Rabu, 31 Desember 2008

BISNIS RECEH APOTEK

BISNIS RECEH APOTEK

Tidak semua apotek seperti yang dibayangkan banyak orang, yang mana akan banyak resep yang nilainya ratusan ribu sekali transaksi atau mungkin bisa jutaan per transaksi per lembar resep. Apotek di desa seringkali diawali dari omset kurang dari 5 juta perbulannya dengan nilai transaksi yang diawali kurang dari 500 rupiah per transaksi. Dengan margin laba berkisar 10-15%, bahkan untuk kategori susu bisa cuma 5% saja. Dengan kenyataan ini, maka bisnis apotek kedepan bisa jadi akan didominasi oleh bisnis receh.

Bila apotek kedepan akan didominasi oleh bisnis receh, maka pengelolaan apotek kedepan bisa jadi akan ada pergeseran pengelolaan. Bila saat ini apotek lebih diharapkan untuk mendapatkan omset besar yang dikarenakan biaya operasional apotek yang besar, maka kedepan sebagian besar apotek tidak bisa lagi untuk diharapkan mendapat omset besar. Bila omset tidak lagi besar, maka mau tidak mau apotek harus mengadakan penghematan biaya operasional pada segala lini. Salah satu lininya adalah biaya operasional yang didalamnya adalah gaji karyawan.

Bila apotek menjadi bisnis receh yang omsetnya kecil, maka akan dibutuhkan tenaga pelayanan yang kecil pula. Yang paling mungkin untuk menghemat biaya pelayanan adalah dengan tidak menyediakan tenaga pelayanan lain kecuali Apoteker. Demi eksistensi apotek kedepan, maka sudah saatnya didesain apotek yang lebih mengarah pada apotek profesional yang dikelola oleh apoteker secara mandiri. Pada pengelolaan apotek secara mandiri ini apoteker bisa menggunakan sarana milik orang lain ataupun milik apoteker sendiri.

Bukannya saya ingin mengajak penghilangan tenaga pelayanan lain, tetapi ini demi keberadaan apotek itu sendiri dan demi kepentingan dari insvestasi. Buat apa banyak tenaga diapotek bila tidak diperlukan? Dalam hal ini apotek tetap harus jalan disemua daerah demi pemerataan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung pembangunan kesehatan seutuhnya. Pada kasus ini, agar apotek tetap jalan meskipun dengan omset kecil menurut saya lebih baik apotek pada model ini tidak perlu diberi tenaga pelayanan lain kecuali apoteker.

Bila kita mengasumsikan apotek hanya mempunyai omset 7,5 juta perbulan dengan margin laba sekitar 15 % maka laba kotor adalah 1.125.000;- . Dari uraian tersebut adalah tidak rasional bila kita menyediakan sekitar 5 orang tenaga pelayanan seperti model apotek tempo dulu. Kelebihan dengan membuat apotek profesional yang hanya mempunyai tenaga pelayanan satu orang, yaitu apoteker adalah akan murahnya biaya opresional apotek. Keuntungan lain adalah pelayanan diapotek akan menjadi lebih rasional karena dilakukan sendiri oleh seorang apoteker yang memang mempunyai kompetensi untuk itu. Dan masih banyak lagi keuntungan lain apotek model ini bila dilihat dalam perannya pada sistem kesehatan nasional.

Cuman sayangnya sampai saat ini belum ada suatu konsep baku apotek profesi yang dalam pelayanannya hanya dilakukan oleh apoteker secara langsung. Konsep yang seharusnya dibuat oleh ISFI sebagai induk organisasi ataupun pemerintah yang sangat besar kepentingannya untuk itu. Padahal konsep apotek profesi yang benar-benar menerapkan TATAP yang dalam pelayanannya dilakukan langsung oleh apoteker sangat menguntungkan semua pihak termasuk pemerintah.

Mungkin penyusunan konsep apotek profesi cukup susah, tetapi kita bisa mengandalkan data yang berupa pengalaman beberapa sejawat apoteker yang sudah pernah mengalami bisnis receh dan telah melakukan TATAP. Tingkat kesulitan dalam menjalankan bisnis receh ini memang berbeda dengan tingkat kesulitan pada bisnis apotek pada umumnya. Dan mungkin juga bisnis receh ini juga memerlukan perhatian pemerintah melebihi apotek rakyat, mengingat nilai fungsinya bagi pencerdasan dan pembangunan kesehatan bangsa sangat-sangat besar. Bukannya berarti apotek profesi ingin diperlakukan khusus atau istimewa, tetapi kita hanya menginginkan pengakuan atas jerih payah dalam peran serta kita dalam mencerdaskan bangsa dan membangun kesehatan bangsa. Disini kita tidak menginginkan mendali atau piala, tetapi kita hanya membutuhkan kemudahan dalam pengurusan ijin suatu misal, toh pemerintah atau pemerintah daerah lebih diuntungkan karena adanya apotek profesi ini.

Semoga kedepan dalam perijinan apotek tidak lagi dipersulit dengan biaya yang sangat besar, seperti pada salah satu daerah yang menurut beberapa teman ditarik biaya 7 - 15 juta. Mahal, karena proses perijinan apotek pindah dari dinas kesehatan ke dinas perizinan dan apotek dianggap sebagai bisnis besar yang modalnya pasti ratusan juta. Padahal saat ini untuk membuka apotek profesi di desa bisa diawali dengan modal obat sekitar 15 juta atau mungkin kurang untuk mendapatkan omset sekitar 10 juta perbulan. Disini sangat jelas sekali bila orang pemerintahpun belum semuanya melihat apotek sebagai sarana kesehatan yang keberadaannya adalah sangat dibutuhkan demi pembangunan daerah itu sendiri.

Ketidak pahaman sebagian masyarakat terhadap keberadaan apotek sebagai sarana kesehatan yang cukup strategis harusnya merupakan PR bagi pengurus ISFI dan pemerintah. Dan seharusnya untuk lebih jauhnya pemerintah memprogramkan pendirian apotek sampai ke pelosok dan meningkatkan peran apoteker dalam segala sendi kehidupan. Program kesehatan yang lebih profesional yang merata yang menyangkut peran apoteker dalam segala sendi kehidupan akan meningkatkan tingkat pendidikan kesehatan masyarakat. Dan selanjutnya bisa diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Ada banyak keuntungan apotek model ini demi pembangunan kesehatan bangsa. Peran apoteker yang lebih terlihat juga merupakan suatu kelebihan tersendiri. Dari uraian diatas, apotek model ini tidak hanya sekedar menjual obat, tetapi lebih memihak kepada semua kepentingan. Baik kepentingan pemerintah, apoteker sendiri, perguruan tinggi, masyarakat dan semua bisnis farmasi yang terkait.

Selasa, 23 Desember 2008

TATAP AKAN DIBERLAKUKAN TAHUN DEPAN?

TATAP AKAN DIBERLAKUKAN TAHUN DEPAN?

Tiada Apoteker Tiada Pelayanan atau yang sering disingkat TATAP, lambat laun pasti akan diberlakukan. Pada postingan saya sebelumnya, saya selalu mengajak apoteker baru untuk memberlakukan TATAP pada apotek yang dikelolanya mulai sekarang, terutama yang milik sendiri. Karena bagaimanapun juga dengan penerapan TATAP akan ada perbedaan pengelolaan apotek. Mungkin perbedaan ini akan berdampak pada sistem dan manajemen apotek yang ujung-ujungnya akan mempengaruhi pendapatan apotek.

Harapan saya, blog ini tidak hanya berguna bagi para apoteker, tetapi juga bagi para pengusaha farmasi, perguruan tinggi farmasi dan semua saja yang dalam kehidupan sehari-harinya bersentuhan langsung dengan dunia farmasi. Dunia perapotekan telah berkembang sedemikian jauh, sehingga cara pengelolaannyapun juga harus berkembang agar apotek tetap bisa eksis. Dampaknya tidak hanya bagi dunia perapotekan saja, tetapi juga bagi Pedagang Besar Farmasi dan Industri Farmasi. Perkembangan lebih jauh juga terjadi pada dunia pendidikan farmasi.

Mungkin dari kita masih ada yang tidak percaya bila TATAP bisa diberlakukan dalam waktu dekat ini, mengingat perjalanan yang sangat panjang dan TATAP tidak pernah berhasil diterapkan secara utuh sampai saat ini, karena sebagian dari kita para apoteker masih ada yang belum setuju dengan penerapan TATAP. Tetapi ada baiknya bila sejawat yang belum setuju dengan penerapan TATAP melihat perkembangan apotek yang telah menerapkan TATAP, untuk belajar seandainya TATAP betul-betul diterapkan.

Ada banyak alasan mengapa TATAP akan harus diterapkan;

1. Perkembangan jumlah apoteker yang sangat pesat. Bisa anda bayangkan bila sepuluh tahun kedepan jumlah apoteker akan bertambah 50.000 orang. Maka rasio jumlah penduduk per apoteker akan kurang dari 5000 orang per apoteker. Bila satu apotek tetap satu apoteker seperti sekarang, atau hanya pinjam nama saja seperti konsep apotek rakyat tentu saja akan kebanjiran apotek dan apotek mungkin akan menjadi proyek merugi. Oleh karena itu sudah saatnya bagi kita para apoteker untuk mulai menata diri.

2. Masyarakat yang semakin cerdas dan semakin paham akan hak-haknya. Bisa jadi kedepan apotek yang tidak ditunggui apoteker selama jam buka apotek akan ditinggal oleh masyarakat. Karena masyarakat semakin tahu dan tahu bila hanya apotekerlah yang mempunyai kompetensi untuk memjelaskan obat secara benar di apotek. Mungkin kedepan harga tidak lagi menjadi masalah utama bagi masyarakat, tetapi pelayanan akan menjadi hal yang lebih penting juga keselamatan akibat pengunaan obat. Dan saat ini banyak terjadi pemborosan obat bukan karena harga obat yang mahal, tetapi karena pengunaan obat yang kurang tepat. Dampak dari penggunaa obat yang kurang tepat bisa berdampak pengulangan pengobatan atau penggunaan obat yang seharusnya tidak perlu. Pemborosan semacam ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, karena masih rendahnya tingkat pendidikan kesehatan dari sebagian masyarakat dibidang farmasi.

3. Industri farmasi membutuhkan pengamanan dari pemalsuan. Saat ini sudah berbeda dengan 12 tahun yang lalu. sekitar 12 tahun yang lalu apotek umumnya masih didirikan dikota-kota dan belum banyak yang merambah kota kecamatan. Pada saat itu peredaran obat palsu sangat merajalela, karena umumnya masyarakat hanya memburu obat murah dan pedagang obat hanya memburu untung besar. Tetapi saat ini pedagang obat mulai tergeser oleh adanya apotek yang obatnya lebih terjamin, dan dibeberapa daerah tersebut masyarakat lebih suka datang ke apotek, toh harga relatif sama, bahkan sering kali diapotek harga lebih murah dan barangnya terjamin. Dari pengalaman ini tentu saja industri farmasi akan merasakan keuntungan yang lebih besar dengan semakin banyaknya apotek sampai pelosok, sehinga produknya dapat lebih merata dan terkawal dari pemalsuan. Oleh karena itu TATAP juga akan menjadi harapan pengusaha faramsi.

4. Perguruan tinggi farmasi juga sangat membutukan pemberlakuan TATAP ini, bisa anda bayangkan bila jumlah apoteker sangat melimpah seperti uraian no 1 diatas. Bisa jadi semua perguruan tinggi farmasi akan tutup, karena lulusannya tidak diserap oleh pasar. Dalam hal ini perguruan tinggi farmasi juga harus mendukung terlaksananya TATAP, kecuali para dosennya mengingnkan pensiun dini karena kehabisan mahasiswa.

Dalam postingan ini, yang penting kita dari berbagai kalangan sebaiknya dapat untuk lebih mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu TATAP diterapkan. Dan TATAP menurut saya adalah solusi yang paling tepat dalam mengatasi masalah lapangan pekerjaan apoteker dan masalah kesehatan bangsa. Sekali lagi bukan hanya apoteker yang harus mempersiapkan TATAP, tetapi semua pihak. Meskipun anda seorang pengusaha apotek, industri farmasi, atau siapa saja sebaiknya mulailah menghitung akan keberadaan TATAP.

Mungkin sebagian kita ada yang merasa akan dirugikan oleh TATAP, tetapi jangka kedepannya akan lebih banyak yang diuntungkan dengan TATAP. Mengingat TATAP adalah satu-satunya pilihan yang paling ideal, maka sebaiknya kita semua mulai berhitung seandainya TATAP benar-benar diberlakukan. Tak ada salahnya sedia payung sebelum hujan, dan tak ada ruginya bila hujan tidak terjadi. Tetapi bila mendung sudah semakin menebal dan hitam apa yang harus kita lakukan? Demikian pula bila jumlah lulusan apoteker sudah semakin menumpuk, apakah kita biarkan tanpa penataan?

Pertumbuhan jumlah apoteker yang semakin subur seperti rumput dimusim hujan, adalah tantangan suatu organisasi profesi (ISFI) untuk dipecahkan. Bila tidak dipecahkan bisa jadi berkembangnya jumlah apoteker ibarat sel kanker yang membesar terus dan semakin membesar dan akhirnya mati dan akhirnya apoteker hilang dari peredaran.

Jumat, 19 Desember 2008

OBAT MURAH

OBAT MURAH


Dengan keadaan seperti sekarang, mungkin kita tidak akan pernah berpikir bahwa harga obat di Indonesia bisa murah. Dan benarkah harga obat bisa murah? mungkin pertanyaan ini akan menjadi pertanyaan klasik yang susah dijawab, setidaknya sampai saat ini.

Dari data dilapangan, sebenarnya banyak cara untuk menurunkan harga obat, tetapi tentu saja dengan banyak hambatan. Yang salah satunya adalah dari kita sendiri. Dengan pola apotek yang sebagian masih hanya dianggap sebagai sarana kesehatan pelengkap atau hanya dianggap sekedar berdagang dengan sedikit profesionalisme, apotek umumya hanya dikejar omset. Dan agar omset dapat tercapai, maka kita berlomba-lomba menyediakan obat yang harganya mahal dengan sekidikit menyediakan obat murah termasuk generik berlogo.

Sesuatu hal yang seakan-akan menjadi pasar bebas, yang mana obat hanya sekedar komoditi yang dapat diperjual belikan dengan sangat bebas dengan sangat kurang menghargai semua profesi kesehatan yang terlibat. Keadaan seperti ini salah satunya disebabkan oleh masyarakat sendiri yang belum sangat menghargai profesi kesehatan, sehingga harga suatu pelayanan kesehatan semisal tarif dokter praktek masih dianggap suatu hal yang mewah. Mungkin juga disebabkan oleh kita para tenaga kesehatan yang merasa harus dihargai dengan mahal oleh lingkungan kita.

Sebenarnya harga obat yang mahal bukan semata-mata kesalahan pemerintah, tetapi kesalahan dari masyarakat juga. Seringkali darimasyarakat justru lebih bangga dan merasa lebih nyaman bila diberi obat yang mahal. Hal semacam ini yang mungkin menjadikan salah satu alasan mengapa obat bermerk menjadi sangat mahal, mungkin bisa sampai lebih dari 30 kali harga obat generik berlogo. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa obat yang mahal belum tentu lebih berkualitas.

Masih banyak lagi alasan mengapa obat di Indonesia masih menjadi yang termahal didunia, tetapi dalam tulisan ini saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang mungkin dapat mempengaruhi agar harga obat di Indonesia bisa menjadi lebih murah. Meskipun mungkin tidak murah sekali.

Mungkin akan banyak masukan bila kita mau dengan sengaja mendengar masukan dari para apoteker praktisi aktif diapotek tentang cara agar harga obat dapat menjadi lebih murah. Diantara para apoteker itu adalah saya, dan saya akan memberikan masukan bagaimana agar harga obat dapat menjadi lebih murah sebagai berikut :

1. Impor dan distribusi bahan baku obat dilakukan oleh pemerintah, bila perlu pemerintah memproduksi sendiri bahan baku obat. Dengan harapan pemerintah akan lebih mudah mengkontrol ataupun dalam memberikan subsidi agar harga produk jadi obat lebih dapat dikendalikan. Seperti kenyataan sekarang ini, HET yang diterapkan pemerintah tidak sepenuhnya berdampak menurunkan harga obat. Mungkin tidak perlu semua jenis bahan baku obat yang dikontrol pemerintah, tetapi bahan baku yang patennya sudah habis dan banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dengan pendistribusian bahan baku obat satu pintu, pemerintah juga akan lebih mudah mengontrol kualitas bahan baku obat yang beredar, sehingga kontrol terhadap kualitas obat yang beredar akan menjadi lebih mudah. Selanjutnya penerapan HET yang terjangkau bisa menjadi lebih rasional.

2. Melarang segala macam bentuk iklan obat. Bagaimanapun juga yang namanya iklan harganya tidak murah dan bebannya tentu saja akan kembali kemasyarakat. Apalagi bila iklan tidak rasional atau menyesatkan, tentu akan berdampak pada pemborosan pemakaian obat. Dan yang ditakutkan lagi iklan justru menjadi pembodohan kepada masyarakat. Mungkin kita para apoteker sebagai tenaga kesehatan juga akan dibodohkan juga dengan promosi yang berupa diskon atau potongan harga sehingga akan mempengaruhi kita dalam memberikan kebijakan pelayanan. Mungkin dampak iklan ini juga akan mempengaruhi tenaga kesehatan lain seperti dokter juga akan terpengaruhi dengan bentuk-bentuk kerjasama yang cenderung meningkatkan harga yang sekali lagi akan merugikan Masyarakat sebagai pasien. Oleh karena itu akan sangat baik dampaknya bila segala bentuk iklan dihapuskan terhadap obat bebas sampai obat keras agar terjadi penurunan harga obat.

3. Melarang iklan untuk tenaga kesehatan dan sarana kesehatan. Saat ini saya sering mendengarkan radio yang mana ada apotek yang membeli hot spot iklan radio yang isinya menggembar-gemborkan harga grosir untuk untuk harga eceran, tetapi kenyataannya sangat mahal. Karena kabupatennya berhimpitan dengan kabupaten saya, maka pelangannya sebagian juga menjadi pelaggan saya, maka saya bisa mengetahui sebagian harga apotek tersebut. Bagaimanapun iklan untuk sarana kesehatan juga akan memberikan dampak kepada harga obat dan harga pelayanan. Oleh karena itu akan sangat tidak rasional bila sarana kesehatan atau tenaga kesehatan diiklankan.

4. Mengasuransikan kesehatan terhadap semua penduduk. Bila semua penduduk diasuransikan, obat akan dibeli oleh perusahaan asuransi berdasarkan lelang termurah. Dengan cara seperti ini, maka industri obat akan cenderung berlomba-lomba menjual obat dengan harga yang murah agar dibeli oleh perusahaan asuransi. Disini pemerintah dan masyarakat tidak perlu lagi memikirkan harga obat karena yang memikirkan pindah pada perusahaan asuransi.

5. Penerapan TATAP, karena sering saya menemukan kasus pelepasan obat yang tidak rasional yang dilakukan oleh apotek yang tidak melakukan TATAP. Hal ini tentu saja juga mendorong terjadinya harga obat yang mahal bahkan juga harga pengobatan yang lebih mahal karena kurang rasionalnya penobatan.

Dari ke lima masukan saya ini, untuk jangka pendek ini mungkin hanya bisa diterapkan sebagian disesuaikan kondisi sekarang. Dan mungkin tidak perlu terlalu dipaksakan, karena bila terlalu dipaksakan bisa jadi kita apoteker yang akan mendapatkan komplain dari masyarakat karena kita yang pada umumnya berhadapan langsung dengan konsumen seperti halnya kasus HET. Ada baiknya bila dilakukan kajian mendalam dan penelitian-penelitian sebelum diterapkan sebagai kebijaksanaan.

Selasa, 09 Desember 2008

HARGA ECERAN TERTINGGI

HARGA ECERAN TERTINGGI


Dengan banyaknya komplain terhadap harga pelayanan diapotek yang beberapa item obat diatas HET membuat kita para apoteker ribet juga. Meskipun kita tahu bahwa harga dapatnya apotek dari PBF seringkali sudah diatas HET.

Sebenarnya, kita para apoteker senang dengan adanya HET. Tetapi karena penerapan HET yang kurang tepat justru apoteker yang diribetkan, karena berhadapan langsung dengan masyarakat. Tak jarang kita dianggap penipu atau semacamnya, apalagi bagi sebagian orang yang belum bisa menghargai profesi apoteker.

Pada postingan ini, saya hanya ingin memberikan masukan yang mungkin tidak seberapa. Tetapi mungkin bisa digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan HET obat. Masukan tersebut adalah :

1. Pengadaan atau impor bahan baku obat dilakukan oleh pemerintah. Bila bahan baku obat diadakan oleh pemerintah dan didistribusikan pemerintah kepada pabrikan obat dengan harga sama, maka diharapkan harga jual obat bisa seragam. Yang selanjutnya harga pelayanan diapotek dapat diseragamkan dengan HET. Hal yang dijadikan pijakan adalah obat merupakan kebutuhan primer yang harganya boleh dikendalikan oleh pemerintah seperti harga BBM dan kebutuhan pangan.

2. Seluruh warga negara diikutkan program asuransi kesehatan. Dengan diikutkan asuransi kesehatan, maka harga pelayanan kesehatan termasuk obat seragam. Kelebihannya adalah pemerintah tidak perlu pusing-pusing mengatur gejolak harga obat karena beban pindah ke perusahaan asuransi.

3. Pemerintah membuat komitmen dengan profesi kesehatan dan pengusaha farmasi tentang HET yang lebih rasional yang bisa direvisi setiap saat bila faktor yang mempengaruhi harga obat berubah dengan signifikan. Suatu misal fluktuasi dolar dan BBM, bila hal tersebut berubah naik atau turun lebih dari sekian persen yang dianggap signifikan maka harga direvisi.

Dari ketiga usulan saya diatas bisa dikombinasikan, dan masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Dan sebaiknya sebelum diterapkan dilakukan pengkajian secara lintas sektor agar nanti dalam pelaksanaanya bisa lebih dapat diterima dan ideal. Apapun juga suatu kebijakan dibuat adalah agar masyarakat kita merasakan manfaatnya. Tetapi bila pada realisasinya banyak kelemahan, maka justru masyarakat akan merasa dipersulit atau ditipu.

Menurut saya, bila kondisi HET diterapkan dengan cara seperti sekarang lebih baik tidak usah pakai HET. Bagaimanapun juga kita capek bila hampir setiap hari harus dikomplain oleh masyarakat, apalagi dikatakan penipu atau sejenisnya. Atau ganti saja HET dengan Harga Eceran Terendah agar kita tidak ribet.

HARGA PELAYANAN OBAT DI APOTEK SERING KALI DI ATAS HET

HARGA PELAYANAN OBAT DI APOTEK SERING KALI DI ATAS HET


Ada artikel menarik untuk disimak tentang HET al:

1. Kimia Farma Menipu Masyarakat ;; Media Konsumen ;; Suara Konsumen Online http://www.mediakonsumen.com/Artikel3662.html
2. Apotek Kimia farma jual obat diatas HET ;; Media Konsumen ;; Suara Konsumen Online http://www.mediakonsumen.com/Artikel3567.html

Isinya kurang lebih komplain harga jual apotek yang melebihi HET, meski lebihnya hanya beberapa ribu saja. Semenjak diterapkannya HET banyak sekali komplain terhadap apotek tentang harga jual apotek yang melebihi HET dan sering kali dari masyarakat tidak ambil pusing, pokoknya kalau melebihi HET berarti menipu.

Apakah betul apotek menipu ?

Sebenarnya penerapan HET sangat bagus, tetapi dalam penerapannya kurang luwes dan terkesan terburu-buru. Maksud saya dengan terburu-buru salah satunya adalah penerapan HET tidak diperhitungkan terhadap fluktuasi pergerakan harga bahan baku. Dan akhirnya bila sudah menjadi kebijaksanaan seperti sekarang sulit bagi kita apoteker untuk menerapkan harga jual maksimal HET.

Mungkin penerapan HET ini juga bertentangan dengan pasar bebas yang akhir-akhir ini dianut pemerintah indonesia, yang mana bila harga bahan baku naik seharusnya harga jual obat juga naik. Bila pemerintah menghendaki HET seragam, buat saya sebagai apoteker tidak menjadi masalah, tetapi bila kita membeli obat dari PBF atau kalau kita nempil (beli ke apotek lain dalam jumlah kecil ) dengan harga sudah setinggi HET apakah apotek harus menjadi badan sosial?

Bila kita tarik benang merahnya, apotek mendapatkan obat dari PBF, dan PBF mendapatkan obat dari industri farmasi. Yang menjadi pertanyaan adalah "bagaimana bila industri farmasi ternyata sudah menjual obat diatas HET?"

Pertanyaan saya juga adalah mengapa hanya apotek yang dipermasalahkan bila menjual obat diatas HET? Bagaimana dengan PBF dan industri? juga terhadap dokter dispensing yang menjual obat dengan harga lebih tidak termonitor muahalnya?

Menurut saya penjualan obat oleh PBF yang diatas HNA adalah tidak boleh, tetapi kenyataannya sering kali HNA sudah sekitar 90% dari HET, rasionalkah ini? padahal menurut ketentuan menteri kesehatan HET adalah 125% dari HNA atau HNA adalah 80% HET.

Pada posisi ini apotek mendapat posisi yang paling sulit, karena berhadapan lagsung dengan masyarakat sebagai konsumen, dan seringkali masyarakat tidak ambil pusing dengan kesulitan ini. Masalah seperti ini sebenarnya bukan hanya masalah apoteker dan apotek, tetapi adalah masalah kesehatan nasional. Banyak masalah kesehatan nasional yang belum tertangani dengan baik yang salah satunya adalah harga obat yang mahal, dan usaha pemerintah salah satunya dengan penerapan HET.

Semoga dari uraian ini, apotek tidak lagi dianggap menipu bila terpaksa harus menjual obat diatas HET yang tertera di kemasan. Dan semoga masyarakat menjadi lebih cerdas dan lebih menghargai profesi, sehingga bila ada satu atau dua macam obat yang terpaksa dijual diatas HET, apotek tidak lagi dianggap sebagai penipu.

Semoga kedepan aturan HET diatur sedemikian rupa sehingga bisa menjadi kebijaksanaan yang lebih sesuai dengan keadaan dilapangan.

Dalam hal ini mungkin salah kita semua terutama para apoteker, karena tidak bisa memberi masukan yang baik buat pembuat kebijakan HET. Bagi para apoteker pemilik apotek yang telah melakukan TATAP seharusnya mampu memberikan masukan buat pembuat kebijakan HET agar perjalanan HET tidak menjadi mempersulit kita sendiri.

Sebenarnya banyak cara untuk menekan harga jual obat dinegara kita, tetapi sebaiknya sebelum diterapkan dilakukan studi dulu dan bukannya menurut salah satu pihak saja. Agar kedepannya tidak menimbulkan masalah seperti HET ini, kasihan yang dilapangan.

Senin, 01 Desember 2008

BPOM MENARIK 27 KOSMETIK BERBAHAYA

BPOM MENARIK 27 KOSMETIK BERBAHAYA

Dengan ditariknya 27 kosmetik berbahaya beberapa waktu lalu, maka berarti BPOM ikut juga membantu menyelesaikan sebagian masalah ekonomi atau krisis yang sekarang ini sedang kita hadapi. Dolar sudah jauh diatas dua belas ribu rupiah. Otomatis daya beli masyarakat akan semakin turun, apalagi bila masyarakat juga dibebani oleh produk yang tidak bertanggun jawab.

Produk yang tidak bertangung jawab seperti kosmetik berbahaya ini atau juga suplemen atau obat tradisional yang sudah ditarik beberapa waktu yang lalu akan sangat-sangat merugikan masyarakat apalagi dalam kondisi krisis seperti saat ini.

Penarikan kosmetik ini baik secara langsung atau tidak langsung akan sangat mengutungkan masyarakat, baik masyarakat pada umumnya ataupun masyarakat pengusaha kosmetik dalam negeri. Keuntungan masyarakat yang paling penting adalah terhindar dari kerugian ekonomi baik secara lansung dan atau tidak langsungnya. Kerugian tidak langsung mungkin akan dirasakan setelah beberapa tahun kedepan. Kerugian kesehatan akibat kosmetik ini bisa jadi akan membuat masyarakat bangkrut dalam sesaat bila sampai sesuatu terjadi yang sangat fatal seperti karsinoma atau yang lain.

Beberapa cara prekuentif dalam mencegah peredaran kosmetik palsu atau berbahaya seharusnya mulai kita pikirkan. Seperti Meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya obat dan bahan kimia termasuk kosmetik, dan mengarahkan masyarakat agar membeli dan mengkonsultasikan pemakaian kosmetik kepada ahlinya, yang salah satunya adalah apoteker.

Dari sisi bahan kimia dan mekanisme kerja bahan kimia kosmetik apoteker sangat mempunyai kompetensi. Dan akan sangat baik bila apoteker diikutkan dalam mendampingi masyarakat pada pengamanan penggunaan kosmetik. Meskipun apoteker secara undang-undang belum diakui sebagai pelayan kesehatan yang penting, tetapi apoteker memang mempunyai kompentensi untuk dapat ikut menyelamatkan masyarakat dari bahaya sediaan farmasi yang didalamnya ada kosmetik.

Peredaran kosmetik palsu atau kosmetik berbahaya sudah lama terjadi dan selalu muncul tenggelam. Bila operasi BPOM gencar, maka kosmetik palsu atau berbahaya hilang dari pasar dan bila operasi agak mereda akan timbul kembali. Sebenarnya bagi kita apoteker yang bepengalaman cukup mudah untuk membedakan beberapa kosmetik palsu, karena umumnya produk kosmetik palsu mempunyai sifat kimia fisik yang berbeda dengan aslinya. Dan sifat kimia fisik ini akan sangat sulit dibedakan oleh masyarakat awam.

Salut buat BPOM. Semoga kita para apoteker kedepan lebih dipercaya masyarakat dalam penyerahan kosmetik sebagai sediaan farmasi, sehingga peredaran kosmetik palsu dan kosmetik berbahaya lebih dapat ditekan.