Selasa, 15 Desember 2009

MANAJEMEN BERBASIS PROFESI

MANAJEMEN BERBASIS PROFESI


Bisnis apotek adalah bisnis yang sangat dipengaruhi oleh adanya peraturan peraturan perundangan yang mengikat baik secara angsung atau tidak. Seperti dengan keluarnya PP51, mau tidak mau para pengusaha dibidang perapotekan harus berbenah menyesuaikan dengan peraturan yang baru. Meskipun ada masa peralihan, tetapi masa itu bila tidak dipersiapkan mulai sekarang bisa jadi pada saat penerapanya akan terlambat. Lebih baik sedia payung sebelum hujan, maksudnya mengantisipasi semuanya.

Sebelum keluarnya PP51, saya sudah sering untuk mengajak semua yang terlibat didalam bisnis perapotekan agar selalu mengikuti perkembangan jaman dan mengatisipasi semua perubahan. Karena setiap perubahan bisa jadi akan mempengaruhi bisnis secara nyata. Secara jujur saya tidak menyangka akan keluarnya PP51, tetapi dalam naluri bisnis saya, PP51 sudah saya antisipasi dengan menguji coba TATAP sebagai bagian manajemen berbasis profesi jauh hari sebelum PP51 dipikirkan. Banyak pilihan didalam mengelola apotek, tetapi pada beberapa hal menejemen apotek yang berbasis profesi lebih unggul.

Keunggulan pertama adalah SDM, dengan TATAP, maka pelayanan menjadi lebih rasional dan lebih dapat diterima masyarakat, tetapi kegagalan tetap ada karena beberapa faktor. Tetapi secara umum untuk saat ini manajemen berbasis profesi bisa dikatakan paling berhasil pada apotek milik apoteker. Meskipun modal yang dimiliki relatif kecil, tetapi eksistensinya lumayan bagus dan beberapa diantaranya bisa dikatakan sangat berhasil.

Tetapi ada sisi kelemahan disini, yang mana biaya operasional, mau atau tidak mau adalah lebih besar. Meskipun gaji pada beberapa sejawat dinyatakan tabu, tetapi kenyataannya apoteker masih memburu gaji, bukan jasa profesi. Inilah yang menyebabkab biaya operasional menjadi lebih besar. Secara umum yang saya tahu, gaji apoteker 2 kali gaji AA. Tetapi bila kita dapat mengantisipasi dengan baik, maka biaya yang besar dapat ditutup dengan kenaikan omset. Sekarang tinggal berapa kenaikan dari masing2 tersebut.

Sering kali saya mengajak kepada para sejawat untuk memulai manajemen yang berbasis profesi guna mengatisipasi perkembangan profesi kedepan. Karena bagaimanapiun juga suatu bangsa pasti akan berusaha untuk maju dan membangun semua hal kearah yang lebih ideal dan lebih baik bila dilihat dari banyak sisi. Sekali lagi saya bukan pembuat keputusan, tetapi merencanakan bisnis jauh kedepan adalah sangat penting. Dari awal membuka apotek, saya selalu berusaha memperkirakan jauh kedepan sekitar 5 sampai 10 tahun yang akan datang dengan harapan bila terjadi sesuatu yang dapat diperhitungkan secara manajemen kita tidak terkejut.

Keunggulan kedua, pada apotek yang berbasis profesi justru lebih bisa dibuka di daerah yang lebih kecil jumlah penduduknya. Karena apotek dengan manjemen berbasis profesi sangat dimungkinkan untuk bisa dibuka dan dijalankan langsung oleh apoteker. Dan otomatis karena tenaga praktek bisa dilakukan oleh apoteker secara mandiri, maka biaya operasional juga relatif kecil. Modalpun juga relatif lebih kecil. Model ini sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh pemerintah guna pemerataan pelayanan kesehatan dibidang kefarmasian. Karena kelebihan pemerataan pelayanan dibidang kefarmasian dibandingkan pelayanan kesehatan lain adalah pemerintah tidak memerlukan anggaran untuk menggaji tenaga kesehatan karena bisa dilakukan secara mandiri oleh swasta atau profesi. Disini pemerintah cukup memberikan fasilitas saja dan bekerja sama dengan organisasi profesi.

Hanya dengan memberi fasilitas saja, pemerintah tetap bisa menjalankan program pembangunan kesehatan, yang meliputi pemerataan, edukasi, penyuluhan dan sebagainya termasuk penekanan peredaran obat palsu. Disini pemerintah tetap bisa meanfaatkan dan mengoptimalkan peran apoteker dengan sangat optimal dengan biaya murah. Meski dilakukan oleh swasta, pemerintah tetap bisa melakukan kontrol, karena proses perijinan tetap ada pada pemerintah. Berbeda dengan toko2 liar penjual obat yang sering kali justru melakukan layanan yang membahayakan jiwa dan tidak bisa dikontrol secara lansung oleh pemerintah. Semua ini tergantung kemauan pemerintah saja. Karena kepekaan pemerintah terhadap ini juga sangat diperlukan.

Juga pada peluang pembukaan lapangan pekerjaan setidaknya bagi apoteker sendiri. Pemerintah juga terbantu pada pembukaan lapangan pekerjaan guna menekan angka pengangguran. Bagaimanapun juga apoteker mandiri semacam ini seharusnya menjadi aset bagsa yang sangat besar nilainya. Selain itu karena peran apoteker dalam bidang kesehatan, maka bisa diharpkan produktifitas menjadi lebih tinggi. Karena pada pada badan yang sehat bisa diharapkan produktifitas juga meningkat. Juga bisa juga disinergiskan dengan program program pemerintah yang lain. Meskipun dilakukan swasta, apotek berbasis profesi tetap bisa disinergiskan dengan program lain semacam jaminan kesehatan. Banyka keterkaitannya bila kita mau menggali dengan sungguh sungguh.

Manajemen apotek yang berbasis profesi, lebih meletakan nilai nilai profesi yang lebih manusiawi dan lebih berorientasi kepada pasien. Manajemen ini akan lebih mudah dicerna oleh masyarkat modern atau perkotaan, sedangkan pada masyarkat pedesaan atau pelosok mungkin akan memerukan penyesuaian yang lebih lama. Mengingat tingkat pendidikan mereka juga berbeda. Kelemahan manajemen ini, setidaknya dibutuh waktu 6 bulan untuk sosialisasi pada daerah kosong. Sedangkan manajemen yang hanya berorientasi kepada barang hanya butuh harga murah untuk sosialisasi.

Oleh karena semua model yang dikembangkan mempunyai nilai plus dan minus, maka sebaiknya semua yang terlibat pada bisnis apotek mulai mempertimbangkan semua model manajemen. Dan untuk apoteker yang mempunyai apotek sendiri, sebaiknya meningkatkan penguasaan sainnya agar apotek tetap dapat berkembang. Disini bukan untuk persiapan ujian kompetensi saja, tetapi juga lebih megarah pada kebutuhan profesi secara utuh yang mana semua itu sudah termasuk didalamnya.

Pada akhirnya, manajemen yang berbasis profesi sebaiknya untuk lebih disiapkan secara intensif dan matang oleh para praktisi apotek. Karena bagaimanapun suatu negara mesti akan berkembang kearah yang lebih bagus. Jadi ada baiknya untuk dipersiapkan mulai sekarang baik dilihat dari sisi profesi untuk kepentingan pelayan, sisi uji kompetensi juga dari sisi bisnis apotek. Bila dalam penyiapannya ini ternyata para praktisi menemui kendala maka diperlukan pelatihan2 baik oleh pemerintah dan organisasi profesi agar berjalannya bisnis apotek justru lebih berkembang dengan adanya PP51 tersebut.

KARENA PERUBAHAN PERATURAN AKAN MEMPENGARUHI SEMUA ORANG, MAKA JANGAN TAKUT DENGAN PERUBAHAN PERATURAN, TETAPI JADIKAN PERUBAHAN PERATURAN SEBAGAI PELUANG

4 komentar:

  1. Wah ini baru mazhab manajemen baru yang harus dipopulerkan khususnya untuk sejawat Apoteker. Karena saat ini yang ada adalah Competence Based Management yang orientasinya pada kompetensi. Tentunya mazhab ini lebih complicated daripada mazhab yang lain. Tapi bagaimanapun juga saya setuju dengan pendapatnya terutama yang sudah berorientasi pada skenario jangka pendek dan menengah.

    BalasHapus
  2. Bukan hanya untuk dipopulerkan, tetapi harus diajarkan pada apoteker dan calon apoteker, sehingga orientasi profesi menjadi lebih sesuai dengan keadaan lapangan.

    BalasHapus
  3. Andaikan topik semacam ini masuk dlm program IAI mendatang (misalnya dlm sertifikasi Apoteker oleh pengurus cabang IAI) kan ini bentuk fasilitas IAI untuk anggotanya yg selalu ditanyakan pd pengurus ISFI yg lalu.

    BalasHapus
  4. @indiarto, kedepan topik topik yang berbasis profesi semacam ini harus masuk progran IAI, mungkin bisa lewat IAI sendiri, lewat PT farmasi, lewat HISFARMA, atau yang lain. semoga apoteker kedepan semakin jaya.

    BalasHapus