Selasa, 23 Desember 2008

TATAP AKAN DIBERLAKUKAN TAHUN DEPAN?

TATAP AKAN DIBERLAKUKAN TAHUN DEPAN?

Tiada Apoteker Tiada Pelayanan atau yang sering disingkat TATAP, lambat laun pasti akan diberlakukan. Pada postingan saya sebelumnya, saya selalu mengajak apoteker baru untuk memberlakukan TATAP pada apotek yang dikelolanya mulai sekarang, terutama yang milik sendiri. Karena bagaimanapun juga dengan penerapan TATAP akan ada perbedaan pengelolaan apotek. Mungkin perbedaan ini akan berdampak pada sistem dan manajemen apotek yang ujung-ujungnya akan mempengaruhi pendapatan apotek.

Harapan saya, blog ini tidak hanya berguna bagi para apoteker, tetapi juga bagi para pengusaha farmasi, perguruan tinggi farmasi dan semua saja yang dalam kehidupan sehari-harinya bersentuhan langsung dengan dunia farmasi. Dunia perapotekan telah berkembang sedemikian jauh, sehingga cara pengelolaannyapun juga harus berkembang agar apotek tetap bisa eksis. Dampaknya tidak hanya bagi dunia perapotekan saja, tetapi juga bagi Pedagang Besar Farmasi dan Industri Farmasi. Perkembangan lebih jauh juga terjadi pada dunia pendidikan farmasi.

Mungkin dari kita masih ada yang tidak percaya bila TATAP bisa diberlakukan dalam waktu dekat ini, mengingat perjalanan yang sangat panjang dan TATAP tidak pernah berhasil diterapkan secara utuh sampai saat ini, karena sebagian dari kita para apoteker masih ada yang belum setuju dengan penerapan TATAP. Tetapi ada baiknya bila sejawat yang belum setuju dengan penerapan TATAP melihat perkembangan apotek yang telah menerapkan TATAP, untuk belajar seandainya TATAP betul-betul diterapkan.

Ada banyak alasan mengapa TATAP akan harus diterapkan;

1. Perkembangan jumlah apoteker yang sangat pesat. Bisa anda bayangkan bila sepuluh tahun kedepan jumlah apoteker akan bertambah 50.000 orang. Maka rasio jumlah penduduk per apoteker akan kurang dari 5000 orang per apoteker. Bila satu apotek tetap satu apoteker seperti sekarang, atau hanya pinjam nama saja seperti konsep apotek rakyat tentu saja akan kebanjiran apotek dan apotek mungkin akan menjadi proyek merugi. Oleh karena itu sudah saatnya bagi kita para apoteker untuk mulai menata diri.

2. Masyarakat yang semakin cerdas dan semakin paham akan hak-haknya. Bisa jadi kedepan apotek yang tidak ditunggui apoteker selama jam buka apotek akan ditinggal oleh masyarakat. Karena masyarakat semakin tahu dan tahu bila hanya apotekerlah yang mempunyai kompetensi untuk memjelaskan obat secara benar di apotek. Mungkin kedepan harga tidak lagi menjadi masalah utama bagi masyarakat, tetapi pelayanan akan menjadi hal yang lebih penting juga keselamatan akibat pengunaan obat. Dan saat ini banyak terjadi pemborosan obat bukan karena harga obat yang mahal, tetapi karena pengunaan obat yang kurang tepat. Dampak dari penggunaa obat yang kurang tepat bisa berdampak pengulangan pengobatan atau penggunaan obat yang seharusnya tidak perlu. Pemborosan semacam ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, karena masih rendahnya tingkat pendidikan kesehatan dari sebagian masyarakat dibidang farmasi.

3. Industri farmasi membutuhkan pengamanan dari pemalsuan. Saat ini sudah berbeda dengan 12 tahun yang lalu. sekitar 12 tahun yang lalu apotek umumnya masih didirikan dikota-kota dan belum banyak yang merambah kota kecamatan. Pada saat itu peredaran obat palsu sangat merajalela, karena umumnya masyarakat hanya memburu obat murah dan pedagang obat hanya memburu untung besar. Tetapi saat ini pedagang obat mulai tergeser oleh adanya apotek yang obatnya lebih terjamin, dan dibeberapa daerah tersebut masyarakat lebih suka datang ke apotek, toh harga relatif sama, bahkan sering kali diapotek harga lebih murah dan barangnya terjamin. Dari pengalaman ini tentu saja industri farmasi akan merasakan keuntungan yang lebih besar dengan semakin banyaknya apotek sampai pelosok, sehinga produknya dapat lebih merata dan terkawal dari pemalsuan. Oleh karena itu TATAP juga akan menjadi harapan pengusaha faramsi.

4. Perguruan tinggi farmasi juga sangat membutukan pemberlakuan TATAP ini, bisa anda bayangkan bila jumlah apoteker sangat melimpah seperti uraian no 1 diatas. Bisa jadi semua perguruan tinggi farmasi akan tutup, karena lulusannya tidak diserap oleh pasar. Dalam hal ini perguruan tinggi farmasi juga harus mendukung terlaksananya TATAP, kecuali para dosennya mengingnkan pensiun dini karena kehabisan mahasiswa.

Dalam postingan ini, yang penting kita dari berbagai kalangan sebaiknya dapat untuk lebih mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu TATAP diterapkan. Dan TATAP menurut saya adalah solusi yang paling tepat dalam mengatasi masalah lapangan pekerjaan apoteker dan masalah kesehatan bangsa. Sekali lagi bukan hanya apoteker yang harus mempersiapkan TATAP, tetapi semua pihak. Meskipun anda seorang pengusaha apotek, industri farmasi, atau siapa saja sebaiknya mulailah menghitung akan keberadaan TATAP.

Mungkin sebagian kita ada yang merasa akan dirugikan oleh TATAP, tetapi jangka kedepannya akan lebih banyak yang diuntungkan dengan TATAP. Mengingat TATAP adalah satu-satunya pilihan yang paling ideal, maka sebaiknya kita semua mulai berhitung seandainya TATAP benar-benar diberlakukan. Tak ada salahnya sedia payung sebelum hujan, dan tak ada ruginya bila hujan tidak terjadi. Tetapi bila mendung sudah semakin menebal dan hitam apa yang harus kita lakukan? Demikian pula bila jumlah lulusan apoteker sudah semakin menumpuk, apakah kita biarkan tanpa penataan?

Pertumbuhan jumlah apoteker yang semakin subur seperti rumput dimusim hujan, adalah tantangan suatu organisasi profesi (ISFI) untuk dipecahkan. Bila tidak dipecahkan bisa jadi berkembangnya jumlah apoteker ibarat sel kanker yang membesar terus dan semakin membesar dan akhirnya mati dan akhirnya apoteker hilang dari peredaran.

2 komentar:

  1. Tukang ukrek -
    Faham saya program TATAP itu, sebetulnya untuk mencari solusi banjirnya lulusan apoteker agar mereka bisa terserap pasar,
    saya nggak yakin dan nggak sepakat bahwa ini merupakan satu-2nya solusi, seperti anggapan anda. karena apapun namanya bisnis yang bersentuhan dengan "barang", entah berupa "obat" atau yang lainnya, tentu ada permainan/persaingan pasar/harga, apalagi jumlah produser cukup banyak, Pelayanan harus "OK", tapi yang penting juga omzet meningkat "supaya bisa bayar APOTEKER".
    Anda beranggapan kalau pakai TATAP, tentu omzet meningkat? BELUM TENTU !!, Bisa meningkat darimaaaaana? kalau iya tentunya ada yang diserap? apotik lain ?? punya teman kita? -- teman kita merugi donk?

    coba seandainya semua pakai TATAP, Omzet siapa yang bakal terserap?

    Ya kembali pada "barang" / atau "obat"

    Beda kalau kita memang bergerak pada wilayah "Jasa" seperti dokter, Konsultan, Arsitek, designer, dll

    Apotik itu sekelas toko bangunan, dipandang oleh Arsitek & kontraktor,
    Bedanya, Arsitek dalam merancang "material" yang dibutuhkan, mempelajari dulu ketersediaan "material" yang ada di toko bangunan, tinggal keberanian toko bangunan menyediakan produk2 baru.

    Seperti, konotasi anda ke sepakbola, disana adanya cuma "jasa", cuma pinter2nya mengelola atau merebut bola, tidak ada "barang", bakal beda bila "bolanya" ber fluktuasi, misal ada 3 bola,


    Juga ada penentu lain. di bisnis apotik.

    Penentu lain adalah pemakai / costumer apotik, sebetulnya pembeli di apotik khan bukan pasien, tetapi "dokter" (penulis resep), pasien hanya "pembayar resep", (korban dokter juga),

    Jika pada saat tertentu dokter memakai obat hasil produksi pabrik A, tentu kita akan berusaha menyediakan obat tersebut, ternyata besok sudah berubah lagi pakai produk pabrik B, sedang dokter lain senang pakai produk pabrik C, D, E, tentunya ini akan menyulitkan

    Efek yang bakal ditimbulkan program TATAP:
    - Biaya Operasional Apotik tentu lebih tinggi.
    - Kalau biasanya, bisa dilayani oleh beberapa pegawai front desk, tentunya akan dikonsentrasi ke apoteker,
    - Pelayanan akan jadi luuaambat, nyebelin,
    kalau dilayani seperti sekarang, apa manfaatnya program TATAP? darimana bisa meningkatkan OMZET?
    - Belum lagi, yang bawa resep hanya pesuruhnya, dan pasiennya sudah capek antrian ke dokter, masak mau disuruh antri lagi ke apoteker? kalau sudah begini, apa yang mau di konsultasi kan?

    TATAP bukan merupakan satu2nya solusi, tapi merupakan salah satu cara menitipkan "kehidupan" teman apoteker pada "pasien" / apotik.

    TENTU ADA SOLUSI LAIN,
    TENTU ADA SOLUSI LAIN,
    TENTU ADA SOLUSI LAIN,

    salah satu solusi :
    Bisa jadi sangat extrem,

    "merebut sebagian 'Jasa' yang dikuasai dokter",
    misal dokter di upayakan hanya menulis indikasi, atau maksimal 'generiknya",
    sedang apoteker yang menentukan obatnya.

    Tinggal berani tidak senior-2, di pusat pemerintahan mengusulkan sampai bentuk undang-2.

    SELAMAT BERJUANG !!!!
    SELAMAT BERJUANG !!!!
    SELAMAT BERJUANG !!!!

    BalasHapus
  2. Progam TATAP yang tidak jelas menatap

    Program TATAP yang sudah digulirkan oleh induk organisasi Farmasi (ISFI) sejak dicanangkan tahun 2005 yang lalu, disambut dengan antusias oleh segenap apoteker yang ingin merasakan kredibilitas Apoteker lebih bermartabat dan disegani oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Para apoteker yang sejak dulu telah melaksanakan khitahnya di jalan yang benar , tentu tidak ingin menjadi objek pandangan sinis masyarakat ,yang disebabkan oleh ulah para apoteker lain yang masih belum mau kembali ke pencitraan yang benar. Masih banyak apoteker di luar sana yang belum menjalankan profesinya secara murni dan benar di apotek, padahal , pada hari dia dinobatkan sebagai abdi masyarakat, para apoteker tersebut sudah mengikrarkan lafal-lafal sumpah setia untuk tidak mengecewakan masyarakat yang akan menjadi pasangan hidupnya. Namun sumpah setia dan lafah-lafal indah itu akhirnya menjadi janji-janji kosong belaka, manakal nilai-nilai lembaran rupiah sudah menggerogoti nadi kehidupannya, manakala objekan lain memberikan nilai tambah pada pundi-pundi keuangannya, manakala apotek yang seharusnya dia asuh , hanya memberikan nilai material sebagai tambahan kocek di sakunya. Namun segelintir apoteker yang masih terseok-seok di jalan profesinya yang benar, masih tertatih-tatih menahan ketidakpercayaan masyarakat yang mengerdilkan harkat dan martabatnya. Ketidakpercayaan masyarakat yang melecehkan profesi apoteker sudah tidak pandang bulu lagi sehingga segelintir apoteker yang tidak ikut berbuat, merasakan akibatnya. Kalau kondisi ini terus dibiarkan ,maka keterpurukan apoteker semakin jauh kedalam lumpur kenistaan.
    Siapakah yang peduli dan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada apoteker? Apakah pemerintah dapat diharapkan?, Apakah kesadaran dan hati nurani para apoteker yang belum sadar itu, bisa kembali kejalan yang benar dengan ihklas? Atau semuanya terpulang kepada masing-masing pribadi apoteker? Apakah kita dapat berharap banyak kepada organisasi ISFI untuk memperjuangkan hak-hak segelintir apoteker yang selama ini tertindas oleh ulah para oknum apotreker lainnya yang sudah lupa akan tanggung jawabnya?
    Jauh sebelum program TATAP diikrarkan oleh ISFI tahun 2005, sudah ada peraturan pemerintah yang berkekuatan hukum untuk mengatur kinerja Apoteker di Apotek . Kalau kita merujuk ke Permenkes No. 922\MENKES\PER\X\1993 pasal 19, berbunyi ;
    1) Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA dapat menunjuk Apoteker Pendamping. 2) Apabila APA dan Apt Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Jelas tidak ada alasan bagi apoteker untuk meninggalkan tugas pokoknya di apotek, apapun alasannya.
    Kalau kita merujuk lagi pada Undang-undang kesehatan No 23 tahun 1992 pasal 50, pasal 54 dan pasal 63, maka tidak ada alasan bagi apoteker untuk mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada Asisten jika apoteker berhalangan hadir pada jam buka Apotek.
    Tetapi entah kenapa , peratuan dan ketentuan yang berlaku tersebut tidak dapat dilaksanakan dan diterapkan kepada apotek-apotek yang melanggarnya. Ketidak hadiran apoteker di apotek pada jam buka masih tetap tinggi . Di propinsi DKI saja , yang menjadi barometer pelaksanaan peraturan tersebut, justru memperlihatkan hasil yang sangat mengecewakan, 95% apoteker tidak hadir pada jam buka apotek (menurut hasil survey mahasiswa UI lihat disini..). Jadi perlu dipertanyakan , sejauhmana kontrol pemerintah terhadap kenerja apoteker di apotek ?, kenapa pemerintah (dalam hal ini Dinas Kesehatan Propinsi atau BPOM setempat) tidak mampu memberikan tindakan yang semestinya kepada apotek-apotek yang melanggar ketentuan tersebut ?, apakah aparat yang berwenang tidak mengetahui atau seakan tidak peduli dengan kondisi tersebut? Apakah aparat tersebut juga merangkap sebagai apoteker di apotek yang dia kelola, sehingga fungsi pengawasan tidak berjalan dengan efektif?.
    Tentu perlu pula dipertanyakan, kenapa para apoteker jarang hadir pada jam buka apotek? Tentu banyak alasannya, antara lain adalah ;
    - Salary apoteker di apotek tersebut terlalu kecil sehingga tidak mampu menopang kebutuhan hidup yang layak.
    - Tugas-tugas pokok di apotek merupakan rutinitas yang ringan jadi dapat di laksanakan oleh Asisten .
    - Apoteker mempunyai tugas pokok di instansi lain yang tidak bisa ditinggalkan , sehingga apoteker bekerja paroh-waktu di apotek .
    - PSA (pemilik sarana apotek) tidak sanggup mengeluarkan biaya tambahan untuk mebayar apoteker pendamping, sehingga ketidakhadiran apoteker tidak terelakkan.
    - Asisten yang berpengalaman sudah dianggap mampu menggantikan semua tugas-tugas apoteker di apotek.
    Apoteker berdalih bahwa, peralihan PP Nomor 26 Tahun 1965 kepada PP Nomor 25 Tahun 1980 tentang peralihan pengelolaan apotek dari badan usaha ke sarjana farmasi, tidak diimbangi dengan kaidah-kaidah lain yang dibutuhkan apoteker, seperti dengan pemberian reward yang memadai. Alasan tersebut tentu dianggap sangat kuat bagi apoteker tersebut untuk meninggalkan pos nya di Apotek, bahkan alasan ini dijadikan jurus ampuh agar penegak hukum di DEPKES lebih toleran terhadap para apoteker yang melanggar tersebut. Sebenarnya apoteker sudah melanggar hukum, tetapi hukum tersebut terpaksa dilanggar.
    Hal ini bisa juga disebabkan oleh apoteker yang berasal dari jajaran DEPKES atau BPOM banyak yang bekerja rangkap sebagai APA di wilayah kerjanya. Aparatur yang bekerja di jajaran DEPKES baik di Dinas Kesehatan maupun di BPOM di beri kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pemberian izin Apotik. Jadi bagaimana mungkin seorang aparatur pengawas yang berperan ganda , dapat bersikap adil dalam melaksanakan kewenangannya. Ibaratnya seorang wasit juga sebagai pemain. Reformasi hukum di jajaran DEPKES belum berjalan seperti yang berlaku dalam reformasi politik di Indonesia ( seperti ; ketentuan dimana PNS tidak bisa merangkap sebagai aktifis partai).
    Dari sudut pandang sosiologis, ketidakpatuhan apoteker terhadap ketentuan pengelolaan apotek, merupakan kegagalan norma hukum di dalam perilaku penegak hukum dan masyarakat , sehingga hukum tidak dapat memenuhi nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
    Sepertinya pemerintah dinilai gagal melaksanakan amanat penegakkan hukum , khususnya dibidang pengawasan pengelolaan apotek.
    Pada saat kongres ISFI tahun 2005, pemerintah dalam hal ini kepala BPOM (Dr.Sampurno, Apt.MBA) mengajak ISFI bekerja sama untuk melakukan pemurnian fungsi apoteker. Gayung bersambut, ketua terpilih ( Prof. DR Haryanto Dhanutirto, DEA, Apt) berdasarkan keputasan kongres , menetapkan TATAP(Tiada Apoteker Tiada Pelayanan), sebagai program unggulan yang sesegera mungkin untuk dilaksanakan (seperti dalam pidatonya saat pelantikan “Profesi Apoteker harus kita tegakkan kembali, karena itu ISFI harus bergerak cepat. Mulai tahun 2007 kita inginkan Apoteker wajib berada di Apotek sejak buka hingga tutup. Karena itu minimal harus ada dua orang Apoteker jika Apotek buka dari jam 8 pagi hingga jam 9 malam. Dan tidak ada pengecualian bagi Apoteker Pegawai Negeri Sipil atau anggota ABRI." ).
    Sebenarnya tidak ada yang istimewa dalam program TATAP untuk mengembalikan fungsi apoteker di apotek karena sampai tahun 2008 ini, belum ada produk hukum yang dilahirkan ISFI yang mampu mewajibkan anggotanya hadir setiap saat di Apotek, kekuatan TATAP baru terlihat pada saat anggota mengurus surat rekomendasi , sebagai salah satu persyaratan dalam permohonan surat izin apotek (SIA).
    Sampai saat ini program TATAP masih berupa gerakan moral atau shockterapi agar setiap anggota dapat melaksanakan profesinya di jalan yang benar.
    Program TATAP yang mewajibkan apoteker minimal 2 orang di satu Apotek mendapat banyak tantangan terutama dari kalangan praktisan hukum , seperti PERDA di masing-masing daerah yang tidak sejalan dengan aturan main dalam progam TATAP. Kewajiban untuk menyiapkan 2 apoteker dalam pengurusan SIA bagi apotek baru, juga tidak jelas dasar hukumnya.
    Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat yang telah diresmikan oleh mentri kesehatan pada tanggal 3 april 2007 yang lalu, sepertinya Program TATAP tidak sesuai dengan aturan main pemerintah. Buktinya , setiap 4 apotek rakyat dapat dikelola oleh satu apoteker , seperti yang terjadi DKI (pasar Pramuka). Sepertinya program TATAP dan program pemerintah berjalan sendiri-sendiri, tidak terlihat adanya koordinaasi yang sinergi. Perlu pula dipertanyakan , bagaimana sikap ISFI terhadap permenkes tersebut?
    Keharusan untuk menyediakan 2 apoteker pada program TATAP diharapkan untuk tidak mensiasati adanya apoteker yang kerja rangkap di instansi pemerintah (PNS atau ABRI). Idealnya, baik apoteker PNS. ABRI maupun apoteker swasta , tidak diperkenankan kerja rangkap. Masih banyak jalur lain selain dari apotek sebagai pilihan bagi apoteker, misalnya Staf pengajar, peneliti, Industri farmasi, distributor obat, PNS, ABRI, obat tradisional dan lain sebagainya yang semuanya sama baiknya dengan Apotek, disanapun apoteker dapat menjalankan profesinya sebagaimana mestinya..
    Kita masih berharap banyak pada ISFI untuk mengembalikan harkat dan martabat apoteker dalam pencitraan masyarakat , kita masih berharap program TATAP yang sudah berada di pundak pengurus ISFI pusat , merupakan tugas luhur yang harus dipikul bersama-sama oleh seluruh anggotanya. Namun pertanyaan besar dan keragu-raguan masih bersemayam di dalam kalbu , apakah program TATAP dapat menggiring dan memulangkan apoteker ke kandangnya? (penulis: Drs. Hendri, Apt)

    BalasHapus