PERAN IAI DALAM EVALUASI MUTU APOTEK
1. Standar Mutu Apotek
Apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Penyelenggaraan
Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan
terjangkau. Untuk menjamin hal tersebut Penyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian
di Apotek wajib mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian. Standar Pelayanan
Kefarmasian menjadi tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pengaturan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk meningkatkan mutu Pelayanan
Kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi
pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety). Untuk menjamin mutu Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, harus dilakukan evaluasi mutu Pelayananan Kefarmasian (Permenkes
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek).
Dari uraian di atas, yang
dimaksudkan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan
pelayanan kefarmasian yang bermutu dan aman (melindungi pasien) adalah:
- Menjamin ketersediaan. Menjamin ketersediaan dimaksudkan untuk menjamin peredaran barang farmasi dalam jumlah dan jenis yang cukup sehingga masyarakat dapat memenuhi personal medication needs. Tanpa jumlah dan jenis yang cukup pelayanan kefarmasian dalam memenuhi personal medication needs tidak maksimal dan dapat berujung pada kerugian kesehatan masyarakat atau bahkan membahayakan jiwa seseorang (tidak aman).
- Aman. Aman terkait sediaan farmasi adalah apabila obat dikelola dengan benar dan digunakan dengan benar, untuk itu membutuhkan peran pelayan profesional kefarmasian.
- Bermutu. Pelayanan kefarmasian yang bermutu dapat terjadi apabila praktik kefarmasian diselenggarakan sesuai standar secara kontinu, konsisten, kompeten dan konsekuen. Tanpa keempat hal tersebut pelayanan kefarmasian yang menjamin keamanan, kemanjuran, keefisienan (hemat), kesesuaian dan nilai-nilai kemanusiaan tidak akan terjadi.
- Bermanfaat. Obat akan bermanfaat apabila penggunaannya sesuai peruntukannya atau tepat indikasi dan digunakan benar. Untuk penggunaan obat dengan benar masyarakat membutuhkan pelayanan informasi obat. Pelayanan informasi obat tidak hanya terbatas pada pelayanan informasi terkait farmakoterapi, namun juga informasi untuk perubahan perilaku terkait obat. Pelayanan informasi untuk perubahan perilaku terkait obat setidaknya ada 35 jenis. Dengan demikian obat akan bermanfaat apabila dalam penggunaannya melalui proses pelayanan kefarmasian termasuk pendampingan (advocate) dalam penggunaan obat oleh apoteker.
- Terjangkau. Makna terjangkau adalah masyarakat dapat melakukan akses tenaga kefarmasian untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian dan memiliki nilai keekonomian sesuai dengan kondisi masyarakat.
2.
Monitoring Dan Evaluasi
Mutu Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Pemerintah selaku
regulator berhak dan wajib melakukan monitoring terhadap keberadaan apotek.
Salah satu fungsi monitoring adalah pengawasan dan selama ini kita mengenal dua
macam monitoring yang telah dilakukan pemerintah. Kedua hal tersebut adalah
pelaporan dan pemeriksaan.
Pelaporan. Kegiatan pelaporan
oleh apotek kepada pemerintah diatur dalam Permenkes Nomor. 35 Tahun 2014, yang
mana Apotek wajib mengirimkan laporan
Pelayanan Kefarmasian secara berjenjang kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemeriksaan. Maksud
dari pemeriksaan adalah audit terhadap apotek untuk mengetahui bahwa data yang
dikirim untuk dilaporkan sesuai dengan kenyataan. Fungsi pemerintah dalam
monitoring apotek dalam hal pengawasan rutin dilakukan BPOM dan Dinas Kesehatan.
Fungsi BPOM dalam pengawasan obat dan makanan diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun
2001.
Peran organisasi profesi apoteker
atau IAI diatur dalam Permenkes Nomor 35 Tahun 2014, yang mana pelaksanaan pembinaan
dan pengawasan dapat melibatkan Organisasi Profesi. Namun pada kenyataan saat
ini Organisasi Profesi masih lebih fokus pada pembinaan, yang mana dilakukan
secara bersama-sama Dinas Kesehatan dan atau BPOM atau dilaksanakan secara
mandiri.
Evaluasi kinerja
apotek merupakan kegiatan mengkaji data hasil monitoring untuk membuat
penilaian terhadap kinerja apotek dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Tujuan terhadap kinerja apotek antara lain:
- Menemukan setiap variabel yang mempengaruhi jalannya pelayanan kefarmasian.
- Mengetahui tingkat penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek
- Mengetahui tingkat capaian pelayanan kefarmasian dalam memenuhi personal medication needs
- Menemukan gab antara tingkat penerapan dengan capaian pelayanan kefarmasian dalam memenuhi personal medication needs
- Menemukan kendala dalam penerapan standar pelayanan kefarmasian.
- Merencanakan pengembangan praktek kefarmasian yang berbasis pada evidence.
3.
Tindak Lanjut Hasil
Evaluasi
Sebagai
pengawas dan pembina apotek BPOM, Dinas Kesehatan dan IAI dapat mengambil
keputusan untuk mengambil tindakan sebagai tindak lanjut sesuai hasil evaluasi.
Tindakan dapat dialamatkan kepada setiap apotek sesuai hasil evaluasi atau
kepada seluruh apotek dalam bentuk pembinaan atau pengembangan profesi.
Sesuai dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering
Disalahgunakan, BPOM dapat memberikan sanksi administratif kepada apotek yang
dinilai melakukan pelanggaran berupa rekomendasi sebagai peringatan, peringatan
keras, penghentian sementara kegiatan, dan/atau pencabutan izin.
IAI
sebagai induk organisasi, sesuai dengan peraturan organisasi akan menindaklanjuti
hasil evaluasi dengan pembinaan ataupun sanksi etik dan atau sanksi
administratif.
Dinas Kesehatan
sebagai penerima pelimpahan wewenang dari menteri untuk mengeluarkan izin
pendirian apotek, tentu saja dapat memberikan sanksi administratif baik atas
rekomendasi ataupun atas keputusan dinas kesehatan sendiri.
Berbagai
sanksi dapat saja menimpa apoteker yang praktik di apotek jika dinilai
melakukan pelanggaran, sanksi tersebut menjadikan apoteker sangat “takut”
dengan yang namanya pengawasan. Pengawasan saat ini dirasakan oleh banyak
praktisi komunitas sangat ketat. Pengawasan dinilai praktisi juga belum
berimbang karena pengawasan hanya berorientasi pada produk semata. Padahal
pengawasan yang berimbang diyakini lebih baik dalam menekan berbagai problem
kefarmasian yang ada saat ini. Saat ini, para praktisi masih memerlukan banyak pembinaan
secara terus menerus agar dapat menyelenggarakan praktik tanpa rasa “takut”.
Hal lain yang menjadikan apoteker komunitas “takut” adalah belum terjadi
keseragaman pendapat lintas sektoral terhadap praktik kefarmasian.
4.
Monitoring Dan
Evaluasi Terhadap Apotek Oleh Pihak Lain
Monitoring dan
evaluasi oleh pihak lain (diluar Dinas Kesehatan dan BPOM) terhadap apotek merupakan
hal yang paling ditakutkan. Ketakutan bukan karena berbuat kesalahan, ketakutan
tersebut terjadi karena pemahaman terhadap obat sebagai komoditas kemanusiaan
yang harus dikelola secara khusus hanya oleh tenaga kefarmasian tidak dipahami oleh
pihak lain, sehingga pihak lain tersebut sangat mungkin akan memiliki perbedaan
persepsi dengan praktisi yang berujung pada sengketa. Energi apoteker akan
habis bila selalu diintai untuk dicari kesalahannya oleh pihak yang memiliki pemahaman
tentang praktik kefarmasian tidak dalam satu level. Pemahaman yang tidak dalam
satu level berarti sengketa. Semua itu akan berujung pada penurunan kualitas
pelayanan kefarmasian yang diterimakan kepada masyarakat oleh apoteker dan penurunan
kualitas tersebut berarti hal yang sangat membahayakan.
Di dalam peraturan
perundangan dimanapun di seluruh dunia tidak ada pengawasan dan pembinaan
apotek dilakukan oleh instansi di luar instansi kesehatan. Untuk upaya pihak
lain yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan bidang farmasi yang
menginginkan melakukan audit ke apotek seharusnya ditolak oleh Menteri
Kesehatan dan Organisasi Profesi. Apabila dipaksakan, saya yakin akan banyak
obat hilang dari pasaran sehingga akan memicu berbagai kemungkinan yang
berdampak buruk kepada kesehatan masyarakat dan pembangunan kesehatan bangsa
kita. Untuk alasan kemanusiaan, sudah sepatutnya apabila apoteker mendapat
perlindungan dari semua pihak terutama pihak pemerintah agar nilai-nilai
kemanusiaan dan peradaban tidak juga berjalan mundur.
Pemerintah dan Organisasi
Profesi harus melindungi apoteker dalam menjalankan sumpahnya dalam menjaga
rahasia kefarmasian. Rahasia kefarmasian diatur dalam PP no 51 tahun 2009,
Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian yang menyangkut proses
produksi, proses penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan Farmasi yang
tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Demi menjaga kerahasiaan, seharusnya tidak boleh ada pihak manapun yang boleh
membuka rahasia tersebut kecuali oleh auditor resmi yang ditunjuk pemerintah
atau atas permintaan pengadilan. Bahkan Dinas Kesehatan pun sebagai pihak yang
menerbitkaan SIA tidak berwenang membuka rahasia kefarmasian kepada pihak lain,
demikian pula BPOM juga tidak diperbolehkan membuka rahasia kefarmasian kepada
pihak lain, tidak diperbolehkan apabila tidak sesuai dengan peraturan
perundangan. Semua pihak harus saling
percaya, semua pihak harus percaya kepada kinerja BPOM, Dinas Kesehatan dan Organisasi
Profesi sebagai pihak yang mempunyai wewenang sesuai peraturan perundangan
untuk melakukan pembinaan dan pengawasan, dan Negara akan maju apabila dibangun
dengan rasa saling percaya dan tanggung jawab.
5. Peran Iai Dalam Pembinaan Dan Pengawasan
Peran iai dalam
pembinaan dan pengawasan kepada anggotanya dimaksudkan untuk menjaga keberadaan
profesi apoteker dan sebagai upaya agar profesi apoteker dapat terus berkembang
sesuai dengan perkembangan peradaban. Menjaga keberadaan profesi apoteker
berarti pula ikut menjaga kepastian hukum dan menjaga profesi apoteker agar
dapat terus berkembang melayani masyarakat. Menjaga profesi apoteker harus dilakukan
terus menerus dan pengembangan profesi harus mengikuti perkembangan iptek,
politik dan sosial budaya. Bagaimanapun hal tersebut sangat mempengaruhi
keberadaan dan perkembangan profesi apoteker baik sekarang ataupun di masa yang
akan datang.
Untuk itu IAI mempunyai
kepentingan dalam pengawasan praktik apoteker di apotek. Pengawasan dilakukan
bukan sekedar apoteker dapat melayani masyarakat sesuai standar, namun juga
menemukan kendala dan mencari solusinya dan kalau mungkin mengembangkan profesi
apoteker agar terjadi peningkatan derajat kepastian dalam menjalankan profesi
apoteker.
Pembinaan adalah
upaya iai dalam meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotor apoteker sehingga
memungkinkan apoteker menjalankan praktik yang bertanggungjawab. Praktik
apoteker yang bertanggungjawab tidak diperoleh begitu saja, namun sudah harus mulai
dilatih sejak ada di bangku kuliah. Disinilah peran IAI dan PTF bersama-sama
menyusun konsep pendidikan yang berbasis praktik, dan tidak mungkin pendidikan
hanya berbasis pustaka belaka, apalagi pustaka orang asing yang dari sisi politik
dan sosial budaya berbeda dengan bangsa kita.
Peran organisasi profesi apoteker
atau IAI dalam pembinaan dan pengawasan sesuai yang diatur dalam Permenkes No 35 Tahun
2014, pada kalimat “dapat melibatkan organisasi profesi” seharusnya diadvokasi
olek IAI menjadi “wajib melibatkan organisasi profesi” meskipun dalam
pengawasan dan pembinaan mungkin dilakukan iai secara mandiri.
Iai juga harus
melindungi anggotanya agar tidak ada pihak-pihak tertentu yang tidak ditunjuk
pemerintah ikut melakukan pengawasan dan pembinaan, karena itu justru akan
menjadi medication problem yang
tidak bisa ditangani. Medication problem
yang tidak dapat ditangani tersebut dapat dimaknai sebagai bencana yang
berpeluang menjadi sangat berbahaya melebihi bahaya obat itu sendiri.
IAI harus menjaga
martabat profesi dalam menjaga sumpah. Apabila martabat profesi runtuh, maka
akan runtuhlah profesi tersebut.
6.
Kesimpulan
Peran IAI sebagai
induk organisasi profesi apoteker dalam pembinaan dan pengawasan secara
langsung kepada apoteker adalah untuk menjaga mutu dan mengembangkan mutu
layanan oleh apoteker dalam memenuhi personal
medication needs secara berkelanjutan dan untuk menjaga martabat profesi
apoteker.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar