Minggu, 13 Mei 2012

ASPEK SOSIAL FARMASI KOMUNITAS


ASPEK SOSIAL FARMASI KOMUNITAS

Sampai saat ini masih banyak apoteker yang menganggap puncak dari farmasi komunitas adalah farmakoterapi, meskipun sebenarnya farmakoterapai adalah sebagian dari ilmu farmasi komunitas. Ketidak pahaman ini sering dilontarkan oleh sejawat diluar farmasi komunitas yang memang membutuhkan farmakoterapi sebagai “hardskill”. Sehingga cara memandang masalah yang sempit menjadi mengurung diri kita masing-masing pada titik sempit profesi.

Pada farmasi komunitas, masalah aspek farmasetika dan aspek farmakoterapi tetap menjadi domain penting yang tidak mungkin hilang. Bahkan harus terus selalu berkembang sesuai kebutuhan pada perkembangan jaman. Perkembangan ilmu praktis terkait aspek farmasetika dan aspek farmakoterapi akan tetap berkembang pesat pada saat praktek profesi terjadi. Perkembangan ini akan semakin cepat lagi bila data praktek profesi yang menjadi bukti praktek semakin banyak sebagai bagian dalam menyusun “evidence based practice”.

Seperti pada acara pelantikan pengurus HISFARMA PD IAI JATIM kemarin, ada yang menanyakan terkait sikap kita bila ada pasien yang menolak edukasi. Pertanyaan semacam ini sering muncul pada praktisi baru. Mungkin juga akan muncul pada mereka yang bukan dari farmasi komunitas. Dan mengapa hal ini muncul, tentunya terkait pada bagaimana kita mampu mengatasi aspek sosial. Dan tidak mengherankan bila aspek sosial menjadi dominan pada farmasi komunitas, karena siapapun yang sakit, yang kita hadapi dalam penyerahan obat selalu manusia. Meskipun pasiennya adalah seekor kucing.

Pada paham farmasi komunitas, teknologi obat yang baik dan pemahaman farmakoterapi yang baik dari apoteker  masih memungkinkan pengobatan akan gagal bila apoteker tidak memahami aspek sosial dengan benar. Sehingga permasalahan terkait aspek sosial juga harus diselesaikan dengan baik. Dan aspek sosial tidak hanya terkait komunikasi, tetapi lebih dari itu.

Hal dominan yang sering menjadi masalah dari aspek sosial pada farmasi komunitas adalah hambatan psikologi, hambatan sosiologi dan hambatan komunikasi. Yang mana hambatan tersebut dapat terjadi pada diri pasien atau dapat terjadi pada diri apoteker. Ketiga hambatan tersebut umumnya kurang dipahami dan kurang menarik bagi apoteker yang tidak praktek pada komunitas. Tetapi hal tersebut  justru akan sangat menarik bagi praktisi farmasi komunitas, bahkan pada beberapa praktisi komunitas mendudukan aspek sosial ini sebagai pilar utama ilmu kefarmasian.

Oleh karenanya untuk dapat mengatasi ketiga masalah tersebut diatas, kita sebagai praktisi komunitas tidak dapat hanya membaca buku teori, tetapi kita harus mampu melakukan interaksi sosial dengan benar dan dalam jam yang banyak. Meskipun banyak teori yang dapat dibangun untuk menjelaskan ketiga hambatan diatas, tetapi dari kesemuanya tetap dibutuhkan praktek yang nyata.

Praktek nyata selalu dibutuhkan untuk mengekspresikan suatu ilmu. Semisal pada masalah introvert yang terjadi pada diri pasien, apoteker harus mampu mengali informasi penting yang menjadi pesan utama agar tujuan terapi tercapai. Pada masalah ini mungkin saja kita juga mengalami kegagalan bila pendekatan yang kita gunakan kurang tepat atau bila kita kurang fokus. Sehingga menajamkan ilmu sosial harus selalu dilakukan selama menyebut dirinya praktisi farmasi komunitas.

Seorang apoteker yang mempunyai jam terbang cukup masih mungkin mengalami kegagalan dalam menghadapi aspek sosial  karena dunia tidak ada yang seratus persen. Oleh karenanya melakukan praktek nyata guna mengasah ilmu praktis setiap saat menjadi sangat penting apalagi bagi praktisi baru. Bagi praktisi baru, ada baiknya bila menjadikan ketrampilan sosial  sebagai focus yang juga harus dikembangkan guna meningkatkan kualitas profesi diri sendiri. Hal itu dilakukan mengingat akan pentingnya aspek sosial dalam keberhasilan profesi apoteker komunitas.

Focus pasien berarti juga focus pada aspek sosial dari pasien itu sendiri. Karena setiap pasien bersifat spesifik dan perlu mendapat perhatian secara khusus. Oleh karenanya pemahaman ilmu sosial oleh profesi apoteker mejadi penting, karena ilmu sosial inilah yang mengatarkan semua aspek kefarmasian sampai pada masyarakat.

“BISA JADI ASPEK FARMASETIKA YANG HEBAT DAN PEMAHAMAN FARMAKOTERAPI YANG HEBAT DARI APOTEKER AKAN GAGAL MANAKALA APOTEKER JUGA GAGAL DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN ILMU SOSIAL YANG DIMILIKINYA”

Selamat atas dilantiknya pengurus HISFARMA PD IAI JATIM kemarin, dan tulisan ini menjadi salah satu dedikasi saya pada HISFARMA.