Jumat, 19 Desember 2008

OBAT MURAH

OBAT MURAH


Dengan keadaan seperti sekarang, mungkin kita tidak akan pernah berpikir bahwa harga obat di Indonesia bisa murah. Dan benarkah harga obat bisa murah? mungkin pertanyaan ini akan menjadi pertanyaan klasik yang susah dijawab, setidaknya sampai saat ini.

Dari data dilapangan, sebenarnya banyak cara untuk menurunkan harga obat, tetapi tentu saja dengan banyak hambatan. Yang salah satunya adalah dari kita sendiri. Dengan pola apotek yang sebagian masih hanya dianggap sebagai sarana kesehatan pelengkap atau hanya dianggap sekedar berdagang dengan sedikit profesionalisme, apotek umumya hanya dikejar omset. Dan agar omset dapat tercapai, maka kita berlomba-lomba menyediakan obat yang harganya mahal dengan sekidikit menyediakan obat murah termasuk generik berlogo.

Sesuatu hal yang seakan-akan menjadi pasar bebas, yang mana obat hanya sekedar komoditi yang dapat diperjual belikan dengan sangat bebas dengan sangat kurang menghargai semua profesi kesehatan yang terlibat. Keadaan seperti ini salah satunya disebabkan oleh masyarakat sendiri yang belum sangat menghargai profesi kesehatan, sehingga harga suatu pelayanan kesehatan semisal tarif dokter praktek masih dianggap suatu hal yang mewah. Mungkin juga disebabkan oleh kita para tenaga kesehatan yang merasa harus dihargai dengan mahal oleh lingkungan kita.

Sebenarnya harga obat yang mahal bukan semata-mata kesalahan pemerintah, tetapi kesalahan dari masyarakat juga. Seringkali darimasyarakat justru lebih bangga dan merasa lebih nyaman bila diberi obat yang mahal. Hal semacam ini yang mungkin menjadikan salah satu alasan mengapa obat bermerk menjadi sangat mahal, mungkin bisa sampai lebih dari 30 kali harga obat generik berlogo. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa obat yang mahal belum tentu lebih berkualitas.

Masih banyak lagi alasan mengapa obat di Indonesia masih menjadi yang termahal didunia, tetapi dalam tulisan ini saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang mungkin dapat mempengaruhi agar harga obat di Indonesia bisa menjadi lebih murah. Meskipun mungkin tidak murah sekali.

Mungkin akan banyak masukan bila kita mau dengan sengaja mendengar masukan dari para apoteker praktisi aktif diapotek tentang cara agar harga obat dapat menjadi lebih murah. Diantara para apoteker itu adalah saya, dan saya akan memberikan masukan bagaimana agar harga obat dapat menjadi lebih murah sebagai berikut :

1. Impor dan distribusi bahan baku obat dilakukan oleh pemerintah, bila perlu pemerintah memproduksi sendiri bahan baku obat. Dengan harapan pemerintah akan lebih mudah mengkontrol ataupun dalam memberikan subsidi agar harga produk jadi obat lebih dapat dikendalikan. Seperti kenyataan sekarang ini, HET yang diterapkan pemerintah tidak sepenuhnya berdampak menurunkan harga obat. Mungkin tidak perlu semua jenis bahan baku obat yang dikontrol pemerintah, tetapi bahan baku yang patennya sudah habis dan banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dengan pendistribusian bahan baku obat satu pintu, pemerintah juga akan lebih mudah mengontrol kualitas bahan baku obat yang beredar, sehingga kontrol terhadap kualitas obat yang beredar akan menjadi lebih mudah. Selanjutnya penerapan HET yang terjangkau bisa menjadi lebih rasional.

2. Melarang segala macam bentuk iklan obat. Bagaimanapun juga yang namanya iklan harganya tidak murah dan bebannya tentu saja akan kembali kemasyarakat. Apalagi bila iklan tidak rasional atau menyesatkan, tentu akan berdampak pada pemborosan pemakaian obat. Dan yang ditakutkan lagi iklan justru menjadi pembodohan kepada masyarakat. Mungkin kita para apoteker sebagai tenaga kesehatan juga akan dibodohkan juga dengan promosi yang berupa diskon atau potongan harga sehingga akan mempengaruhi kita dalam memberikan kebijakan pelayanan. Mungkin dampak iklan ini juga akan mempengaruhi tenaga kesehatan lain seperti dokter juga akan terpengaruhi dengan bentuk-bentuk kerjasama yang cenderung meningkatkan harga yang sekali lagi akan merugikan Masyarakat sebagai pasien. Oleh karena itu akan sangat baik dampaknya bila segala bentuk iklan dihapuskan terhadap obat bebas sampai obat keras agar terjadi penurunan harga obat.

3. Melarang iklan untuk tenaga kesehatan dan sarana kesehatan. Saat ini saya sering mendengarkan radio yang mana ada apotek yang membeli hot spot iklan radio yang isinya menggembar-gemborkan harga grosir untuk untuk harga eceran, tetapi kenyataannya sangat mahal. Karena kabupatennya berhimpitan dengan kabupaten saya, maka pelangannya sebagian juga menjadi pelaggan saya, maka saya bisa mengetahui sebagian harga apotek tersebut. Bagaimanapun iklan untuk sarana kesehatan juga akan memberikan dampak kepada harga obat dan harga pelayanan. Oleh karena itu akan sangat tidak rasional bila sarana kesehatan atau tenaga kesehatan diiklankan.

4. Mengasuransikan kesehatan terhadap semua penduduk. Bila semua penduduk diasuransikan, obat akan dibeli oleh perusahaan asuransi berdasarkan lelang termurah. Dengan cara seperti ini, maka industri obat akan cenderung berlomba-lomba menjual obat dengan harga yang murah agar dibeli oleh perusahaan asuransi. Disini pemerintah dan masyarakat tidak perlu lagi memikirkan harga obat karena yang memikirkan pindah pada perusahaan asuransi.

5. Penerapan TATAP, karena sering saya menemukan kasus pelepasan obat yang tidak rasional yang dilakukan oleh apotek yang tidak melakukan TATAP. Hal ini tentu saja juga mendorong terjadinya harga obat yang mahal bahkan juga harga pengobatan yang lebih mahal karena kurang rasionalnya penobatan.

Dari ke lima masukan saya ini, untuk jangka pendek ini mungkin hanya bisa diterapkan sebagian disesuaikan kondisi sekarang. Dan mungkin tidak perlu terlalu dipaksakan, karena bila terlalu dipaksakan bisa jadi kita apoteker yang akan mendapatkan komplain dari masyarakat karena kita yang pada umumnya berhadapan langsung dengan konsumen seperti halnya kasus HET. Ada baiknya bila dilakukan kajian mendalam dan penelitian-penelitian sebelum diterapkan sebagai kebijaksanaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar