Selasa, 14 Juli 2009

MENYUSUN MATERI UJI KOMPETENSI

MENYUSUN MATERI UJI KOMPETENSI


Menyusun materi uji kompetensi bukanlah hal mudah, karena harus dapat digunakan sebagai parameter kompetensi. Oleh karena itu sebelum materi uji kompetensi disusun, maka harus ditentukan dulu hal-hal yang seharusnya dikuasasi oleh profesi yang dinyatakan kompeten dengan profesinya. Hal-hal tersebut bisa berupa, organisasi dan etik, penguasaan sain profesi, hukum, adminstrasi pemerintahan, manajemen profesi dll.

Dalam menyusun terkait hal yang harus dikuasai oleh profesi apoteker yang berkompeten, maka ISFI sebagai organisasi profesi apoteker harus mengumpulkan para praktisi senior, Organisatoris senior, pakar hukum kesehatan farmasi, pakar manajemen farmasi, birokrat senior, dosen farmasi senior dll. Dari semua ini maka disusun masukan untuk draf uji kompetensi. Belum kearah materi, tetapi lebih mengarah pada perumusan tentang uji kompetensi itu sendiri yang selanjutnya dikirimkan kesemua cabag ISFI agar ada umpan balik guna penyempurnaan draf uji kompetensi itu sendiri. Dengan melibatkan hampir semua anggota ISFI diharapkan kompetensi akan berjalan dengan lebih baik.

Setelah darf uji kompetensi mendapat umpan balik, maka disusun draf uji kompetensi yang siap untuk diputuskan secara nasional ataupun regional. Bisa jadi kedepan uji kompetensi untuk apoteker hanya berlaku regional mengingat perbedaan geografis dan budaya masyarakat Indonesia yang beragam. Hasil uji kompetensi ini yang selanjutnya digunakan menyusun materi uji kompetensi.

Dalam menyusun uji materi kompetensi juga seharusnya kita melibatkan lebih banyak pihak lagi, karena beragamnya pekerjaan kefarmasian. Dan dalam penyusunan materi uji kompetensi ini peran praktisi senior tak bisa digantikan oleh orang lain atau profesi kesehatan lain, mengingat pada masing masing kompeten sangat spesifik. Para dosen perguruan tinggi yang bukan praktisi aktifpun tak boleh menggantikan peran dari para praktisi senior ini. Bila peran praktisi senior digantikan bisa jadi uji kompetensi tak akan tersusun dengan baik dan besar kemungkinan justru akan merugikan masyarakat sebagai pengguna jasa profesi. Bagaimanapun juga roh dari profesi apoteker adalah data, yang mana data didapatkan setelah profesi melakukan praktek profesi secara aktif.

Praktisi senior adalah praktisi aktif yang mempunyai pengalaman kerja sekurang-kurangnya 15 tahun atau setara dengan 36.000 jam. Karena dengan lama pengalaman kerja profesi yang berkualitas akan sangat menentukan kualitas materi uji kompetensi. Materi uji kompetensi yang berkualitas adalah yang dapat menggambarkan kompetensi kerja profesi yang sesungguhnya.

Praktisi aktif senior bisa saja para apoteker yang mengabdikan profesinya di apotek, industri dan rumah sakit. Karena tempat pengabdiannya berbeda, maka materi uji kompetensi yang diberikan seharusnya juga berbeda, yang mana perbedaan pokoknya ada pada konsentrasi atau pembobotan. Hal yang seharusnya juga dilakukan dalam uji kompetensi adalah memisahkan kompetensi pada apoteker yang bekerja pada industri farmasi, baik pada industri obat maupun pada obat tradisional adalah berdasarkan bahan yang digunakan dan bentuk sediaan yang dibuat oleh industri farmasi. Mungkin disini akan terkesan ribet, tetapi disinilah bentuk spesifikasi dari profesi apoteker. Bila apoteker mengabdikan diri pada industri farmasi yang membuat sediaan steril, maka apoteker harus menguasai kompetensi sediaan steril. Demikian juga bila apoteker bekerja pada industri yang membuat sediaan tablet, sirup, suppositoria dll, maka apoteker harus mempunyai kompetensi pada masing-masing sediaan tersebut.

Mungkin akan ribet demgan uji kompetensi, tetapi bila pekerjaan tersebut sudah dilakukan selama menjalankan profesinya tentunya hal tersebut akan sangat mudah. Dan hal tersebut juga untuk memberikan rasa keadilan bagi para profesi, semisal para apoteker yang dalam menjalankan profesinya pada industri yang hanya membuat tablet, maka tidak perlu mengikuti kompetensi untuk sediaan steril dsb. Bila ternyata apoteker ingin pindah tempat kerja ke industri lain yang membuat bentuk sediaan lain maka apoteker harus mengikuti uji kompetensi untuk bentuk sediaan lain tersebut.

Demikian juga dengan para professional yang menjalankan profesinya di rumah sakit dan apotek. Sudah seharusnya bila kompetensi disesuaikan dengan tempat dimana apoteker menjalankan tugasnya. Sekali lagi ini bukan untuk mempersulit apoteker, tetapi ini demi melindungi masyarakat dan masyarakat profesi itu sendiri. Mungkin juga uji kompetensi pada apoteker yang bekerja pada rumah sakit dengan tipe yang berbeda akan berbeda pula uji kompetensinya. Hal semacam ini tergantung pada kesepakatan para professional senior aktif dan tim penyusun materi Uji kompetensi.

Demikian juga denga apoteker yang bekerja pada apotek tidak menutup kemungkinan bila kedepan uji kompetensi juga akan mempertimbangkan kondisi apotek tempat menjalankan profesi yang mulia ini. Sekali lagi semua tergantung kesepakatan antara praktisi senior dan para tim.

Dari gambaran diatas, maka sudah seharusnya bila dalam penyusunan materi uji kompetensi harus melibatkkan banyak sekali apoteker dengan segala kompetensinya. Dan dalam pengelolaan data dan dalam pengorganisasiannya, ISFI sangat bertanggung jawab. Jangan sampai ISFI meletakkan tanggung jawab ini kepada orang lain, sehingga ISFI kelihatan tak mampu mengelola anggotanya sendiri.

Bagaimanapun juga uji kompetensi adalah sangat penting, oleh karena itu uji kompetensi harus disusun dengan cermat dan sangat sungguh-sungguh sehingga benar-benar mampu mencerminkan kompetensi itu sendiri. Oleh karena itu harus melibatkan semua unsur profesi yang berkompeten dibidangnya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar