November 2010

KELUARGA SEHAT INVESTASI BANGSA

KELUARGA SEHAT INVESTASI BANGSA


Maksud dari sehat bukan hanya fisik, tetapi juga sosial, ekonomi, dsb. Keluarga yang merupakan unit terkecil didalam keluarga, bisa jadi akan lebih memudahkan didalam program membangun sistem kesehatan yang terintegrasi. Mulai dari keluarga inilah peran pemerintah seharusnya dilakukan didalam membangun kesehatan bangsa.

Tema pemerintah didalam menyambut HKN dengan “ Keluarga Sehat Investasi Bangsa “ adalah sangat tepat, tidak hanya disaat sekarang, tetapi juga disaat yang akan datang. Tetapi yang akan menjadi pertanyaan adalah, sudahkah sistem yang dibangun oleh pemerintah sudah tepat? Bila sudah, apakah seluruh profesi kesehatan sudah mampu mengambil porsinya dengan tepat?

Tema selalu enak didengar dan diucapkan, tetapi akan sulit untuk dilaksanakan. Hal ini bisa jadi karena hal yang sangat komplek yang salah satunya terkait pada konsep yang dibangun oleh pemerintah disemua lini, karena setiap lini bisa jadi sangat terkait dan berhubungan. Dan organisasi profesi kesehatan seharusnya juga tergerak untuk mendukung semua konsep yang sedang dibangun oleh pemerintah, baik secara bersama dengan pemerintah atau pihak lain atau dibangun secara mandiri. Dan janganlah kita sebagai tenaga kesehatan hanya menunggu juknis yang kadang terlambat turun, tetapi kita harus selalu bisa mengambil inisiatif cepat dan tepat yang sinergis.

Peran apoteker didalam investasi bangsa sangat besar, karena peran apoteker didalam menudukung keluarga yang sehat. Ada atau tidak kampanye kesehatan terkait kesehatan keluarga, apoteker tetap bertugas mengawal kesehatan keluarga di sekitar apotek atau sarana kesehatan lain tempat apoteker melakukan pengabdian profesinya. Hal yang paling sederhana adalah KIE, yang mana didalam pelayanan kefarmasian edukasi seharusnya selalu dilakukan. Karena edukasi ini adalah bagian dari program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan demikian apotek juga menjadi tempat pendidikan nonformal bagi masyarakat dibidang kesehatan.

Peran sebagai penyuluh kesehatan sudah seharusnya melekat pada diri apoteker yang melakukan praktek profesi di komunitas. Diakui atau tidak peran apoteker adalah sangat penting dan kita para apoteker memang tidak butuh pengakuan akan hal ini, yang kita butuhkan adalah apresiasi dari masyarakat agar menggunakan jasa. Setidaknya peran edukasi bisa meningkatkan kesadaran masyarakat guna lebih bisa melakukan preventif. Juga masyarakat lebih bisa melakukan kuratif dengan benar. Yang tidak kalah penting adalah mampu meningkatkan kesadaran masyarakat agar mengakses sarana kesehatan disaat ada gangguan kesehatannya. Sarana kesehatan ini termasuk apotek disamping dokter praktek, praktek bidan, puskesmas dll.

Kebiasaan masyarakat dalam menyimpan obat juga menjadi salah satu target didalam edukasi kepada masyarakat dengan slogan dari IAI “DAGUSIBU”, dapatkan gunakan simpan dan buang obat dengan benar. Semoga keluarga sehat juga bisa terwujud disekitar tempat pengabdian apoteker.

Jumat, 08 Oktober 2010

PERAN EVIDENCE BASED PRACTICE DALAM MENGOPTIMALKAN PENGUNAAN OBAT PADA SWAMEDIKASI

PERAN EVIDENCE BASED PRACTICE DALAM MENGOPTIMALKAN PENGUNAAN OBAT PADA SWAMEDIKASI



Bergesernya orientasi bisnis pelayanan kesehatan pada farmasi komunitas, yang dulu berorientasi pada resep dan barang, sekarang sebagian mulai berorientasi pada produk otc dengan konseling selain sekedar resp. Pergeseran ini menyebabkan juga ada pergeseran akan kebutuhan manajemen didalam pengelolaan apotek juga pergeseran kompetensi yang dibutuhkan. Bila dulu lebih mengarah hanya sekedar PIO yang mana jalannya komunikasi lebih sering mengalir dari atas kebawah, sekarang komunikasi harus berajalan seimbang antara apoteker dan klien.

Komunikasi dua arah inilah yang akhirnya menjadi dasar pada pengembangan ilmu konseling di farmasi komunitas. Banyak diantara kita para praktisi komunitas mulai mengembangkan teknik-teknik konseling guna meningkatkan efektifitas pada proses konseling. Dan untuk mendapatkan koseling yang efektif, para apoteker praktisi di komunitas harus selalu melatih menggunakan teknik-teknik konseling yang dibutuhkan pada praktek komunitas.

Konseling kefarmasian yang merupakan usaha dari apoteker didalam membantu masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya kesehatan yang umumnya terkait dengan sediaan farmasi agar masyarakat mampu menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan kemampuan dan kondisi masyarakat itu sendiri.. Konseling kefarmasian bukan sekedar PIO dan konsultasi, tetapi lebih jauh dari itu.

Pada swamedikasi yang umumya menggunakan produk otc, konseling sangat berperan dalam mengoptimalkan pengunaan obat. Pada praktek apoteker komunitas, konseling tidak boleh dilepaskan dari“evidence based practice”. Eviden Based Practice tidak hanya berperan pada swamedikasi tetapi juga pada pelayanan resep. Tetapi pada kali ini saya hanya membahas keterkaitan Evidence Based Practice dalam mengoptimalkan penggunaan obat pada swamedikasi.

Swamedikasi adalah usaha masyarakat di dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya terkait sediaan farmasi. Yang mana di dalam menentukan keputusannya dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain. Didalam membantu penentuan keputusan agar jalannya swamedikasi berjalan optimal maka apoteker harus melakukan tindakan profesi yang dinamakan konseling yang didalam prosesnya melibatkan evidence based practice.

Pada evidence based medicine, pengobatan didasar pada bukti ilmah yang dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan eviden based practis, bukti tidak dapat hanya dikaitkan dengan bukti-bukti ilmiah saja, tetapi juga harus dikaitkan dengan bukti/data yang ada pada saat pratek profesi dilakukan. Dengan demikian perbedaan waktu, situasi, kondisi, tempat dan lain-lain, mungkin akan mempengaruhi tindakan profesi, keputusan profesi dan hasil dari swamedikasi. Dan jalannya parktek profesi apoteker tetap harus berjalan optimal pada setiap situasi dan kondisi termasuk pada swamedikasi. Agar tetap menghasilkan praktek profesi yang optimal, setiap apoteker atau calon apoteker harus terlatih dalam penguasaan dan penerapan skill dan knowledge dalam prakek profesi sesuai kebutuhan.

Setiap apoteker bisa jadi mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam skill dan knowledge, hal ini tergantung dari banyak hal, termasuk model, manajemen, lokasi, orientasi dll. Tetapi semua mempunyai kesamaan dalam standar profesi. Oleh karena itu pada apoteker komunitas, jam terbang apoteker dapat mempengaruhi kualitas penguasaan skill dan kwnledge dari seorang apoteker. Apoteker yang sangat cerdas bisa jadi akan kalah dengan apoteker yang sangat aktif di dalam pelayanan komunitas.

Salah satu standar yang digunakan untuk mendapatkan kualitas layanan yang ‘ajeg’ adalah ‘Standar Prosedur Operasional (SPO). Yang mana standar ini harus disusun sesuai praktek profesi yang telah dilakukan, bukan hanya sekedar teori belaka yang belum diuji coba, yang ujung-ujungnya adalah membikin susah dalam penerapannya. Selanjutnya SPO ini harus diuji cobakan secara luas dan proprosional sebelum dijadikan stanadar secara nasional.


Mengoptimalkan Penggunaan Obat

Mengoptimalkan pengunaan obat pada swamedikasi ditujukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan resiko yang paling ringan, dengan tetap melibatkan kaidah-kaidah layanan yang profesionalisme.

Resiko yang dimaksud disini adalah resiko bagi pasien, bagi profesi dan investasi juga bagi pemerintah. Hal ini menjadi penting, karena kita tidak mungkin melakukan proses pelayanan yang merugikan pasien, diri kita atau nilai-nilai investasi. Oleh karena itu, menghindarkan klien dari ESO menjadi sangat penting.

Demikian juga terhadap profesi, kita tetap harus menjaga dan mengembangkan profesi. Kita tidak mungkin mengembangkan profesi secara asal-asalan, semisal hanya asal mendapatkan uang atau hanya sekedar melakukan tugas. Hal yang perlu dicermati pada masyarakat modern adalah semua profesi mempunyai resiko hukum sebagai bagian kemajuan jaman.

Investasi juga mempunyai peranan penting didalam kemajuan suatu profesi, dan bisa dikatakan semua profesional membutuhkan investasi meskipun kecil, misal kantor tempat bekerja. Bagi para sebagian apoteker, investasi yang masih dianggap menjadi faktor penghambat kemajuan praktek profesi, terutama sarana dan prasarana, sedangkan obat mungkin masih bisa diatasi. Nilai investasi dalam membuka praktek profesi apoteker masih danggap mahal. Oleh karena itu, investasi yang mahal ini harus mendapatkan penjagaan yang salah satunya dengan praktek profesi yang lebih baik dan benar.

Dengan praktek profesi yang lebih baik, diharapkan resiko ikutan akibat praktek profesi seperti resiko hukum suatu misal menjadi dapat ditekan seminimal mungkin. Dengan Evidence Based Practice pelayanan yang rasional bisa diharapkan menjadi lebih baik dan akhirnya menjadi kebutuhan bagi profesi apoteker, investor, masyarakat dan pemeritah. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bila Evidence Based Practice adalah suatu kebutuhan bagi kita semua.

Swamedikasi yang optimal adalah swamedikasi yang menggunakan sediaan farmasi secukupnya dan tidak berlebihan, sehingga rasio manfaat dibanding kerugian yang ditimbulkan akibat swamedikasi sangat besar, juga yang merupakan halpenting adalah tidak mengganggu diagnosa bila pasien dirujuk. Sering kali pasien meminum obat yang bertujuan menghilangkan gejala penyakit, padahal dengan hilangnya salah satu atau lebih gejala, penegakan diagnosa oleh dokter bisa terganggu.


Penerapan Evidence Based Practice Farmasi Pada Swamedikasi.

Pada penerapannya, Eviden Based Practice Farmasi berarti menkombinasikan semua data yang diperlukan didalam mengambil keputusan profesi oleh apoteker, dan di dalam pengkombinsian itu diperlukan skill dan knowledge yang memadai yang selanjutnya dinamakan kompetensi dalam swamedikasi.

Langkah-langkah didalam penerapan Evidence Based Practis Farmasi pada komunitas pada awalnya saya kembangkan dengan melibatkan mahasiswa PKP di Apotek. Dengan tujuan mempermudah proses pembelajaran dan sistematis. Dengan membuat tabulasi kasus perkasus terhadap permintaan swamedikasi yang didasarkan pada permintaan atas nama obat dan atas nama penyakit.

Dari tabulasi itulah saya menyusun SPO swamedikasi yang didasarkan pada 2 hal tersebut. Dengan harapan pemetaan permasalahan pada swamedikasi menjadi lebih baik dan lebih optimal. Prinsip yang di kembangkan adala 4 tepat 2 waspada.

Pada umumnya kita mengenal 4 tepat 1 waspada pada pengobatan rasional, yaitu; tepat indikasi, tepat pasien tepat obat tepat dosis dan waspada terhadap ESO. Pada penerapan Evidence Based Practice Farmasi pada swamedikasi setidaknya ditambah dengan “waspada terhadap bahaya perkembangan penyakit”. Dengan lebih waspada terhadap bahaya perkembangan penyakit, diharapkan semua resiko dapat diantisipasi dengan baik.

SPO terkait swamedikasi yang pernah saya usulkan pada himpunan seminat apoteker komunitas jatim adalah sebagai berikut :

A. SPO pelayanan swamedikasi berdasarkan permintaan pasien atas nama penyakit

1. Menyapa dan menanyakan kebutuhan pasien
2. eksplorasi (4w1h)mengenai data pasien, penyakit dan gejala penyakit yang diderita, obat obat yang biasa digunakan dan sedang digunakan
3. Identifikasi permasalahan, kemungkinan penyakit dan perkembangan penyakit, menangkap pesan utama.
4. Penilaian masalah, penilaian terhadap kemungkinan perkembangan penyakit dan penilaian terhadap resiko bila swamedikasi dijalankan
5. Keputusan profesi, kuratif, prekuentif, promotif, informatif, edukatif dan rujukan.
6. Informasi penyerta yang disesuaikan dengan keputusan profesi dan target profesi.



A. SPO pelayanan swamedikasi berdasarkan permintaan pasien atas nama obat

1. Menyapa dan menanyakan kebutuhan pasien.
2. Eksplorasi (4w1h) mengenai data pasien yang jadi pengguna obat, pemahaman penggunaan obat, penyakit dan gejala penyakit yang diderita terhadap permintaan obat, obat-obat lain yang sedang digunakan.
3. Identifikasi permasalahan, rasionalisasi penggunaan obat, menangkap pesan utama.
4. Penilaian masalah, penilaian terhadap pemahaman ESO oleh pasien dan rasio manfaat terhadap resiko bila obat diberikan
5. Keputusan profesi, kuratif, prekuentif, promotif, informatif, edukatif dan rujukan.
6. Informasi penyerta yang disesuaikan dengan keputusan profesi dan target profesi.


Pada prinsipnya kedua SPO tersebut adalah sama, yang mana sama-sama didasarkan pada nilai-nilai yang berkembang pada praktek profesi komunitas. Yang membedakan secara teknis adalah perlakuan pada eksplorasi, dan detail-detail pertanyaannya. Hal tersebut terjadi karena Evidence Based Practice yang terlibat sering kali berbeda.

Pentingnya peran Evidence Based Practice dalam mengoptimalkan pengunaan obat, menjadi salah satu judul seminar yang saya tawarkan pada Konfercab IAI Kab. Kediri. Semoga kedepannya kita bisa saling berbagi terkait skill dan knowledge terapan, agar profesi apoteker semakin maju dan perannya didalam pembangunan kesehatan bangsa semakin bermakna.

Jumat, 13 Agustus 2010

PENJAGA LUKISAN

PENJAGA LUKISAN


“Ada yang lucu Tuan?”, tiba-tiba ada yang menyapa Apoteker. Apoteker menoleh dan memperhatikan sekilas, menurut perkiraannya pria itu adalah pelukis yang sedang menjaga lukisannya. Apoteker dengan tetap tersenyum lebar menyapa pria tersebut, “he3x, anda yang melukis lukisan ini Tuan?”, sambil menunjuk lukisan pria yang sangat gendut sedang naik kuda yang kurus kerempeng sambil menggigit rumput.

Pria tersebut menjawab sambil tersenyum bangga karena merasa lukisannya ada yang mengapresiasi, “Benar Tuan, sayalah yang melukis itu”. Lanjut pria tersebut, “Diantara pengujung lukisan saya, lukisan ini adalah salah satu yang menarik, karena pesan dibalik lukisannya”.

Kemudian apoteker melanjutkan perkataannya, “itu kuda berjalan sepuluh langkah saja langsung rubuh, ha3x” apoteker tertawa sambil menirukan jalannya kuda yang terhuyung2.

Pelukis, “ha3x, tuan bisa saja”.

Jawab Apoteker dengan setengah tertawa, “ha3x, Coba Tuan perhatikan, kuda yang kurus kerempeng dengan beban kerja seperti itu hanya menggigit rumput tanpa boleh mengunyah. Apa kudanya lagi sariawan?

“Saya rasa tidaklah kalau kudanya sariawan. Itu pastinya karena pemiliknya sangat kikir”, lanjut Apoteker lagi.

Pelukis, “terima kasih tuan, anda telah mengapresiasi pesan dibalik lukisan saya”. Lanjut pelukis, “semua orang boleh mengapresiasi sesuai dengan latar belakangnya secara bebas, tetapi tetap harus mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku di Kerajaan ini”.

“Kalau setiap orang melakukan penilaian sendiri-sendiri, apakah itu tidak akan menjadikan penilaian menjadi kacau?”, Apoteker bertanya.

Pelukis, “Justru penilaian itu harus bebas dan kreatif, tetapi tidak boleh menyimpang dari norma yang berlaku di Kerajaan kita. Karena dari penilaian kreatif itulah munculnya ide-ide kreatif yang membangun”.

“Ooo, begitu ya”, jawab Apoteker sambil manggut-manggut

Pelukis, “Pada pekerjaan seniman itu yang susah adalah menggabungkan semua rasa sehingga dihasilkan suatu keserasian dan keselarasan rasa. Jadi sebagai seniman tidak boleh mngutamakan satu rasa saja. Missal asin atau pedas saja”.

Apoteker, “Tuan Pelukis, terus untuk asinan sama manisan bagaimana?”

Apoteker melanjutkan, “bukankah disitu hanya ada dominasi satu rasa saja??”

Pelukir, “Disinilah pentingnya memahamin rasa. Tidak semua makanan enak untuk dijadikan asinan atau manisan, hal ini disebabkan oleh rasa bawaan yang dikandung oleh bahan makanan yang mau dijadikan asinan atau manisan, jadi keserasian dan keselarasan rasa tetap ada.”

Apoteker manggut-manggut lagi, “he3x, iya ya…”

Pelukis, “Pekerjaan seniman tidak boleh diintervensi oleh pihak lain yang tidak mempunyai kompetensi”.

Apoteker, “Maksudnya”

“Tuan bisa melukis?” Tanya Pelukis kepada Apoteker.

“Tentu tidak tuan, ha3x”, jawab Apoteker sambil tertawa. “Saya tidak pernah belajar melukis”, lanjut Apoteker lagi.

“Tuan mau seandainya diminta melakukan intervesi terhadap lukisan saya yang belum selesai itu?”, Tanya pelukis sambil menunjuk lukisannya yang belum selesai.

Jawab Apoteker, “ha3x, mau saya jadikan apa???”

Sambil terus tertawa Apoteker melanjutkan, “bisa saya melanjutkan, tetapi menjadi gambar gelap gulita di dalam goa, ha3x”, Apoteker tertawa panjang.

“OK, saya mengerti”, lanjut Apoteker lagi.

Pelukis hanya tersenyum saja melihat tingkah apoteker yang dianggapnya sebagai jiwa yang menyenangkan.

Setelah berbincang-bincang agak lama yang terkadang diselingi gelak tawa dari keduanya, pelukis berkata kepada Apoteker sambil meminta apoteker memperhatikan pintu masuk ruang pertemuan.

Pelukis, “Tuan, coba anda perhatikan, didepan pintu masuk sudah ada 1 orang penjaga, berarti para tamu sudah dipersilahkan untuk masuk ruangan. Bila ada 2 penjaga berarti acara segera dimulai dan bila sudah ada 3 penjaga berarti acara sudah dimulai dan biasanya sudah tidak boleh lagi ada orang yang masuk”.

Lanjut Pelukis, “Di linkungan Kerajaan dibiasakan tidak boleh ada suara keras, sehingga semua dilakukan dengan simbol-simbol”.

Apoteker, “Ooo, begitu ya. Kalau begitu saya mohon pamit dulu”, sambil mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Pelukis.
Pelukis, “Senang bertemu anda dan semoga hari anda menyenangkan”

Setelah berpamitan dan berbasa-basi sebentar Apoteker memasuki ruang pertemuan. Di dalam ruang pertemuan yang belum penuh, Apoteker disambut oleh PM, “Silahkan anda menempati deretan terdepan … bersambung

Senin, 02 Agustus 2010

MEMBANGUN RASA SALING PERCAYA

MEMBANGUN RASA SALING PERCAYA


Selama saya bergabung dengan IAI (yang dulu ISFI), sebenarnya tidak pernah sekalipun saya menemukan konsep yang jelek. Semua konsep yang ditawarkan didalam membangun profesi adalah sangat baik. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa diantara konsep-konsep IAI tersebut selalu ada saja yang tidak bisa diterima?

Untuk sementara ini, kesimpulan saya adalah karena ada rasa tidak saling mempercayai diantara anggota IAI sendiri. Yang mana rasa tidak saling percaya ini bisa disebabkan oleh berbagai hal yang sangat manusiawi. Bila kita membicarakan siapa yang salah dan benar, maka pada hemat saya semuanya benar dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing.

Yang salah adalah ketidak mampuan IAI mulai cabang sampai pusat didalam mengelola kepentingan-kepentingan yang muncul. Kepentingan itu bisa terkait kepentingan intern dan kepentingan ekstern. Dalam mengelola kepentingan kepentingan intern anggota saja, selama ini IAI masih kesulitanan. Padahal didalam mengelola organisasi yang besar ini, pengelolaan terhadap kepetingan kepentingan intern adalah sangat penting.

Dimana letak salahnya? Kesalahan bukan pada individu pengurus, tetapi karena IAI kekurangan ahli dalam segala bidang didalam membangun organisasi. Tetapi kekurangan ini bisa diminimalkan dengan melibatkan semua anggota yang peduli terhadap kemajuan profesi dalam hal ini termasuk juga melibatkan para praktisi. bukan berarti para praktisi ini adalah segalanya, tetapi setidaknya praktisi inilah yang bisa merasakan suka uka dalam melakukan praktek profesi. teori bisa di baca, tetapi perasaan sebagai praktisi hanya dapat dirasakan dengan melakukan pekerjaan profesi. Ini yang tidak bisa digantikan dengan hanya sekedar membaca.

Dalam membangun rasa saling percaya dalam organisasi IAI, hal-hal yang seharusnya diperhatikan antara lain :
1. membangun persepsi, yang mana dengan membangun persepsi diharapkan akan ada penyeragaman terhadap persepsi dalam praktek profesi. Penyeragaman buka berarti membelenggu kreatifitas anggota, tetapi batasan profesi harus dipahami dengan pemahaman profesionalisme.
2. Membangun komunikasi antar apoteker dan antar anggota dengan pengurus. Karena tanpa komunikasi yang baik, pesan tidak akan diterimakan dengan baik pula.
3. Membangun rasa keadilan didalam praktek profesi.
4. Mengatasi kesenjangan sosial.
5. mengapresiasikan semua masukan yang baik dari anggota.
6. Membangun PO yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Bila di dalam organisasi tidak ada rasa saling percaya, maka semua potensi yang ada bisa jadi justru akan saling meniadakan. Padahal semua potensi inilah yang seharusnya dikelola oleh organisasi agar menjadi kekuatan dari organisasi tersebut.

Salah satu cara didalam mengelola semua potensi ini adalah dengan :
1. meningkatkan interaksi diantara semua potensi
2. menciptakan rasa saling ketergantungan diantara semua potesi.
3. mempererat hubungan anara semua potensi
4. membangun komitmen bersama diantar semua potensi.

Dalam hal ini semua elemen organisasi adalah sangat penting dan tidak ada salah satupun yang lebih penting dari yang lain. Kita semua di dalam organisasi adalam tim, tim yang harus bekerja sama dan bekerja keras dengan tujuan memajukan organisasi. Oleh karena itu membangun komitmen bersama menjadi hal yang sangat penting.

Di dalam organisasi, kepercayaan adalah modal sosial yang hanya dapatkan dengan cara dibangun dan kerja keras, bukanya didapatkan dengan percuma. Semoga, IAI kedepan menjadi organisasi besar yang diisi oleh rasa saling percaya, baik intern dan ekstern. Demi kemajuan pembangunan kesehatan bangsa.

Selasa, 27 Juli 2010

OTT – OBAT TIDAK TERCAMPURKAN

OTT – OBAT TIDAK TERCAMPURKAN


Setelah selesai menikmati jamuan, para undangan kebanyakan memanjakan mata dengan menikmati lukisan yang dipamerkan di sudut-sudut ruang jamuan. Para penjaga pameran umumnya pelukisnya sendiri, mereka dengan ramah menyambut para undangan. Para penjaga lukisan terkadang juga menceritakan apa maksud dari lukisan, sambil mempersilahkan para undangan segera memasuki ruang pertemuan setelah melihat pameran lukisan.

Saat Apoteker menuju sudut-sudut ruang jamuan, Apoteker mulai melamunkan seni-seni yang di temui sepanjang hari ini dan membandingkan dengan seni-seni praktek profesi Apoteker yang telah dilakukannya. “Tanpa disadari oleh banyak orang, apotekerpun juga merupakan seorang seniman”, demikian dalam hatinya. Apoteker selalu mengingat “buatlah sesuai seni”, setiap dalam melakukan peracikan obat, tanpa intervensi dari siapapun juga. Seni meracik memang menjadi seni tersendiri bagi seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas mulia.

Dan masih banyak seni-seni lain yang terlibat di dalam praktek profesi Apoteker. Seni mengelola keuangan, seni berkomunikasi, dsb. Seperti beberapa waktu yang lalu, apoteker harus selalu kreatif di dalam menjalankan tugasnya dengan seni berkomunikasi yang mudah di cerna oleh masyarakat. Analogi-analogi seringkali harus digunakan. Seperti pada kasus OTT di bawah diwaktu itu.

Pasien, “Pak minta obat A dan B”

Apoteker, “Untuk sakit apa bu?”

Pasien, “Titipan”

Apoteker, “yang nitip siapa?”

Pasien, “Keluarga saya”

Apoteker, “Obat ini tidak rasional bila digunakan secara bersama-sama”

Pasien, “tidak apa-apa, nanti orangnya marah bila saya tidak membelikan obat ini”

Apoteker, “Kombinasi obat ini dapat dari mana?”

Pasien, “dari dokter”

Apoteker mulai curiga bila pasien berbohong, karena kombinasi tidak rasional. kemudian apoteker melanjutkan perkataannya, “dokter mana bu?”

Pasien, “pokonya kedua obat ini bagus, dan saya minta kedua obat itu untuk dilayani”

Apoteker, “Benar Bu semua obat bagus, tetapi dalam penggunaannya ada aturan-aturan yang harus dipenuhi”

Pasien, “biar cepat sembuh Pak”

Apoteker, “ibu tahukan bila ada bakso enak sama tembakau enak?”. Lanjut apoteker sambil tersenyum, “tembakau enak itu bila dicampurkan dengan bakso enak akan menjadi sangat-sangat tidak enak”.

Kemudian pasien itu dengan sedikit malu sambil tertawa kecil. “Iya ya, he he he …”.

Apoteker akhirnya juga ikut tertawa.

Tanpa disadari, Apoteker akhirnya tertawa sendiri mengingat kejadian itu. Masih sangat beruntung, saat tertawa sendiri posisi Apoteker pas didepan sebuah lukisan yang menggambarkan orang yang sangat gendut lagi naik kuda yang sangat kurus. Yang didalam pikiran sebagian orang mungkin lukisan itu cukup bisa menggelitik.

“Ada yang lucu pak?”, tiba-tiba ada menyapa Apoteker…

Senin, 19 Juli 2010

MENIKMATI MUSIK SAAT JAMUAN

MENIKMATI MUSIK SAAT JAMUAN



“Hai tuan Apoteker!”, tiba-tiba Apoteker dikejutkan lagi oleh pria yang tidak dikenal sebelumnya. Apoteker terdiam sesaat, mengingat-ingat. “Sepertinya saya tidak kenal”, dalam hati apoteker. Tanpa menunggu jawaban dari Apoteker pria tersebut melanjutkan pembicaraan, “kenalkan, saya Menteri Agama dan Budaya (MAB)”.

“PM, yang meberitahu keberadaan anda disini, beliau masih sibuk”, lanjut MAB. “Maaf tuan MAB, karena saya kurang mengenal lingkungan Istana”, sahut Apoteker. “Adakah yang tuan inginkan dari hamba?”, lanjut Apoteker. didalam hati apoteker sangat malu, lingkungan Istana menjadi lingkugan yang baru buat dirinya. Hampir-hampir tidak ada yang dikenalinya.

“Tidak ada”, jawab MAB. “hanya saya ingin mengetahui dari anda beberapa hal mengenai praktek profesi apoteker saja, karena menurut hasil arahan dari PM tadi malam tim penyusun konsep penugasan Apoteker diketuai oleh saya dan anda juga masuk didalam tim itu. Agar dalam pertemuan-pertemuan berikutnya nanti saya tidak buta akan profesi Apoteker, saya usahakan menemui anda dahulu. Meskipun ketetapan Raja belum turun, karena masih menunggu nanti, tetapi kita yang ada kemungkinan ditugaskan harus menyiapkan diri.”, lanjut MAB.

“Bila pada pertemuan hari ini Raja benar memilih saya sebagai ketua tim, maka saya berharap, dua hari lagi saya sudah bisa mendapatkan konsep tertulisnya dari anda. Dan minggu depan sudah dapat dimulai rapat-rapat penyusunan konsep. Dan sebelum minggu depan saya sudah harus mendapatkan gambaran praktek profesi Apoteker untuk dipelajari dan saya kaitkan dengan nilai-nilai budaya kerajaan”, lanjut MAB lagi.

Apoteker, “Hamba siap melaksanakan tugas tuan”.

MAB, “o iya, tadi anda terlihat terkejut karena sangat menikmati musik? Apa anda suka dengan musik?”

Jawab Apoteker, “Benar tuan, tebakan tuan tidak salah”. Dalam hati apoteker, “saya tidak mungkin akan menceritakan kecemburua sosial saya terhadap Koki Kepala”, “toh saya kan lebih memilih nilai-nilai kemanusiaan yang tidak hanya sekedar urusan perut, he3x”. dalam hati Apoteker untuk menghibur dirinya sendiri. Dalam hatinya lagi, “saya kan profesional yang siap melayani peduduk kerajaan, dan hidup saya akan saya dedikasikan buat Kerajaan dan kemakmuran Kerajaan”.

“saya suka musik, tetapi saya tidak bisa bermain musik” lanjut Apoteker. “musiknya sangat enak didengar, dan saya sangat menikmati”, lanjut apoteker lagi.

MAB, “Pendengaran anda cukup bagus, pemain musik itu memang hebat, sehari-hari kerjanya hanya berlatih bermain musik saja”. “mereka professional dan melakukan pekerjaannya demi menyenangkan orang lain secara profesional, bekerja keras dalam belajar dan berlatih menjadi motonya”, lanjut MAB.

Apoteker, “benar Tuan, mereka hebat. Alunan musiknya kadang sperti gemericik air, kadang seperti deru angina, yg terdengar sangat sangat enak ditelinga”.

“tetapi sehebat-hebatnya pemain musik tidak bisa menghibur orang tuli”, sambung MAB sambil tersenyum.

Tidak menyangka apoteker terhadap pernyataan MAB, kemudian apoteker menjawab, “iya ya…..,”, dengan spontan Apoteker melanjutkan perkataannya dengan sekenanya, “ berarti masih hebat apoteker, karena tetap bisa melayani orang yang tuli, ha3x”. kemudian di ikuti gelak tawa mereka berdua.

MAB melanjutkan lagi, “Anda lihat disudut itu, banyak lukisan, sehebat-hebatnya lukisan juga tidak bisa dinikmati oleh orang buta”.

Jawab Apoteker, “Benar tuan, semua lukisan itu tidak dapat dinikmati orang yang buta, beruntunglah kita tidak buta”.

Lanjut MAB, “Semoga kita tidak sedang dalam hati yang buta dan tuli, sehingga lebih bisa menikmati indahnya dunia”. Kemudian MAB berpamitan dan meninggalkan Apoteker yang masih menikmati hidangan tanpa menghiraukan kiri kanannya yang belum dikenal. Bukan karena sombong, tetapi karena memang tidak mempunyai ide untuk dibicarakan dan karena rasa percaya diri yang masih perlu dipupuk sedikit lagi.

Setelah selesai menikmati jamuan, para undangan kebanyakan menikmati lukisan yang dipamerkan di sudut-sudut ruang jamuan. Para penjaga pameran yang umumnya pelukisnya sendiri dengan ramah menyambut para undangan. Dengan ramah para penjaga lukisan juga…

Sabtu, 10 Juli 2010

BERMIMPI SAAT TERJAGA

BERMIMPI SAAT TERJAGA


Malam ini Apoteker menjadi susah tidur, mengingat pengalaman hari ini yang sangat istimewa. Setelah Raja memutuskan untuk mengirimkan Apoteker untuk ditugaskan sampai kepelosok guna mendampingi penduduk Kerajaan didalam meningkatkan derajat pendidikan kesehatan dan kesehatan, yang berarti juga meningkatkan ekonomi, kemanusiaan, peradaban dan ketahanan Kerajaan, Raja menindak lanjuti dengan menyusun tim guna menyiapkan segala yang tekait dengan usaha penugasan Apoteker sampai pada tingkat pelosok. Guman Apoteker dalam hati berulang-ulang, “Raja yang sangat cerdas dan bijaksana”.

Setiap detik demi detik hari ini terekam didalam benak Apoteker seakan tidak ada yang terlewatkan sedikitpun. “Pengalaman yang sangat berharga”, itu yang terlintas didalam pikirannya. “Setiap detik hari ini adalah ilmu dan pengalaman, yang tidak pernah terlintas didalam hati sebelumnya, bila akan menemui peristiwa yang sangat berharga yang mungkin hanya sekali didalam hidup”, demikian pikir Apoteker.

Sungguh tak terbayangkan, bila hari ini diundang oleh Raja untuk membahas penugasan Apoteker sampai ke pelosok. Tidak terbayangkan bila hari ini dirinya menjadi salah satu orang yang akan ikut didalam mengambil keputusan Kerajaan. “Sungguh merupakan mimpi,” kenang apoteker sambil membaringkan dirinya titempat tidur.

Sebelum acara hari ini dimulai, diadakan jamuan makan oleh Raja, yang mana makanan kualitas Kerajaan menjadi mimpi pertama bagi Apoteker dihari ini. “Sungguh luar biasa”, berkali-kali Apoteker berguman. Pengalaman pertamanya menyantap hidangan yang sangat lezat bagi lidah Apoteker. nuansa jamuan yang sangat istimewa karena diiringi musik yang sangat syahdu. “mimpikah aku”, kata Apoteker didalam hati setiap kali memasukan suapan nasi kedalam mulut. “Mungkin selama ini saya hanyalah katak dalam tempurung”, kata Apoteker dalam hati lagi.

Sudut-sudut ruang jamuan dihiasi lukisan lukisan yang sangat molek yang membuat hati Apoteker menjadi lebih nyaman didalam menikmati jamuan makan. Sesekali Apoteker berguman sendiri dengan kalimat-kalimat yang tidak dimengerti orang lain, karena sangat pelannya didalam hirup pikuk undangan dan musik.

Sambil menikmati jamuan, Apoteker tenggelam didalam lamunannya sendiri. ”seandainya istri saya bisa memasak senikmat ini”, begitu mungkin ungkapan apoteker didalam lamunannya. “Ada masalah dengan jamuan tuan?”, tiba-tiba Apoteker dikejukan oleh seorang pria disampingnya. Dengan agak terkejut, tanpa menunggu makanan dimulut masuk kerongkongan semua, Apoteker sepontan menjawab “ tidak ada, tidak ada tuan” kemudian apoteker terbatuk-batuk karena tersedak. Pria itu kemudian melanjutkan perkataannya,” maaf tuan, saya telah mengganggu anda”. Dengan buru-buru apoteker menjadwab,”tidak apa-apa tuan. Kenalkan saya Apoteker, anda siapa?”

“Saya adalah Koki Kepala yang beratanggung jawab terhadap hidangan jamuan ini tuan”, sahut pria itu. “Jikalau ada keluhan dapat langsung disampaikan kepada saya”, sahut pria itu lagi.

“wah, hebat hebat hebat, masakan anda hebat”, kata apoteker kepada Koki Kepala sambil tersenyum lebar. “ha3x”, kemudian apoteker tertawa. “bisa masak sedemikian hebat, tentu anda berasal dari keluarga yang sangat jago memasak”, tebak apoteker.

sambil tersenyum Koki Kepala menjawab, “Saya berasal dari keluarga biasa, hanya karena kerja keras saya bisa jadi Koki Kepala”. Apoteker menjadi bingung, dalam hatinya, “apa hubungan kerja keras dengan jadi Koki???”, kemudian Apoteker berkata, “ Kita semua memang harus bekerja keras agar menjadi sukses”. Meskipun dalam hati Apoteker bertanya-tanya.

Dalam hati Apoteker yang penuh tanda Tanya, kemudian bertanya lagi, “Bagaimana masakan anda begitu hebat tuan?”. “Belajar dimana?”, lanjut Apoteker. “Saya jadi Koki Kepala baru 10 tahun, sepuluh tahun sebelumnya hanya menjadi koki biasa dengan kemampuan yang terbatas, 10 tahun sebelumnya lagi saya hanya menjadi pembantu koki”, jawab Koki. “Beda dengan Apoteker, yang mana Apoteker ada pendidikannya, kalau Koki hanya belajar dari Koki Senior”, sambung Koki.

“Tapi Koki kan gajinya besar”, sambung apoteker merendah, karena memang tidak tahu berapa gaji koki yang sebenarnya. Lanjut apoteker lagi, “ Gaji Apoteker hanya sekitar 10 sampai 15 keping perak”. “Hanya cukup untuk makan saja”, lajut Apoteker lagi.

“Koki yang mana dulu? Pembantu Koki yang hanya menjadi pelayani Koki gajinya antara 7 keping perak sampai 15 keping perak, saat sudah bisa beberapa masakan sederhana atau membakar daging bisa sampai lebih dari 2 keping emas”, Jawab Koki. “Koki biasa bisa sampai 3 atau 4 keping emas. Koki Kepala bisa sampai 20 keping emas”, lanjut Koki. “Profesi Koki memang cukup menjanjikan di Kerajaan ini”, lanjut Koki Kepala lagi.

Sangat terkejut hati apoteker mendengar besarnya gaji Koki Kepala, bisa dibayangkan, satu keping emas setara dengan 20 keping perak. Di kepalanya sudah mulai menghitung seandainya gaji apoteker sebesar gaji Koki Kepala, dalam pikiran apoteker mulai penuh impian dan hayalan tentang seandainya, seandainya dan seandainya.

Apoteker bertanya lagi,” Dengan gaji Koki Kepala sebesar 20 keping emas, kenapa tidak membuat rumah makan sendiri?. lanjut Apoteker, “ keuntungannya kan pasti sangat besar dan berlipat-lipat”.

“ha3x, saya sering mendapat pertanyaan begini, saya sudah menduga”, jawab Koki Kepala sambil tertawa sedikit keras. kemudian Koki Kepala melanjutkan pernyataannya, “Banyak Koki yang berusaha mencoba membuka rumah makan sendiri, mulai pembantu koki sampai Koki Kepala. Umumnya pembantu Koki bukan mencoba membuka rumah makan besar, tetapi mencoba membuka rumah makan kecil-kecilan atau menjual makanan pingir jalan”.

Lanjut Koki, “ coba hitung, biaya operasional rumah makan besar untuk biaya gaji Koki dan karyawan lain ditambah sewa lahan bisa sampai 100 keping emas. Sangat besar sekali, itu semua belum ter,asuk perlengkapan masak dan biaya-biaya lain, kalau tidak jalan bagaimana?”

Apoteker terdiam sesaat sambil berpikir, “ gaji Koki Kepala cukup untuk menggaji 20 lebih Apoteker seperti dirinya. Bila dilihat dari fungsi kemanusiaan keberadaan Apoteker jauh lebih penting dari pada sekedar urusan perut. Tetapi bila dilihat dari sisi penghasilan, gaji Apoteker sangat jauh, padahal bila ditimbang-timbang pada tingkat kesulitan di dalam pekerjaan mungkin masih lebih rumit Apoteker.”

Kemudian Apoteker menjawab sekenanya, “ Wah, kalau begitu lebih enakan ikut orang saja, tidak usah mikir capek-capek penghasilan besar, ha3x”. Kemudian Koki menyambung dengan membenarkan perkataan Apoteker,” Memang benar, ikut orang gaji cukup untuk menghidupi keluarga, sudah sepantasnya saya bersukur”.

Setelah berbasa basi sebentar Koki Kepala berpamitan kepadaAapoteker,” Senang bertemu anda tuan, semoga kita bisa bertemu lagi di lain waktu. Selamat menikmati jamuan”.

Sepeninggal Koki, hati apoteker berkata, “ besar sekali gaji Koki Kepala”, “untung saya tidak tertarik gaji, untung saya tertarik pada nilai-nilai kemanusiaan, meskipun gaji kecil”, sisi hati apoteker yang lain menghibur diri.

Apoteker melanjukan lamunannya,” Memang untuk mencari emas lebih berkembang bisnis urusan perut dari pada kerja kemanusiaan. Atau setidaknya membuka praktek dikota besar lebih menjanjikan dari pada dipelosok. Tetapi kalau ingin berguna bagi kemanusiaan dan Kerajaan lebih terasa di pelosok, lagian penduduk pelosok lebih menghargai orang lain dari pada penduduk kota.”.

Malam semakin larut, Apoteker belum bisa tidur, meskipun sudah cukup lama ada di tempat tidur. Kemudian apoteker bagun lagi dan mengambil minum air putih meskipun tidak haus.

“Hai tuan Apoteker!”, tiba-tiba Apoteker dikejutkan lagi oleh pria yang tidak dikenal sebelumnya… Berlanjut sampai ada waktu untuk melanjutkan.

Sabtu, 26 Juni 2010

DONGENG SEBELUM APOTEKER TIDUR

DONGENG SEBELUM APOTEKER TIDUR


Pada jaman dahulu kala ada Kerajaan Negeri Dongeng yang dipimpin oleh seorang Raja yang cerdas dan bijaksana. Yang mempunyai seorang Perdana Menteri (PM) yang cerdas pula. Rakyatnya selalu hidup dalam kemakmuran yang tiada kurang suatu apapun. Ada suatu kebiasaan Raja yang sangat baik, yang mana Raja sangat suka menyamar menjadi rakyat jelata, pedagang atau menjadi apapun juga untuk melihat keadaan kerajaan yang sebenarnya.

Pada suatu hari, dimusim panen yang mana kebanyakan dari para rakyatnya sedang sibuk merayakan pesta panen, Raja mengajak 2 orang pengawalnya untuk melakukan penyamaran. Dengan berpura-pura menjadi pedagang, Raja berharap dapat melihat keadaan ekonomi Kerajaan. Sehinga kondisi rakyat dapat diterjemahkan dalam rencana pembangunan ekonomi Kerajaan.

Dari desa ke desa, dari kota ke kota. Tanpa kenal lelah Sang Raja ditemani oleh dua orang pengawalnya. Yang satu menjadi tukang angkut barang dan yang satu menjadi bendahara. Raja sepertinya sangat menikmati perjalanannya, sampailah pada suatu hari Raja melihat seorang lelaki tua yang sedang duduk termenung didepan rumahnya dengan tatapan kosong. Guratan tua diwajahnya semakin menambah usia yang sebenarnya. Pakaian lusuh yang dikenakan menjadikan seperti orang yang tidak terawatt didalam hidupnya.

Dengan langkah yang perlahan Raja mendekati orang tua tersebut. Kemudian dengan sangat lembut Raja mengucapkan salam dan bertanya kepada pria tua tersebut.

“ selamat siang tuan, bisakah saya bertanya sesuatu?” kata Raja dengan penuh hormat. Sebagai orang asing, Raja tetap menghormati siapa saja yang ditemui di dalam penyamaran.

Pria tersebut tetap saja berdiam diri, tanpa menoleh sedikitpun seperti tidak ada siapa-siapa didekatnya. Pandangan kosong dan guratan-guratan tua wajahnya menampakkan tiada ekspresi sama sekali. Sekali-sekali mengambil nafas dalam-dalam, pria tersebut semakin kelihatan suatu duka yang mendalam. Kemudian Raja mengulang perkataannya lagi, “ Seamat siang tuan, bisakah anda menolong saya?” Kemudian pria tersebut menoleh tanpa menjawab, hanya memandangi wajah asing didekatnya.

Setelah beberapa saat Pria tua itu berkata, “anda siapa?” dengan wajah penuh tanda tanya. Dengan tetap memandangi wajah asing didekatnya, dengan hampir tanpa ekspresi.

Raja menjawab, “saya pedagang dari kota.” Berdiam sesaat kemudian Raja berkata lagi, “Saya sedang mencari dagangan, kira-kira siapa penduduk disini yang masih menyimpan hasil panen?” Raja melanjutkan, “Mungkin tuan sendiri mempunyai hasil panen yang belum terjual?”

Pria tua itu terdiam. Tanpa sepatah katapun di keluarkan sambil menatap wajah sang raja dalam-dalam. Kemudian Raja berkata lagi,”kalau tuan sudah tidak mempunyai hasil panen lagi, bisakah tuan menunjukan orang yang masih mempunyai hasil panen?”
Pria tua itu kemudian menjawab, “Tuan, saya sudah tidak mempunyai ladang dan sawah lagi. Semua sudah saya jual. Dan saya juga tidak tahu siapa yang masih mempunyai hasil panen. Karena sudah satu tahun ini saya tidak pernah bergaul dan hanya merawat istri saya yang sakit.”

Selanjutnya pembicaraan menjadi cerita pria tua itu dengan usaha mengobati penyakit istrinya. Dengan sekali-sekali menarik napas panjang pria itu menceritakan semua cobaan yang dihadapi dengan tanpa semangat. Semua keluh kesah keluar dari mulutnya. Raja mendengarkan dengan penuh empati.

Setelah cerita berakhir, dengan basa basi sedikit Raja kemudian memberi uang keping emas kepada pria tua itu sambil berkata, “ini ada sedikit keping emas laba dari penjualan beberapa hari kemarin, semoga bisa membantu istri tuan untuk berobat.” Pria tua itu menerimanya dengan sangat terharu, dan sambil menangis pria itu berkata, “Tuanku, semoga rejeki tuan semakin banyak dan jauh dari mara bahaya.” Kemudian Raja berpamitan dan meninggalkan desa itu.

Keesokan harinya setelah sampai di Istana, Raja memanggil PM dan mendiskusikan masalah kesehatan. Saran dari Perdana Menteri adalah memperbaiki sistem kesehatan Kerajaan dan memanggil semua tenaga kesehatan terkait untuk dimintai masukan. Raja menyetujui dan menitahkan kepada Perdana menteri untuk mengundang semua tenaga kesehatan yang ada di Kota Raja.

Beberapa hari kemudian, hamper semua tenaga kesehatan sudah berkumpul di istana Kerajaan, di ruang pertemuan. Dan semua bertanya-tanya terhadap undangan Raja yang tiba-tiba dan terkesan sangat mendesak. Satu sama lain saling melontarkan pertanyaan yang sama dan semua tidak ada yang memahami kenapa sampai terjadi undangan ini. Saat kegaduhan yang diakibatkan bisikan-bisakan itu, tiba-tiba dikejutkan oleh suara “Baginda Raja memasuki ruangan, semua hadirin harus hormat”.

Dengan penuh kewibawaan, Raja memasuki ruangan pertemuan. Setelah penghormatan kepada Raja selesai, Raja memerintahkan kepada PM untuk memulai pertemuan membahas masalah kesehatan di wilayah kerajaan.

PM: “ saudara-saudara yang terhormat, kalian semua diundang Kerajaan untuk membicarakan masalah kesehatan di wilayah Kerajaan. Raja menginginkan pembangunan kesehatan menjadi lebih baik dari yang sudah ada sekarang. Karena Negara yang kuat tidak mungkin bila tidak diisi oleh badan dan jiwa yang sehat.”

Kemudian PM melanjutkan dengan pertanyaannya kepada Dokter; “ Dokter, bagaimana kosep kamu untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat?”

Dokter; ”Tuanku yang saya hormati, menurut hamba Kerajaan harus menggaji dokter lebih banyak dan mengirmkannya sampai pada pelosok. Karena tanpa gaji yang cukup saya rasa tidak mungkin Dokter akan mau dikirim sampai ke pelosok kerajaan.”

PM; “ Perawat, bagaimana menurut kamu?

Perawat; “Benar yang mulia, profesi kami siap membantu Dokter sampai ke pelosok, toh saat ini Perawat sudah sampai pada pelosok Kerajaan. Cuma saja kewenangan kami terbatas.

PM; “ Apoteker ada masukan?”

Apoteker; “ Tuanku, menurut hamba Kerajaan harus mempunyai arah yang tepat dalam membangun sistem kesehatan. Termasuk menempatkan Dokter dan Perawat sampai ke tingkat pelosok Kerajaan. Dan kami akan membantu mereka dengan obat dan penyuluhan kesehatan yang sudah biasa kami lakukan.”

PM; “Dokter dari mana kamu akan menghidupi diri kamu bila gaji yang diberikan kerajaan kecil dan tidak cukup?”

Dokter; “ Kami masih bisa menarik jasa kepada penduduk yang sakit, terutama yang kaya. Dengan sekeping perak atau emas. Baik pada pelayanan pengobatan atau pada layanan konsultasi.”

PM; “ Perawat, bagaimana dengan kalian?”

Perawat; “ Tuanku, menurut hamba sama dengan Dokter. Hanya saja kami hanya menarik sekeping perunggu.”

PM; “Apoteker?”

Apoteker; “Tuanku, kami selama ini hanya makan dari jasa yang sangat kecil dari apa yang kami lakukan. Malahan untuk konsultasi dan edukasi kami hanya bisa melakukan dengan cuma-cuma.”

PM melanjutkan pertanyaannya; “ terus bagaimana kamu menghidupi keluarga kamu bila jasa kamu sangat kecil?”

Apoeker; “ Jasa kami memang sangat kecil, tetapi yang menggunakan jasa kami jauh lebih banyak. Sehingga bila dikumpulkan akan cukup untuk menghidupi keluarga kami. Meskipun itu tidak menjadikan kami kaya”

PM; “ Dokter, apa yang bisa kamu kerjaka untuk kerajaan?”

Dokter; “ Tuanku, kami akan bekerja keras mengobati semua penduduk Kerajaan yang sakit demi nilai-nilai kemanusiaan.”

PM; “ Perawat, apa yang bisa kamu kejakan?”

Perawat; “Kami siap melakukan perawatan kepada semua penduduk yang membutuhkan.”

PM; “ Apoteker? “

Apoteker; “ Tuanku, saya rasa kami siap mendudkung mereka, dan kami akan pula melakukan penyuluhan kesehatan kepada penduduk kerajaan dengan cuma-cuma. “

PM; “ Dokter, apa yang kamu harapkan dari kerajaan terhadap peran kamu? “

Dokter; “ Kami hanya minta sedikt gaji yang lebih banyak tuan. “

PM; “ Perawat? “

Perawat; “ hamba rasa sama dengan dokter Tuan “

Apoteker; “ kami hanya mengharapkan kemudahan dan pembebasan dari pajak, karena apa yang kami kami lakukan akan meningkatkan ekonomi kerajaan meskipun dampaknya tidak langsung. Dan sewajarnya bila ada dampak pada peningkatan ekonomi kerajaan menjadikan kami dipermudah, karena kami tidak mengharapkan gaji dari Kerajaan. “

Kemudian PM menghentikan dialog dan membicara hasil dialog ini dengan Raja. Raja menyuruh PM untuk mengambil kesimpulan dengan mendiskusikan lagi dengan para ahli kesehatan se Kota Raja.

PM; “ Menurut saya, kesimpulannya adalah, mengirimkan Dokter dan perawat sampai tingkat pelosok dan Apoteker harus mendukung mereka dengan mendirikan apotek pada daerah-daerah yang dianggapstrategis. Bagaimana menurut kalian semua? “

Dokter; “Hamba siap melaksanakan tugas “

Perawat; Hamba siap melaksanakan tugas kerajaan”

Apoteker; “ Hamba siap melaksanakan tugas Kerajaan “

Setelah semua selesai mengemukakan pendapat, PM melaporkan kepada Raja bahwa kesimpulan telah selesai dibuat, dan menjadi kewenangan Raja untuk memutuskan. Kata PM kepada Raja; “ Tuanku Yang Mulia, sidang sudah disimpulkan, dan dipersilahkan kepada Yang Mulia untuk menyampaikan putusan / titah. “

Kemudian Raja berdiam sejenak sebelum mengeluarkan titahnya. Dengan penuh kewibawaan Raja mengucapkan titahnya, “ Pertama, peran dokter dan perawat tetap seperti semula dan Kerajaan akan mengirim sampai pelosok disesuaikan dengan kebutuhan.

Kedua, Apoteker akan dikirimkan sampai pelosok untuk mengawal penduduk didalam menjaga kesehatan. Dan Kerajaan akan memberikan kemudahan dalam mengurus ijin dan membebaskan dari segala jenis pajak kerajaan.”

“Mungkin kalian bertanya-tanya akan keputusan ini.” lanjut Raja. “Saya lebih memilih untuk mengirimkan apoteker samai kepelosok, karena pekerjaan Dokter dan Perawat adalah tindakan medis dan pekerjaan akan ada setelah ada kasus medis. Sedangkan Apoteker justru lebih bisa diarahkan pada prekuentif dan edukasi. Bisa kamu hitung berapa uang kerajaan yang seharusnya dikeluarkan kepada penyuluh kesehatan bila kerajaan harus mengirimkan penyuluh kesehatan sampai kepelosok, padahal pekerjaan itu dapat dirangkap oleh Apoteker. Pada tugas ini Apoteker tidak perlu digaji oleh Kerajaan. Sedangkan dampaknya pada nilai ekonomi Kerajaan sangat tinggi. “

Lanjut Raja, “ oleh karena itu, sebagai ganti atas peran apoteker yang sangat penting didalam membangun kesehatan dan ekonomi Kerajaan, maka Apoteker akan difasilitasi oleh Kerajaan didalam menjalankan prakteknya dan akan dibebaskan dari segala macam pajak kerajaan. “

“Demikian titah aku turunkan”, Raja menutup siding dan meninggalkan ruangan.

Senin, 21 Juni 2010

PROFESIKU UNTUKMU MASYARAKAT

PROFESIKU UNTUKMU MASYARAKAT


Apoteker sebagai pelayan masyarakat adalah sangat mulia. Dan mendedikasika hidup untuk masyarakat menjadi sangat indah. Dalam mendedikasikan diri kepada masyarakat, tidak hanya kita melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat, tetapi membantu sejawat belajar praktek profesi atau membimbing adik-adik calon apoteker juga berarti mendedikasikan diri kepada masyarakat.

Pada saat kita mendedikasikan diri kepada masyarakat yang sebagian dari kita merupakan hal mulia tidak harus mendapatkan pujian, sebagian dari kita justru mendapatkan cemoohan. Tentu saja yang mencemooh diantaranya adalah “orang-orang buta”. Yang mana orang yang buta terhadap pemahaman profesi tidak memahami arti pentingnya profesi dan nilai-nilai kemanusiaan.

Menghadapi orang-orang buta semacam ini, kita terkadang terbakar hati. Tetapi tidak selamanya kita akan terbakar juga. Karena banyak hal yang bisa kita lakukan dan sikapi terhadapnya. Buat apa hati terluka, bila lebih banyak hati yang terobati. Mungkin seperti ungkapan dalam puisi dari pujangga besar Chairil anwar berikut

AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943


Aku ini binatang jalang dari kumpulan yang terbuang, adalah ungkapan yang tepat pada saat awal aku mendedikasika profesi, karena justru tidak mempunyai apresiasi dari banyak sejawat dan terkadang justru menjadi cemoohan. Meski dari dalam hati para pencemooh terkadang ada rasa iri dan dengki karena apresiasi dari masyarakat yang tidak pernah dimiliki oleh para pencemooh. Dan tidak bisa kita pungkiri, bila sebagian dari para penddikasi profesi telah “mati” sebelum menjadi binatang jalang karena tidak tahan menjadi kumpulan dari yang terbuang. Apatis adalah ungkapan yang katakanya kepada saya.

Sebagai bagian dari kumpulan yang terbuang, tentu saja menjadi orang yang dianggap sakit jiwa oleh kelompok orang yang lain. Yang mana anggapan ini tentu saja akan menjadi luka dan bisa seperti ungkapan Chairil Anwar. Dan yang aku lakukan adalah berlari dari anggapan itu dan menjadikan diri ini mengambil pikiran positif terhadap semua tindakan profesi yang kita ambil. Dan semua itu demi mendedikasikan diri ini kepada masyarakat. Masyarakatlah yang telah membesarkan jiwa profesi ini, bukan dari yang membuang kita.

Ilustrasinya mungkin cocok pada cerita berikut ini. Pada saat saya bekerja sama dengan perusahaan asuransi kesehatan, dari awal saya mengatakan kepada para pejabat perusahaan tersebut yang pada umumnya para pejabat perusahaan itu merasa sebagai dewa yang bisa menjebatani kebutuhan kesehatan masyarakat dan menjadi pahlawan buat profesi karena menjadi pemberi rejeki yang sangat-sangat besar, meskipun kenyataannya adalah belum tentu. “saya dedikasikan pelayanan saya kepada masyarakat, bukan pada perusahaan kamu”, demikianlah ungkapan yang aku banggakan.

Aku tidak pernah bangga karena bekerja sama dengan perusahaan itu, tetapi aku bangga karena bisa mendedikadikan profesi aku kepada masyarakat yang kebetulan adalah peserta asuransi. Secara umum, perusahaan asuransi seperti itu tidak pernah menghargai profesi aku meskipun dalam perusahaan semacam itu ada pula pejabat yang kebetulan juga merupakan apoteker yang juga menjadi teman sejawat aku. Hanya perbedaannya adalah aku dari kumpulan yang terbuang dan para pejabat itu adalah dari kumpulan para pahlawan yang sangat-sangat hebat yang merasa tidak harus bergaul dan mendengarkan pendapat dari para orang-orang dari kumpulan yang tebuang.

Demikian juga pada saat menjadi anggota organisasi profesi. Aku juga menjadi kulmpulan dari orang-orang yan terbuang. Pada saat aku mebicarakan dedikasi kepada masyarakat ditinggal pergi. Demikian sampai beberapa kali sampai aku ketemu orang-orang yang terbuang pula. Memang aku akhirnya menjadi kumpulan dari orang-orang yang terbuang. Tidak pernah rugi dan akan mengobati sakit hati bila apa yang kita lakukan dalam organisasi profesi tidak aku dedikasikan buat apoteker karena tidak semua apoteker membutuhkan dedikasi kita, tetapi semua itu aku dedikasikan buat nilai-nilai kemanusiaan.

Aku suka dengan ungkapan Chairil Anwar, “dan aku akan lebih tidak perduli” tetapi aku beda dengan Chairil Anwar disini, “aku tidak mau hidup 1000 tahun lagi”. Chairil Anwar, engkau memang pahlawan besar, tetapi aku tidak harus mempunyai pikiran yang sama denganmu. Tetapi dalam tujuan mendedikasikan hidup aku kepada bangsa mungkin kita harus sama.

Kamis, 17 Juni 2010

APOTEKER MAGANG DI APOTEK

APOTEKER MAGANG DI APOTEK



Dua kali ada apoteker industri yang meminta magang di apotek saya. Keduanya kontak saya awalnya dari FB. Alasan magang adalah keinginan memiliki apotek sendiri dan pada saat PKP Apotek merasa mendapatkan apotek yang salah. Yang mana apoteker tidak mampu membimbing langsung praktek profesi atau membimbing tetapi ketrampilan dan pengetahuan praktis yang seharusnnya didapatkan oleh calon apoteker kurang dan tidak lengkap.

Keduanya pada saat mendatangi saya dalam kondisi masih aktif sebagai karyawan pabrik farmasi. Keinginan magang dilakukan setelah pulang dari pabrik farmasi yang mungkin hanya bisa dilakukan sekitar 3 jam dalam satu hari. Dan saya tetap akan mensyaratkan magang 3 bulan dengan metode standar saya.

Pada magang di apotek saya, saya tidak harus mengajarkan ilmu farmasi sepenuhnya seperti pada saat kuliah profesi atau pada saat kuliah di tingkat sarjana, tetapi saya lebih mengarahakan pada hal-hal terkait terapan praktis yang dibutuhkan oleh seorang apoteker komunitas.

Mungkin sangat jarang apoteker yang sudah lulus sengaja minta magang di apotek. Tetapi kenyataannya permintaan itu ada. Yang atas kesadaran sendiri minta magang ditempat saya karena menginginkan membuka apotek sendiri setelah lulus. Dan kenyataannya pada apoteker yang seperti ini justru sangat bersemangat. Bisa anda bayangkan, ada apoteker baru yang minta magang di apotek saya padahal jarak rumah apoteker baru itu dengan apotek saya adalah sekitar 40Km dan dia lakukan PP yang berarti sekitar 80Km setiap hari dengan sepeda motor. Hal tersebut sangat berat menurut saya, padahal apoteker baru itu adalah perempuan.

Hal yang mungkin menjadi pertanyaan kita semua akan sangat banyak dengan melihat kasus diatas. Yang pertama adalah keterkaitan kualitas pendidikan profesi apoteker dalam hal ini adalah akreditasi, juga kualitas preceptor, lama PKP / BPP di apotek, standar PKP / BPP di apotek dsb. Tapi itu adalah kenyataan. Dan seharusnya IAI dan PT Farmasi memang harus bekerja sama didalam membangun profesi apoteker ke depan.

Saya menyadari bila diri saya bukan orang hebat, tetapi yang menjadi kelebihan saya adalah saya berani memulai melakukan pratek profesi secara mandiri semenjak lulus kuliah. Sehingga ketramplan dan pengetahuan saya tentang farmasi komunitas dapat berkembang lebih baik dari kebanyak apoteker.

Senin, 24 Mei 2010

PENDEKATAN INDIVIDU PADA PEMBELAJARAN KEPADA CALON APOTEKER

PENDEKATAN INDIVIDU PADA PEMBELAJARAN KEPADA CALON APOTEKER



PKP (Praktek Kerja Profesi) Apotek yang juga dikenal pada sebagian PT Farmasi sebaga BPP (Belajar Praktek Profesi) Apotek, merupakan bagian di dalam membentuk pengetahuan dan ketrampila profesi apoteker. Yang dibimbing oleh seorang apoteker pembimbing yang biasanya dikenal sebagai preceptor.

Apapun istilahnya, saya pribadi tidak menjadikan masalah, tetapi yang paling penting adalah bagaimana agar jalannya proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Meskipun waktunya cukup singkat, tetapi pada proses pembelajaran yang baik yang berbasiskan profesi akan mampu memberikan hasil yang optimal.

Pada proses BPP/PKP Apotek, hal yang saya usahakan adalah :
1. Memberikan linkungan yang nyaman dan proses yang nyaman, dengan linkungan yang nyaman diharapkan, mahasiswa peserta BPP akan mampu mengomptimalkan proses belajar tanpa ada banyak rasa tekanan.
2. Menyiapkan metode dan target, metode selalu menjadi hal yang penting menurut saya dalam mencapai target. Demikian juga pada proses BPP, metode harus disiapkan sesuai target yang diinginkan.
3. Menyiapkan evaluasi.
4. Mengajak mahasiswa BPP agar mau belajar secara aktif.
5. Menghargai, calon apoteker sudah haus diperkenalka tentang etika untuk saling menghargai profesi dan keputusan profesi. Pada proses BPP, calon apoteker selalu saya ajarkan untuk langsung belajar mengambil keputusan meskipun pada kasus sederhana, dan hasil keputusannya kita bahas dalam diskusi. Disini kita tidak hanya membahas masalah benar dan salah, tetapi juga mengenai baik dan terbaik.
6. dsb.

Pada prosesnya, saya selalu berusaha menggunakan pendekatan individual sesuai dengan potensi mahasiswa PKP. Seperti kita ketahui, setiap orang mempunyai karakter dan potensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu akan sangat penting bila kita melakukan pendekatan yang berbeda pada masing-masing mahasiswa. Dan saya selalu mengatakan kepada semua orang, bila untuk menjadi profesi yang professional buka dibutuhkan orang yang genius, tetapi dibutuhkan orang yang mau dan mampu.

Seorang genius, mungkin tidak pantas menjadi seoran professional bila kemauan tidak ada pada dirinya. Dan orang yang kecerdasannya pas-pasan saja mungkin akan menjadi lebih professional bila kemauan dan usaha untuk mengejar kemampuan minimal profesi dapat mereka lakukan. Sehingga target profesi yang kita inginkan dalam proses BPP menjadi lebih optimal. Tidak jarang mahasiswa yang cerdas hanya mengejar nilai akademik, dan mahasiswa yang kecerdasannya pas-pasan sering kali justru mengejar kemampuan profesi. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang dikembangkan oleh akademisi dan praktisi sering kali berbeda. Secara jujur, saya tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, tetapi akan sangat baik bila pada proses BPP, nilai akademik mengikuti nilai praktisi.

Berbeda dengan proses belajar pada tingkat sarjana, pada BPP lebih mengutamakan evidence based practice sebagai landasan di dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu akan sangat rasional bila nilai akademis megikuti nilai yang dikembangkan oleh para praktisi. Dan selanjutnya produk BPP bisa menjadi lebih sesuai dengan praktek profesi.

Hal yang tidak kalah penting dalam proses BPP adalah kemampuan preceptor didalam memahami kemampuan individu sehingga mampu membentuk profesi yang handal. Dan penyeragaman antar preceptor menjadi sangat penting dan selajutnya penyeragaman antara preceptor dan akademisi.

Pendekatan individu bisa dilakukan dengan baik bila para preceptor mempunyai kemampuan yang seragam didalam membimbing mahasiswa BPP. Dan perbedaan individu yang sering terjadi pada mahasiswa BPP bisa terkait kedalamam pengetahuan kefarmasian (nilai akademik) dan terkait ketrampilan. Pada BPP para preceptor menurut saya tidak perlu dibebani untuk meningkatkan nilai akademik kecual yang terkait dengan BPP, tetapi yang paling penting adalah meningkatkan ketrampilan di dalam menggunakan, mengembangkan, dan mengombinasikan pengetahuan akademik di dalam praktek proesi.

Karena ada perbedaan pada setiap individu, maka pendekatan individual menjadi sangat penting. Semoga kedepan, banyak preceptor yang lebih memahami perbedaan individu, dan mampu menyikapi perbedaan individu dengan baik. Dan BPP berbeda dengan pendidikan tingkat sarjana yang pendidikannya dilakukan secara kolektif, dan pada BPP pendidikannya dilakukan secara privat. Semoga bermanfaat.

Kamis, 13 Mei 2010

PERKEMBANGAN APOTEKER KOMUNITAS

PERKEMBANGAN APOTEKER KOMUNITAS


Perkembangan apoteker komunitas kedepan harus menjadi perhatian yang lebih dari berbagai pihak, karena apoteker komunitas menjadi penentu akhir dari tujuan pengobatan. Bisa jadi diagnosa yang dilakukan dokter tepat, tetapi bila pada penyerahan obatnya tidak memenuhi standar layanan kefarmasian, bisa jadi hasil pengobatan kurang optimal.

Selain itu apoteker komunitas juga menjadi sumber data bagi perkembangan dunia farmasi. Dan tidak mungkin perguruan tinggi farmasi dapat berkembang tanpa melibatkan apoteker komunitas. Hubungan apoteker komunitas dengan perguruan tinggi farmasi menjadi sangat penting. Perguruan tinggi farmasi tidak hanya sekedar meluluskan apoteker semata, tetapi juga harus memonitor dan membantu untuk berkembang selanjutnya, karena perguruan tinggi farmasi bisa dianggap sebagai pusat penggalian IPTEK kefarmasian.

Bila pada tahun tahun yang lalu, perguruan tinggi farmasi bisa dikatakan cukup ego dengan menganggap dirinya adalah segalanya didalam mengembangkan IPTEK, pada masa mendatang hubungan saling ketergantungan akan semakin tercipta. Banyak hal yang selama ini dikembangkan oleh para praktisi dikomunitas yang belum tersentuh perguruan tinggi. Dan apa yang dikembangkan para praktisi ini tidak bisa hanya dipandang sebelah mata saja, karena hal-hal teknis sering kali tidak terdeteksi sebelum pekerjaan itu dijalani. Atau dengan kata lain ilmu terapan pada praktek apoteker komunitas tidak bisa hanya digambarkan atau diimajinasikan saja oleh para guru besar.

Sehingga hubungan timbal balik antara apoteker komunitas dan perguruan tinggi farmasi menjadi gerbang ilmu baru dalam perkembangan apoteker komunitas di negeri ini. Bila pada masa dulu apoteker komunitas hanya dipandang sebelah mata, tetapi pada masa mendatang apoteker komunitas justru menjadi dominan melebihi apoteker pada komunitas lain. Saat ini apoteker komunitas siap berkembang dan bersaing didalam perannya membangun kesehatan masyarakat. Bukannya apoteker komunitas akan mengambil alih peran dari tenaga kesehatan lain, tetapi apoteker komunitas akan siap melayani masyarakat dengan penuh dedikasi seperti tenaga kesehatan lain.

Untuk bisa membangun apoteker komunitas, sering kali para praktisi membuat dan melakukan sendiri standar-standar layanan demi persaingan di dalam layanan dan demi lebih memanjakan masyarakat sebagai klien. Agar standar-standar layanan ini kedepannya lebih terarah pada arah yang lebih baik, maka akan sangat penting bila para praktisi ini bergabung pada seminat dan diorganisasi dengan baik oleh IAI ( Ikatan Apoteker Indonesia ). Sehingga kesan berkembang secara sendiri-sendiri seperti saat yang lampau lebih dapat dikurangi. Dan bagaimanapun kebersamaan adalah kekuatan.

Bila kita membicarakan pada tataran yang lebih luas, perguruan tinggi farmasi tidak bisa lepas begitu saja didalam membangun profesi yang berkualitas, oleh karena itu APTFI tidak bisa begitu saja melepaskan IAI di dalam membangun perguruan tinggi yang berkualitas. Saya selalu mengatakan kepada semua pihak bila semua apoteker di depan IAI adalah sama, baik dari lulusan perguruan tinggi dengan akreditasi A maupun akreditasi B, tetapi permasalahan yang dihadapi IAI mungkin akan berbeda didalam pembinaan apoteker baru. Oleh karena itu IAI bagaimanapun juga mempunyai kepentingan terhadap kualitas lulusan.

Selanjutnya pada perkembangannya, APTFI tidak mungkin membangun pendidikan tinggi farmasi yang berkualitas tanpa melibatkan IAI dan perguruan tinggi farmasi yang berkualitas tidak mungkin meninggalkan para praktisi. bila idealisme ini terwujud dalam waktu dekat ini, maka perkembangan dunia farmasi, khususnya farmasi komunitas akan berjalan dengan sangat pesat. Dan kita sebagai praktisi harus pula bersiap-siap menghadapi yunior kita yang bisa jadi akan lebih baik.

Senin, 12 April 2010

MENJADIKAN MASYARAKAT SEBAGAI PENENTU DI DALAM LAYANAN

MENJADIKAN MASYARAKAT SEBAGAI PENENTU DI DALAM LAYANAN



Pada farmasi komunitas, keberadaan masyarakat sebagai pengguna jasa adalah sangat penting. Tanpa ada masyarakat, maka farmasi komunitas juga tidak ada. Oleh karena itu farmasi komunitas harus mampu mengakomodasi kepentingan dari masyarakat. Dan di dalam usaha mengakomodasi kepentingan masyarakat ini, tidak jarang kita para praktisi komunitas menggunakan ketrampilan dan pengetahuan kita guna mendikte masyarakat tanpa melibatkan masyarakat didalam mengambil keputusan.

Tidak jarang pula kita selalu tampil lebih, atau mendudukan diri lebih tinggi dari masyarakat. Dan memosisikan diri yang lebih dari masyarakat ini bisa jadi akan kurang tepat pada beberapa kasus. Karena sebagian masyarakat justru ingin didudukan sejajar atau mungkin lebih pada beberapa hal. Dan kenyataannya tidak jarang masyarakat merasa lebih dari kita para professional dan seharusnya dalam hal ini kita mampu menghargainya dan menyikapinya. Memang pada beberapa hal sering kali masyarakat lebih dari kita, tetapi jalannya profesi tetap harus berjalan dengan benar.

Oleh karena itu, tidak jarang saya mendudukan diri sejajar dengan masyarakat, demi jalannya profesi yang lebih kondusif. Karena dalam hal ini bukan siapa yang lebih hebat, tetapi yang penting adalah bagaimana caranya agar jalannya profesi menjadi optimal. Proses profesi di komunitas bisa jadi berkembang menjadi sangat menarik bila kita mampu menempatkan diri pada peran yang sesuai. Dan tidak jarang pula saya berpikir bila di dalam menjalankan profesi pada farmasi komunitas akan lebih optimal bila kita membentuk tim. Yang mana tim tersebut bisa terdiri dari beberapa apoteker didalamnya selain tenaga yang lain, agar lebih meningkatkan komunikasi profesi dan akan lebih memudahkan di dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkembang dan bisa jadi di dalam menyelesaikannya akan lebih kreatif dan inovatif.

Tim yang hebat harus bisa saling memahami dan bekerja sama dengan baik. Demi suatu tujuan bersama, yang dalam hal ini adalah pelayanan prima. Tetapi jarang terlintas di dalam benak kita, bahwa kita juga bisa menjadikan masyarakat sebagai klien menjadi anggota tim kita. Bahkan masyarakat bisa jadi akan menjadi anggota tim kita yang hebat yang hasilnya bisa jadi lebih dari pada yang apa kita pikirkan sebelumnya. Dalam menjadikan masyarakat dalam anggota tim, kita bisa menempatkan masyarakat pada posisi yang berbeda-beda. Salah satunya adalah melibatkan masyarakat di dalam mengambil keputusan bagi dirinya sendiri. Dan peran kita hanya memfasilitasi agar masyarakat tidak hanya terkesan hanya sebagai obyek. Dalam hal ini sering kali masyarakat lebih merasa dihargai, diperhatikan dan masalah kesehatannya terselesaikan.

Melibatkan masyarakat sebagai tim yang solid, baik didalam pengambilan keputusan terkait kepentingannya sendiri atau terkait hal-hal lain diperlukan latihan dan jam terbang, wawasan apoteker, kompetensi dll. Oleh karena itu keberadaan TATAP adalah sangat mutlak diperlukan di dalam meningkatkan pengalaman dan menambah jam terbang. Juga diperlukan pelatihan-pelatihan dan pendidikan berkelanjutan. Kita tidak bisa hanya puas sampai disini saja, dan praktek secara aktif menjadi hal penentu yang sangat penting.

Menjadikan masyarakat sebagai penentu di dalam layanan dan dilibatkan di dalam pengambilan keputusan terkait layanan bagi dirinya yang mana didalam prosesnya kita memberikan informasi dan edukasi yang cukup, masyarakat akan belajar menghitung resiko akibat penggunaan obat terutama pada swamedikai. Pada pelayanan resep sering kali saya juga melibatkan didalam memutuskan bila ada penggantian merek obat dengan informasi yang cukup dan jelas. Dan pada banyak peran lain masyarakat bisa kita libatkan didalam tim.

Banyak kesan yang bisa diapresiasi oleh masyarakat didalam hal ini. Dan ujungnya tetap masyarakat adalah raja di dalam menggunakan jasa layanan dan siap memberikan sebagian uangnya untuk jasa kita. Disini peran ilmu sosial kefarmasian bisa sangat jadi cukup dominant di dalam praktek di komunitas.

Sabtu, 10 April 2010

MANAJEMEN BERBASIS PROFESI ADALAH BELAJAR SEUMUR HIDUP

MANAJEMEN BERBASIS PROFESI ADALAH BELAJAR SEUMUR HIDUP



Apotek sebagai bidang usaha layanan kesehatan yang sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan-perubahan. Sehingga di dalam pengelolaannya tidak mungkin mengabaikan adanya perubahan-perubahan itu. Semua yang terlibat mau atau tidak harus mampu mengikuti perubahan yang terjadi bila menginginkan tetap dapat berkembang. Dan hal yang tidak mungkin bila suatu perkembangan demi kebutuhan layanan yang lebih manusiawi dikalahkan oleh ketidak mampuan satu dua orang dalam mengikuti perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih baik.

Dalam dunia pelayanan kita tidak mungkin akan kembali kepada jaman dulu dalam kualitas layanan, tetapi kita harus mampu melangkah kejaman yang lebih modern dan mengikuti perkembangan nilai-nilai dan IPTEK. Perkembangan nilai-nilai harus selalu didasarkan kepada usaha perbaikan kualitas layanan dengan ukuran yang selalu berkembang dan lebih dapat dipertanggung jawabkan yang mengikuti perkembangan jaman. Perkembangan itu yang akhirnya mempengaruhi perubahan dari aturan-aturan dan peraturan-peraturan baik di tingkat etik, organisasi, ataupun perundangan.

Pada saat kita memulai usaha layanan kemanusiaan seperti pada bidang kesehatan atau yang lain, yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, mau tidak mau kita harus juga menyiapkan diri terhadap resiko-resiko yang diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan tersebut tentu saja akan berpotensi menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi kita semua untuk mengikutinya. Dan kesulitan itu tidak hanya menimpa satu dua orang saja, tetapi akan dialami oleh semua yang terlibat di seluruh negeri. Kesulitan demi memenuhi hak dari masyarakat luas yang memang menjadi hak dari masyarakat untuk mendapatkan kualitas layanan yang baik. Dan tidak mungkin kita mengorbankan hak masyarakat luas hanya demi nilai ekonomi yang tidak seberapa. Bahkan dengan manajemen berbasis profesi dampak nilai ekonominya justru akan meningkat dan dalam hitungan kasar saya mungkin bisa mencapai ratusan persen bila penataannya tepat.

Berangkat dari kemungkinan perubahan inilah, maka manajemen berbasis profesi bisa dijadikan jembatan didalam memenuhi kepentingan-kepentingan. Yang mana kepentingan-kepentingan itu adalah kepentingan masyarakat, masyarakat profesi, pemilik modal, pemerintah dan pihak-pihak lain yang terkait. Dalam menjembatani, manajemen profesi harus mampu mencari solusi-solusi yang rasional demi kepentingan masyarakat sebagai klien dan tetap mengakomodasi kepentingan lain. Sehingga jurang pemisah antar kepentingan lebih dapat teratasi. Salah satu solusi didalam mengatasi perubahan-perubahan dan usaha didalam mempersempit jurang pemisah kepentingan adalah dengan belajar. Belajar sepanjang masa guna meningkatkan kompetensi mengikuti perkembangan kebutuhan kompetensi yang selalu berkembang mengikuti IPTEK dan nilai-nilai.

Kebutuhan akan KIE oleh masyarakat yang selalu meningkat dan usaha-usaha peningkatan tingkat derajat pendidikan kesehatan yang menjadi salah satu tujuan di dalam manajemen berbasis profesi menjadikan para professional harus mau dan mampu belajar dan menjaga kompetensinya sepanjang karir profesionalnya.

Selasa, 06 April 2010

PENGEMBANGAN MANAJEMEN BERBASIS PROFESI DALAM LAYANAN FARMASI KOMUNITAS

PENGEMBANGAN MANAJEMEN BERBASIS PROFESI DALAM LAYANAN FARMASI KOMUNITAS



Para praktisi di komunitas umumnya selalu meningkatkan kualitas layanan guna meningkatkan eksistensinya sebagai professional dan dalam usahanya mengatasi persainagan. Dalam usahanya mengatasi persaingan ini, para praktisi meningkatkan kualitas layanan profesinya dengan selalu meningkatkan kompetensinya dengan selalu mengikuti perkembangan profesi.

Dan dampaknya mungkin tidak disadari oleh para kompetitornya dan mungkin oleh apoteker sendiri pada mulanya. Dan dampak ini bisa sangat beragam tergantung bagaimana para praktisi mengemabngkan usaha tersebut. Dampak yang dilakukan bisa berdampak bagi apoteker sendiri, apotek, komunitas kesehatan yang lain seperti dokter pratek swasta, pabrik obat, masyarakat pemerintah dan lain-lain.

Dalam usaha mengoptimalkan layanan ini dampak yang seringkali terjadi bagi apoteker dan apotek al:
1. Meningkatkan kompetensi apoteker
2. Kepuasan masyarakat dan loyalitas, sehingga omset meningkat.
3. Meningkatkan efektifitas, produktifitas dan efisiensi.
4. Meningkatkan omset karena meningkatkan kebutuhan obat.
5. meningkatkan laba

Dampak bagi masyarakat, al:
1. Masyarakat mendapatkan edukasi yang tepat
2. Pengobatan menjadi lebih murah
3. Masyarakat dapat mengakses informasi dengan mudah.
4. kesalahan penggunaan obat dapat ditekan.
5. Meningkatkan harapan hidup masyarakat
6. Produktifitas meningkat.
7. Meningkatkan kualitas hidup.

Dampak bagi komunitas lain, al:
1. Meningkatnya rujukan karena masyarakat semakin memahami kompetensi
2. Sinergisme peran.
3. Meningkatkan citra

Dampak bagi pabrik obat, al:
1. Meningkatkan omset pabrik obat karena meningkatnya kebutuhan obat secara nasional.
2. Menekan peredaran obat palsu.
3. Meningkatkan citra pabrik obat.

Dampak bagi pemerintah, al:
1. Peningkatan ekonomi
2. Ketahanan Negara.
3. Memudahkan pembinaan
4. Sinergisme dengan pembangunan kesehatan

Meskipun pada mulanya tidak menyadari akan dampak yang sedemikian luas, usaha optimalisasi profesi menjadi sangat penting pada waktu-waktu selanjutnya. Oleh karena itu sangat wajar bila organisasi profesi mengadopsi temuan-temuan sejawat di komunitas untuk menjadi program organisasi kedepan demi pembangunan kesehatan yang lebih optimal. Dan organisasi profesi menjadi lebih bertanggung jawab untuk terus mengembangkan usaha-usaha optimalisasi profesi dan layanan.

Dengan mengedepankan layanan sebagai nilai jual di dalam farmasi komunitas, organisasi profesi menjadi mempunyai PR baru dalam pengembangan profesi yang lebih menasional dan mendasar. Dan tugas ini kedepannya bisa di sinergiskan dengan organisasi seminat di masing-masing pengurus tingkat daerah. Dan menjadikan “manajemen berbasis profesi” sebagai program nasional didalam mendukung pembangunan kesehatan.

Kedepan, manajemen berbasis profesi menjadi kebutuhan dan kepentingan semua pihak. Dan manajemen berbasis profesi menjadi salah satu bagian di dalam mengatasi permasalahan kesehatan. Kedepan, pengembangan manajemen berbasis profesi tidak hanya menjadi kepentingan apoteker komunitas tetapi juga komunitas-komunitas yang lain.

Minggu, 04 April 2010

PENDEKATAN PROFESI DIDALAM MEMBANGUN ATURAN ORGANISASI IAI

PENDEKATAN PROFESI DIDALAM MEMBANGUN ATURAN ORGANISASI IAI

Secara garis besar manajemen adalah pengelolaan. Dan manajemen berbasis profesi adalah manajemen yang mana didalam pengelolaan diharapkan akan memberikan nilai lebih terhadap bidang yang ditekuni dan bisa berkembang sesuai seni pengelolaan agar dalam melakukan bidang pekerjaannya menjadi lebih nyaman dan aman, tanpa menghilangkan tujuan ekonomi. Dengan demikian manajemen berbasis profesi bisa lebih diharapkan menjadi seni pengelolaan yang dasar pengelolaannya diletakan pada dasar-dasar nilai pelayanan yang professional. Oleh karena itu manajemen berbasis profesi harus didukung oleh kemampuan professional yang kompeten. Tanpa kompetensi yang memadai, maka manajemen berbasis profesi adalah impian belaka.

Dengan demikian manajemen berbasis profesi adalah manajemen yang pengelolaannya mengikuti layanan yang professional yang mengikuti kaidah-kaidah layanan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan, kode etik profesi, teknologi, peraturan perundangan yang berlaku dan nilai-nilai suatu bangsa. Dengan demikian manajemen yang berbasis profesi harus mampu mengembangkan profesinalisme dengan mengembangkan IPTEK terapan, nilai-nilai, hukum perundangan, dan manajemen itu sendiri. Dan usaha untuk mengembangkan itu harus dilakukan oleh para praktisi dengan kompeten, kontinu, konsisten dan konsekuen.

Pada manajemen berbasis profesi, nilai-nilai professional dikedepankan atau dengan kata lain manajemen berbasis profesi adalah menjual layanan. Dan masyarakat yang menjadi klien merupakan subyek yang menentukan kualitas layanan dengan menuntut kompetensi, dan bukannya yang dituntut untuk membayar mahal tanpa layanan yang memadai. Kompetensi yang dimiliki apoteker adalah tuntutan dari masyarakat, karena keterkaitan antara kebutuhan layanan dan keinginan untuk selalu memperbaiki kualitas layanan.

Masyarakat diharapkan akan menjadi penentu didalam berkembangnya manajemen berbasis profesi ini, karena masyarakat adalah pengguna jasa yang harus dilindungi akan hak-haknya. Di dalam mengembangkan manajemen yang berbasis profesi ini hubungan antara masyarakat dan professional adalah hubungan yang saling membutuhkan dan saling mengutungkan. Tidak boleh hilang salah satu diantara keduanya.

Bila kita runtut logika dasar pengembangan manajemen rang berbasis profesi adalah;
1. masyarakat membutuhkan layanan
2. sebagian anggota masyarakat menyediakan layanan, dan untuk menjaga agar layanan berjalan dengan professional, maka sebagian kelompok masyarakat tersebut yang selanjutnya menjadi masyarakat profesi membuat organisasi profesi dan membuat aturan standar dan pendidikan profesi yang mengacu kepada kepentingan masyarakat dan melindungi kepentingan masyarakat.
3. dibentukna pendidikan profesi yang didasarkan pada IPTEK pendukung profesi dan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu secara tidak langsung pendidikan profesi berorientasi kepada layanan masyarakat dan profesi itu sendiri. Yang selanjutnya pengebangan profesi dilakukan secara bersama-sama antara masyarakat, masyarakat profesi dan akademisi.
4. untuk mencegah akan hal hal yang tidak diinginkan, pemerintah dengan pertimbangan layanan kepada masyrakata dan profesi, agar keduanya tetap bisa menjalin hubungan yang baik dan terhindar dari usaha-usaha pembodohan dan penipuan membentuk peraturan yang dinamakan peraturan perundangan.

Dari hubungan di atas, tidak bisa akademisi tiba-tiba mendesain profesi yang profesional bila sebelumnya tidak ada kebutuhan dari masyarakat dan tidak bisa pula akademisi mengembangkan suatu profesi yang professional bila tidak pernah memahami kebutuhan masyarakat dan layanan profesi. Demikian pula dengan pemerintah, tidak bisa membuat peraturan perundangan yang akomodatif bila pemeritah meninggalkan kepentingan masyarakat dan nilai-nilai profesionalisme. Disini semua unsur saling sangat tergantung dan tidak bisa dihilangkan salah satu darinya bila menginginkan berkembangnya kualitas layanan yang baik. Bila salah satu hilang, maka kerugian bagi semua pihak, termasuk masyarakat dan pemerintah.

Dari uraian diatas, sangat tidak pantas bila organisasi profesi di dalam membuat peraturan organisasi hanya menggunakan pendekatan birokratis, tetapi harus menggunakan pendekatan profesi dengan mengoptimalkan manajemen yang berbasis profesi bagi praktek profesi oleh anggotanya. Dan kenyataan di waktu yang lalu, kurang berkembangkanya profesi apoteker salah satunya disebabkan karena didalam membangun peraturan organisasi profesi sebagian masih menggunakan pendekatan birokrasi dan bukannya pendekatan profesi. Dan kedepan manajemen berbasis profesi harus menjadi bagian didalam membangun peraturan organisasi, karena salah satu pendekatan profesi adalah manajemen berbasis profesi.

Hal tersebut sangat wajar, mengingat pengembangan profesi apoteker tempo dulu adalah lebih mengutamakan pemerataan kuantitas layanan dan belum berorentasi pada kualitas layanan. Dengan semakin banyaknya apoteker dan semakin berkembangnya tuntutan masyarakat akan layanan kefarmasian komunitas, maka kedepan tidak ada lagi alasan bagi organisasi profesi (IAI) untuk tidak mengembangkan manajemen yang berbasis profesi demi mewujudkan kepedulian IAI kepada masyarakat, pemerintah dan Negara..

Peraturan organisasi yang merupakan aturan yang mengikat anggotanya tidak mungkin lagi disusun tanpa mempertimbangkan keberadaan dari para praktisi. Karena secara umum, para praktisi di dalam praktek profesinya lebih dituntun oleh nilai-nilai dan nilai profesi. Nilai-nilai dan nilai profesi inilah yang seharusnya menjadi dasar dari pembangunan peraturan organisasi.

Sabtu, 27 Maret 2010

MEMBANGUN SUATU PROFESI JUGA BERARTI MEBANGUN NILAI-NILAI

MEMBANGUN SUATU PROFESI JUGA BERARTI MEBANGUN NILAI-NILAI


Bila kita membangun suatu profesi, berti pula kita membangu nilai-nilai yang membentuk suatu profesi tu sendiri. Disinilah pentingnya kenapa pembangunan nilai-nilai didalam suatu profesi menjadi sangat penting. Dan niali-nilai itlah yang aka menjadi suat pondasi dalam pembangunan profesi, sehingga nilai-nilai harus didasarkan pada apa yang ada di lapangan dan nilai-nilai yang di yakini oleh bangsa Indonesia. Seperti kita ketahui, yang mana nilai-nilai yang di yakini oleh bangsa Indonesia antara lain adalah; nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan nilai-nilai beragama.

Jadi menjadi hal yang tidak mungki kita menjadi professional di negeri ini bila kita tidak mempunyai rasa kemanusiaan da hanya mengejar materi belaka. Dan juga tidak mungkin kita menghilangkan hak-hak seseorang atau sekelompok orang didalam membangun profesionalisme. Dengan demikian, yang dinamakan professional didalam profesi apoteker adalah profesionalisme yang tidak meninggalkan nilai-nilai yang diyakini oleh bangsa Indonesia.

Dapat juga kita mengatakan, bila nilai-nilai yang terkait kemanusiaan, keadilan dan agama menjadi nilai dasar didalam membangun suau profesi. Baru diikuti oleh nilai-nilai dari peraturan perundangan yang berlaku dan selanjutnya baru diikuti oleh nilai-nilai yang lain. Dari semua nilai-nilai diatas, nilai-nilai professional disusun. Segala kepentingan dalam membangun profesi harus tunduk pada nilai-nilai dasar.

Oleh karena itu sangat tidak masuk akal bila kita mebangun profesi yang tidak mendasarkan pada peraturan perundangan dan sangat tidak masuk akal bila peraturan perundanan disusun degan meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan social dan nilai-nilai agama yang berkembang di Negara kita. Karena ketiga nilai terseuta adalah bagian dari dasar Negara kita.

Oleh karena itu, nilai-nilai ekonomi didalam membangun suatu profesi harusnya tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar. Karena nilai ekonomi tidak boleh menjadi nilai ketamakan, maka nilai-nilai dasar tetap harus menjadi pertimbangan yang paling mendasar. Disilah beratnya didalam membangun suatu nilai ekonomi dalam suatu profesi. Dan ini semua seharusnya menjadi PR bagi IAI sebagai induk organisasi para apoteker.

Dan penyeragaman terhadap pemahaman nilai-nilai ini menjadi sangat penting. Dan akhir kata, “membangun nilai-nilai sangat penting bagi suatu profesi dan yang sangat penting dari padanya adalah tidak boleh terlepas dari nilai-nilai dasar, yaitu kemanusiaan, keadilan dan nilai2 agama.

Kamis, 11 Maret 2010

KEGAGALAN DIDALAM MEMBANGUN PROFESI

KEGAGALAN DIDALAM MEMBANGUN PROFESI


Tadi pagi tetangga aku datang ke rumah sebelum aku berangkat ke apotek. Apotek aku jaraknya 10km dari rumah dan aku sudah 13 tahun melakukan hal itu. Dan anak2 aku, aku sekolahkan dekat apotek.

Sebelum berangkat tetangga saya minta dibawakan obat kalau pulang untuk cucunya. Katanya; “ sudah saya belikan obat ke dokter kok tidak sembuh”. Sering kali kita juga mendengar kata2 dari masyarakat di apotek yang mengatakan; “ sudah saya suntikan ke dokter kok tidak sembuh”. Mungkin pemandangan begini sayangat sering ditemui oleh sejawat kita di apotek, yang mana dokter hanya dianggap tukang obat atau tukang suntik belaka. Mungkin masyarakat susah membedakan antara dokter dengan tukang obat di pasar-pasar. Toh kenyataannya mereka juga merasa sembuh saat membeli obat ke tukang obat yang tdak jelas latar belakang pendidikannya.

Dari hal diatas seakan-akan kita harus menyadari bila dokter masih diperbolehakn untuk menyediaakan obat didalam prakteknya. Padahal hal diatas adalah gambaran kegagalan kita tenaga kesehatan secara umum didalam membangun pendidikan kesehatan masyarakat. Kita mungkin tidak perlu terlalu saling menyalahakan, tetapi bagaiman kita bisa mengajari masyarakat agar kalau ke dokter untuk meminta informasi mengenai penyakitnya dan kita bisa memabantu masyarakat agar menyadari bila kedokter sebenarnya bukan untuk membeli obat atau sekedar untuk mendapatkan suntik belaka. Mencerdaskan masyarakat emang butuh perjuangan, tetapi kita tetap harus melakukan.

Hal yang saya lakukan di apotek adalah, bagaimana caranya agar masyarakat memahami bila ke apotek bukan tujuan akhir didalam proses pengobatan pada swamedikasi. Oleh karena itu saya sering kali mengiformasikan bila penyakit berlanjut untuk mendatangi dokter keluargannya. Tentu saja dokter yang saya jadikan rujukan adalah dokter yang baik dengan saya, dan saya bisa mengarahkan sebagian pasien saya ke dokter-dokter tertentu seperti yang saya minta. Disilah perlunya hubungan baik antara apoteker dan dokter.

Setiap hari selalu ada saja yang saya rujuk ke dokter. Ini semua demi membangun profesi kesehatan secara umum. Bukan hanya ego saya yang hanya ingin membangun profesi apoteker, tetapi kita harus mampu bekerja sama demi nilai-nilai kemanusiaan yang merupakan diadakannya tenaga kesehatan.

Saya sering kali mengatakan bila dokter dispensing adalah kegagalan dokter dalam membangun profesinya sehingga pada sebagian dokter sulit lepas dari pandangan dokter sebagai tukang obat atau tukang suntik. Sehingga keberadaan obat dan suntik menjadi daya tarik bagi praktek profesi dokter, bukan hanya kompetensi dokter sebagai ahli penyakit. Disini seharusnya semua tenaga kesehatan dapat melakukan kerja sama didalam membangun profesi kesehatan secara bersama-sama.

Mungkin kita juga harus belajar dari toko obat, yang merupakan sarana kesehatan yang diakui secara undang-undang, tetapi kegagalan TTK didalam mengawal toko obat. Sehingga saat ini dibeberapa daerah toko obat tidak berkembang dan nyaris hilang dari peredaran. Suatu hal yang seharusnya dilakukan oleh TTK dalam mempertahankan keberadaan toko obat.

Demikian dengan apotek, bila kita tidak mampu membangun profesi yang baik seperti yang seharusnya seorang profesional lakukan, jangan-jangan apotek akan hilang seperti toko obat. Sampai sekarang saya berpendapat bila keberadaan profesional harus mampu melakukan pekerjaan proesional.

Semoga ini bisa menjadi salah satu bahan renungan bagi siapa saja yang ingin membangun profesi kesehatan secara umum. Dan khususnya bagi kita apoteker didalam melangkah kedepan menuju profesi yang bermartabat dan manusiawi.