Rabu, 18 Oktober 2017

PERAN IAI DALAM EVALUASI MUTU APOTEK

PERAN IAI DALAM EVALUASI MUTU APOTEK

1.    Standar Mutu Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Untuk menjamin hal tersebut Penyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Apotek wajib mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian. Standar Pelayanan Kefarmasian menjadi tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek, harus dilakukan evaluasi mutu Pelayananan Kefarmasian (Permenkes Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek).
Dari uraian di atas, yang dimaksudkan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan pelayanan kefarmasian yang bermutu dan aman (melindungi pasien) adalah: 
  • Menjamin ketersediaan. Menjamin ketersediaan dimaksudkan untuk menjamin peredaran barang farmasi dalam jumlah dan jenis yang cukup sehingga masyarakat dapat memenuhi personal medication needs. Tanpa jumlah dan jenis yang cukup pelayanan kefarmasian dalam memenuhi personal medication needs tidak maksimal dan dapat berujung pada kerugian kesehatan masyarakat atau bahkan membahayakan jiwa seseorang (tidak aman).
  • Aman. Aman terkait sediaan farmasi adalah apabila obat dikelola dengan benar dan digunakan dengan benar, untuk itu membutuhkan peran pelayan profesional kefarmasian.
  • Bermutu. Pelayanan kefarmasian yang bermutu dapat terjadi apabila praktik kefarmasian diselenggarakan sesuai standar secara kontinu, konsisten, kompeten dan konsekuen. Tanpa keempat hal tersebut pelayanan kefarmasian yang menjamin keamanan, kemanjuran, keefisienan (hemat), kesesuaian dan nilai-nilai kemanusiaan tidak akan terjadi.
  • Bermanfaat. Obat akan bermanfaat apabila penggunaannya sesuai peruntukannya atau tepat indikasi dan digunakan benar. Untuk penggunaan obat dengan benar masyarakat membutuhkan pelayanan informasi obat. Pelayanan informasi obat tidak hanya terbatas pada pelayanan informasi terkait farmakoterapi, namun juga informasi untuk perubahan perilaku terkait obat. Pelayanan informasi untuk perubahan perilaku terkait obat setidaknya ada 35 jenis. Dengan demikian obat akan bermanfaat apabila dalam penggunaannya melalui proses pelayanan kefarmasian termasuk pendampingan (advocate) dalam penggunaan obat oleh apoteker.
  • Terjangkau. Makna terjangkau adalah masyarakat dapat melakukan akses tenaga kefarmasian untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian dan memiliki nilai keekonomian sesuai dengan kondisi masyarakat.


2.    Monitoring Dan Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Pemerintah selaku regulator berhak dan wajib melakukan monitoring terhadap keberadaan apotek. Salah satu fungsi monitoring adalah pengawasan dan selama ini kita mengenal dua macam monitoring yang telah dilakukan pemerintah. Kedua hal tersebut adalah pelaporan dan pemeriksaan.
Pelaporan. Kegiatan pelaporan oleh apotek kepada pemerintah diatur dalam Permenkes Nomor. 35 Tahun 2014, yang mana  Apotek wajib mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian secara berjenjang kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksaan. Maksud dari pemeriksaan adalah audit terhadap apotek untuk mengetahui bahwa data yang dikirim untuk dilaporkan sesuai dengan kenyataan. Fungsi pemerintah dalam monitoring apotek dalam hal pengawasan rutin dilakukan BPOM dan Dinas Kesehatan. Fungsi BPOM dalam pengawasan obat dan makanan diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001.
Peran organisasi profesi apoteker atau IAI diatur dalam Permenkes Nomor 35 Tahun 2014, yang mana pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dapat melibatkan Organisasi Profesi. Namun pada kenyataan saat ini Organisasi Profesi masih lebih fokus pada pembinaan, yang mana dilakukan secara bersama-sama Dinas Kesehatan dan atau BPOM atau dilaksanakan secara mandiri.
Evaluasi kinerja apotek merupakan kegiatan mengkaji data hasil monitoring untuk membuat penilaian terhadap kinerja apotek dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Tujuan terhadap kinerja apotek antara lain: 
  • Menemukan setiap variabel yang mempengaruhi jalannya pelayanan kefarmasian.
  • Mengetahui tingkat penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek
  • Mengetahui tingkat capaian pelayanan kefarmasian dalam memenuhi personal medication needs
  • Menemukan gab antara tingkat penerapan dengan capaian pelayanan kefarmasian dalam memenuhi personal medication needs
  • Menemukan kendala dalam penerapan standar pelayanan kefarmasian.
  • Merencanakan pengembangan praktek kefarmasian yang berbasis pada evidence.

  
3.    Tindak Lanjut Hasil Evaluasi

Sebagai pengawas dan pembina apotek BPOM, Dinas Kesehatan dan IAI dapat mengambil keputusan untuk mengambil tindakan sebagai tindak lanjut sesuai hasil evaluasi. Tindakan dapat dialamatkan kepada setiap apotek sesuai hasil evaluasi atau kepada seluruh apotek dalam bentuk pembinaan atau pengembangan profesi.
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering Disalahgunakan, BPOM dapat memberikan sanksi administratif kepada apotek yang dinilai melakukan pelanggaran berupa rekomendasi sebagai peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan, dan/atau pencabutan izin.
IAI sebagai induk organisasi, sesuai dengan peraturan organisasi akan menindaklanjuti hasil evaluasi dengan pembinaan ataupun sanksi etik dan atau sanksi administratif.
Dinas Kesehatan sebagai penerima pelimpahan wewenang dari menteri untuk mengeluarkan izin pendirian apotek, tentu saja dapat memberikan sanksi administratif baik atas rekomendasi ataupun atas keputusan dinas kesehatan sendiri.
Berbagai sanksi dapat saja menimpa apoteker yang praktik di apotek jika dinilai melakukan pelanggaran, sanksi tersebut menjadikan apoteker sangat “takut” dengan yang namanya pengawasan. Pengawasan saat ini dirasakan oleh banyak praktisi komunitas sangat ketat. Pengawasan dinilai praktisi juga belum berimbang karena pengawasan hanya berorientasi pada produk semata. Padahal pengawasan yang berimbang diyakini lebih baik dalam menekan berbagai problem kefarmasian yang ada saat ini. Saat ini, para praktisi masih memerlukan banyak pembinaan secara terus menerus agar dapat menyelenggarakan praktik tanpa rasa “takut”. Hal lain yang menjadikan apoteker komunitas “takut” adalah belum terjadi keseragaman pendapat lintas sektoral terhadap praktik kefarmasian.

4.    Monitoring Dan Evaluasi Terhadap Apotek Oleh Pihak Lain
Monitoring dan evaluasi oleh pihak lain (diluar Dinas Kesehatan dan BPOM) terhadap apotek merupakan hal yang paling ditakutkan. Ketakutan bukan karena berbuat kesalahan, ketakutan tersebut terjadi karena pemahaman terhadap obat sebagai komoditas kemanusiaan yang harus dikelola secara khusus hanya oleh tenaga kefarmasian tidak dipahami oleh pihak lain, sehingga pihak lain tersebut sangat mungkin akan memiliki perbedaan persepsi dengan praktisi yang berujung pada sengketa. Energi apoteker akan habis bila selalu diintai untuk dicari kesalahannya oleh pihak yang memiliki pemahaman tentang praktik kefarmasian tidak dalam satu level. Pemahaman yang tidak dalam satu level berarti sengketa. Semua itu akan berujung pada penurunan kualitas pelayanan kefarmasian yang diterimakan kepada masyarakat oleh apoteker dan penurunan kualitas tersebut berarti hal yang sangat membahayakan.
Di dalam peraturan perundangan dimanapun di seluruh dunia tidak ada pengawasan dan pembinaan apotek dilakukan oleh instansi di luar instansi kesehatan. Untuk upaya pihak lain yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan bidang farmasi yang menginginkan melakukan audit ke apotek seharusnya ditolak oleh Menteri Kesehatan dan Organisasi Profesi. Apabila dipaksakan, saya yakin akan banyak obat hilang dari pasaran sehingga akan memicu berbagai kemungkinan yang berdampak buruk kepada kesehatan masyarakat dan pembangunan kesehatan bangsa kita. Untuk alasan kemanusiaan, sudah sepatutnya apabila apoteker mendapat perlindungan dari semua pihak terutama pihak pemerintah agar nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban tidak juga berjalan mundur.
Pemerintah dan Organisasi Profesi harus melindungi apoteker dalam menjalankan sumpahnya dalam menjaga rahasia kefarmasian. Rahasia kefarmasian diatur dalam PP no 51 tahun 2009, Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian yang menyangkut proses produksi, proses penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan Farmasi yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Demi menjaga kerahasiaan, seharusnya tidak boleh ada pihak manapun yang boleh membuka rahasia tersebut kecuali oleh auditor resmi yang ditunjuk pemerintah atau atas permintaan pengadilan. Bahkan Dinas Kesehatan pun sebagai pihak yang menerbitkaan SIA tidak berwenang membuka rahasia kefarmasian kepada pihak lain, demikian pula BPOM juga tidak diperbolehkan membuka rahasia kefarmasian kepada pihak lain, tidak diperbolehkan apabila tidak sesuai dengan peraturan perundangan.  Semua pihak harus saling percaya, semua pihak harus percaya kepada kinerja BPOM, Dinas Kesehatan dan Organisasi Profesi sebagai pihak yang mempunyai wewenang sesuai peraturan perundangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan, dan Negara akan maju apabila dibangun dengan rasa saling percaya dan tanggung jawab.

5.    Peran Iai Dalam Pembinaan Dan Pengawasan
Peran iai dalam pembinaan dan pengawasan kepada anggotanya dimaksudkan untuk menjaga keberadaan profesi apoteker dan sebagai upaya agar profesi apoteker dapat terus berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban. Menjaga keberadaan profesi apoteker berarti pula ikut menjaga kepastian hukum dan menjaga profesi apoteker agar dapat terus berkembang melayani masyarakat. Menjaga profesi apoteker harus dilakukan terus menerus dan pengembangan profesi harus mengikuti perkembangan iptek, politik dan sosial budaya. Bagaimanapun hal tersebut sangat mempengaruhi keberadaan dan perkembangan profesi apoteker baik sekarang ataupun di masa yang akan datang.
Untuk itu IAI mempunyai kepentingan dalam pengawasan praktik apoteker di apotek. Pengawasan dilakukan bukan sekedar apoteker dapat melayani masyarakat sesuai standar, namun juga menemukan kendala dan mencari solusinya dan kalau mungkin mengembangkan profesi apoteker agar terjadi peningkatan derajat kepastian dalam menjalankan profesi apoteker.
Pembinaan adalah upaya iai dalam meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotor apoteker sehingga memungkinkan apoteker menjalankan praktik yang bertanggungjawab. Praktik apoteker yang bertanggungjawab tidak diperoleh begitu saja, namun sudah harus mulai dilatih sejak ada di bangku kuliah. Disinilah peran IAI dan PTF bersama-sama menyusun konsep pendidikan yang berbasis praktik, dan tidak mungkin pendidikan hanya berbasis pustaka belaka, apalagi pustaka orang asing yang dari sisi politik dan sosial budaya berbeda dengan bangsa kita.
Peran organisasi profesi apoteker atau IAI dalam pembinaan dan pengawasan sesuai yang diatur dalam Permenkes No 35 Tahun 2014, pada kalimat “dapat melibatkan organisasi profesi” seharusnya diadvokasi olek IAI menjadi “wajib melibatkan organisasi profesi” meskipun dalam pengawasan dan pembinaan mungkin dilakukan iai secara mandiri.
Iai juga harus melindungi anggotanya agar tidak ada pihak-pihak tertentu yang tidak ditunjuk pemerintah ikut melakukan pengawasan dan pembinaan, karena itu justru akan menjadi medication problem yang tidak bisa ditangani. Medication problem yang tidak dapat ditangani tersebut dapat dimaknai sebagai bencana yang berpeluang menjadi sangat berbahaya melebihi bahaya obat itu sendiri.
IAI harus menjaga martabat profesi dalam menjaga sumpah. Apabila martabat profesi runtuh, maka akan runtuhlah profesi tersebut.

6.    Kesimpulan
Peran IAI sebagai induk organisasi profesi apoteker dalam pembinaan dan pengawasan secara langsung kepada apoteker adalah untuk menjaga mutu dan mengembangkan mutu layanan oleh apoteker dalam memenuhi personal medication needs secara berkelanjutan dan untuk menjaga martabat profesi apoteker.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar