Minggu, 06 Desember 2009

KONGGRES ISFI

KONGGRES ISFI


Pada konggres kali ini ISFI seharusnya lebih menitik beratkan pada program meningkatkan SDM apoteker. SDM apoteker lulusan lama ataupun SDM lulusan baru. Selama ini, menurut penilaian saya kualitas lulusan apoteker dalam hal kemadirian profesi kurang. Sehingga kualitas SDM harus mendapatkan perhatian khusus pada konggres kali ini.

Sebenarnya tanpa PP51 pun, apoteker seharusnya sudah mampu menerapkan TATAP, tetapi kenyataannya belum semua apteker mampu. Ketidak mampuan ini lebih didominasi oleh karena kualitas kemandirian apoteker yang kurang. Kekurang mandirian dalam profesi sebagian diakibatkan sistem pendidikan profesi yang kurang mengakomodasi kenyataan praktek profesi dan sistem pelatihan dan pendidikan berkelanjutan bagi apoteker yang sudah melakukan praktek profesi di apotek yang kurang sesuai dengan kebutuhan profesi.

Kualitas lulusan yang kurang, karena sangat rendahnya para pengajar apoteker yang juga merupakan praktisi aktif di apotek, sehingga para apoteker lebih banyak diajarkan tentang teori teori dan imajinasi profesi. Seharusnya, para apoteker yang menjadi pembina di dalam PKP dilakukan standarisasi dan apotek tempat PKP juga dilakukan stadarisasi. Dengan demikian kualitas lulusan dapat diharapkan lebih sesuai dengan kebutuhan profesi.

Dengan sistem pendidikan apoteker yang baik, maka akan terjadi sistem pendidikan yang efektif. Dengan sistem pendidikan yang efektif maka kualitas lulusan yang baik dapat dicapai dengan waktu yang sesuai dengan masa pedidikan. Banyak hal yang menurut saya kurang efektif didalam sistem pendidikan profesi apoteker, sehingga waktu PKP di apotek yang hanya kurang lebih satu bulan dianggap kurang oleh sebagian apoteker, padahal menurut saya waktu itu cukup bila dilakukan dengan efektif. Memang kualitas input sangat berpengaruh, tetapi kualitas pengelolaan input agar output berkualitas adalah lebih berpengaruh lagi. Pengelolaan input disini adalah sitem pendidikan yang efektif.

Kalau kita belajar dari kenyataan di apotek saat ini, untuk mengelola apotek tidak dibutuhkan kualitas manusia apoteker yang brilian, biasa biasa saja tidak masalah. Karena pekerjaan kefarmasian diapotek atau praktek profesi kefarmasian di apotek lebih diutamakan ketekunan. Seorang pengajar pada profesi apoteker tidak cukup hanya sekedar S2 atau profesor, tetapi mereka harus juga merupakan praktisi aktif diapotek. Bagaimanapun juga pengajaran yang efektif pada pendidikan profesi adalah sangat penting.

Para pengajar pada tingkat profesi selama ini kurang efektif, karena para pengajarnya bukan praktisi aktif. Dan sering kali yang terjadi adalah kecenderungan pengajaran yang bersifat imajinatif. Hasilnya tentu saja seperti sekarang, sebagian apoteker kurang mandiri didalam menjalankan profesi. Oleh karena itu ada baiknya bila pada konggres kali ini, ketua terpilih adalah orang orang yang benar benar tahu akan pendidikan, atau setidaknya bisa mengapresiasi kualitas SDM.

Menurut saya, SDM adalah hal yang paling utama didalam praktek profesi yang mandiri, sedangkan modal adalah hal yang ada diurutan berikutnya. Banyak apoteker yang membuat apotek dengan modal obat kurang dari 20 juta, dan sebagian dari mereka juga tidak mengeluh dan masih dapat eksis. Sebagian lagi bahkan lebih eksis dari para praktisi yang ada di industri. Padahal mereka bukanlah dari golongan mahasiswa yang terbaik dimasa kuliahnya bahkan sering kali sebagian dari mereka adalah tergolong ada dirangking bawah. Tetapi kenyataannya setelah melakukan praktek profesi mereka bisa menjadi salah satu produk apoteker yang paling berkualitas didalam hal kemandirian profesi.

Seharusnya ISFI mengapresiasikan para praktisi yang seperti itu, yang setidaknya tidak pernah mengeluh kepada ISFI dengan meminta jasa yang besar (bahasa halus dari gaji, karena sampai sekarang ISFI belum bisa mengapresiasi tentang jasa yang rasional dari suatu prakek profesi). Berbeda dengan para apoteker praktisi imajinasi (hanya mengimajinasikan praktek dari tempat yang jauh, sambil tertawa tawa menghitung gaji bulanan meskipun tidak paham akan apa itu praktek profesi) yang hanya bisa meminta perlindungan dengan alasan jasa tidak standar, tetapi praktek profesinya nol. Bagaimana jasa bisa distandar, kalau praktek profesi tidak jelas?

Mungkin ISFI selama ini seharusnya merasa berdosa kepada para praktisi aktif di apotek yang kepentingannya mungkin nyaris tidak diperjuangkan. Sebagian dari mereka hanya merasa membayar iuran saja tanpa pernah dibahas agar bagaimana mereka dapat lebih eksis lagi. Selama ini selalu saja dibahas masalah standar jasa, jasa dan jasa. Apa kontribusi dari ISFI terhadap para praktisi aktif? Mungkin tidak ada atau setidaknya tidak pernah dirasakan oleh para praktisi aktif. Padahal para praktisi aktif juga membutuhkan perhatian dari organisasi profesi didalam praktik profesinya agar dapat berkembang.

Ada beberapa hal yang mungkin tidak pernah dialami oleh para pengurus ISFI pusat yaitu merasakan menjadi praktisi aktif yang lebih dari separo hidupnya ada diruangan apotek. Hal yang mungkin tidak pernah dirasakan bila tidak menjadi praktisi aktif adalah “perasaan”, perasaan yang berat dan penuh stres yang dirasakan diapotek selama apotek buka. Perasaan dibutuhkan banyak orang, perasaan dikenal banyak orang, perasaan dihujat orang bila pelayanan tidak memuaskan, perasaan dikejar kejar setoran dan banyak lagi yang menjadi suka duka para praktisi aktif diapotek. Bahkan tidak jarang kita harus mengelus dada bila kita menemukan banyak pembodohan masyarakat, yang mana bila masyarakat itu kita edukasi, tidak lama lagi menjadi menjadi korban pembodohan lagi karena jumlah yang membodohkan masyarakat sering kali justru lebih banyak dari jumlah apoteker yang melakukan edukasi.

Disinilah pentingnya membentuk SDM yang benar benar mengerti praktek profesi. Menrut saya, mungkin tidak ada gunanya PP51 kalau tidak ada usaha dari ISFI untuk memperbaiki kualitas SDM. Janganlah dipaksakan menproduksi apoteker besar besaran bila tidak mampu menciptakan produk yang mampu melakukan praktek profesi.

Saat ini yang paling penting dari para pengurus pusat ISFI adalah bagaimana meningkatkan kualitas SDM, baik yang baru ataupun yang lama. Oleh karena itu sebagian para pimpinan pusat ISFI seharusnya adalah para akademisi. Sebagian itu bisa rektor atau dekan, karena mereka inilah yang saat ini mempunyai akses secara langsung terhadap kualitas SDM. Dan kenyataannya merekalah yang saat ini bisa diharapkan mampu untuk itu. Dan bila dari para akademisi tidak ada yang mau atau berkehedak, sebaiknya dipilih ketua yang mampu bekerja sama dengan para akademisi dalam membuat program profesi yang sesuai dengan kenyataan praktek profesi.

Dan sudah saatnya bila didalam membentuk praktisi yang berkualitas, para praktisi aktif dilibatkan didalam menyusun kebutuhan pendidikan profesi, karena para praktisi aktif inilah yang megetahui kebutuhan praktek profesi sehari hari. Karena setiap harinya, atau mungkin juga setiap denyut nadinya merasakan apa yang harus dilakukan oleh para praktisi, dan apa yang harus dipersiapkan dan bagaimana mengatasi semua masalah yang timbul dalam paktek profesi. Sehingga jalannya pendidikan profesi menjadi lebih efektif. Juga jalannya pelatihan dan pendidikan berkelanjutan menjadi lebih akomodatif.

Pada konggres ini, bila mau ganti AD/ART, atau mau ganti ketua atau ganti apa saja mungkin belum tentu menyentuh para praktisi aktif. Seperti kongres konggres yang lalu, para praktisi aktif umumnya merasa tidak di apresiasi. Semoga pada konggres kali ini, para praktisi aktif lebih di apresiasi dan lebih mendapat perhatian dari organisasi, agar tidak hanya merasa ditarik iuran bulanan saja. Dan umumnya para praktisi aktif inilah yang justru paling tertib dalam membayar iuran. Juga para praktisi aktif inilah yang umumnya juga lebih peduli terhadap profesi.

Dan satu lagi kepentingan klien adalah yang paling utama didalam suatu profesi, bila kepentingan klien diabaikan, maka profesi akan ditinggalkan oleh klien. Atau dengan kata lain masyarakat butuh pelayanan yang rasional agar profesi dapat eksis, dan apoteker akan hilang bila pelayanan yang seharusnya dilakukan justru ditinggalkan. dan akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan, PP51 tidak akan berpengaruh terhadap profesi apoteker bila SDM tidak diperbaiki. Dan didalam memperbaiki SDM ini peran Perguruan Tinggi Farmasi sangatlah besar dan peran praktisi aktif sangat dibutuhkan.

Selamat kongres, semoga dapat diproduksi program yang benar benar dapat mengakomodasi kepentingan para anggota dan kepentingan bangsa serta negara.

4 komentar:

  1. ini lingkaran setan pak, menurutku profesi tdk salah, ini imbas dunia kesehatan kita yg amburadul, karena campur aduk dg bisnis. masak hrs ada medrep segala, apa2an ini. dokter bisa dibeli, rumah sakit bisa dibeli. seharusnya mafia dunia kesehatan ini diberantas dulu. dokter dijamin kesejahteraannya, dokter tdk boleh praktek swasta, RS tdk boleh ada kontrak dg produsen obat, MEDREP diharamkan, baru ditata fungsi masing2. Apoteker praktek profesi, tdk boleh berbisnis, apotek swasta disubsidi, krn bagaimanapun kepanjangan tugas pemerintah. dst

    BalasHapus
  2. @Abdul rouf, permasalahan kualitas pendidikan apoteker saat ini masih menjadi permasalahan tersendiri. dan sepengetahuan saya, sistem pendidikan apoteker masih belum atau masih kurang efektif. guna membentuk apoteker yang benar benar siap sebagai praktisi aktif di apotek. padahal untuk menjadi apoteker tidak dibutuhkan orang cerdas, tetapi dibutuhkan orang tekun.
    semoga para akademisi menyadari ini dan mau ikut andil dalam memperjuangkan para nasib apoteker lewat sistem pendidikan yang efektif.

    BalasHapus
  3. Great artikel.
    Sy pribadi mendukung skali pemikiran itu..pendidikan yg real sbg pondasi dari kualitas apoteker.
    Tapi memang,pengalaman adl guru terbaik.
    Sy pribadi mrasakan bgmana praktek di apotek 1,5 tahun lebih mengajari sy buanyuaak hal...ilmu farmasi,managemen dan etika dibanding saat kuliah 4,5 tahun..

    BalasHapus
  4. @pradnya, betul sekali. kita semua merasakan itu. yang mana pengalaman adalah guru yang baik, oleh karena itu pengalaman harus dijadikan dasar didalam pengajaran profesi. dan pengalaman harus bisa dirumuskan agar jalannya pendidikan lebih efektif.

    BalasHapus