Selasa, 17 Februari 2009

OBAT PUYER BERBAHAYA ?

OBAT PUYER BERBAHAYA ?

Bila kita membicarakan masalah bahaya obat, tidak hanya obat dalam bentuk sediaan puyer yang berbahaya. Terutama bila tidak diserahkan dengan benar.

Dalam sediaan puyer yang diresepkan oleh dokter sering kali terjadi polifarmasi, begitu pula pada peresepan non puyer, polifarmasi juga sering kali terjadi. Dan kenyataannya polifarmasi seringkali terjadi pada banyak pola peresepan dokter. Dan menurut saya tidak seharusnya puyer dilarang hanya karena masalah polifarmasi. Karena masalah polifarmasi adalah permasalahan peresepan atau dengan kata lain adalah masalah ketrampilan dokter dalam mengambil keputusan, bukan masalah bentuk sediaan.

Benarkah puyer lebih murah ? Jawabannya tentu saja belum tentu. Banyak hal yang mempengaruhi harga obat. Bagaimanapun juga puyer dibuat dalam skala kecil, sehingga secara umum biaya produksi akan lebih mahal bila dibandingkan dengan diproduksi oleh pabrik obat yang skala industri. Dan seandainya selalu lebih murah tidak bisa digunakan untuk pembenaran keberadaan obat puyer, pembenaran yang seharusnya dipertimbangkan adalah rasionalisasi yang didukung oleh data.

Ada yang tidak setuju dengan puyer karena dianggap tidak bersih karena tidak diproduksi didalam ruang bersih (white area). Pada skala industri obat harus diproduksi didalam ruangan bersih, karena setelah diproduksi obat tidak lekas dikemas. Beda dengan pembuatan puyer skala kecil di apotek, obat berada dalam ruangan terbuka mungkin bisa kurang dari 5 menit, sehingga kemungkinan terkontaminasi juga kecil. Dan saya rasa puyer yang diproduksi kurang dari 5 menit masih layak.

Pembagian dosis lebih mudah dari pada sirup. Pada beberapa kasus puyer lebih disuka untuk anak-anak karena penyesuaian dosisnya mudah. Pada anak-anak seringkali dosis diperhitungkan terhadap berat badan, sehingga dengan membelah obat atau membagi obat sirup dengan sendok takar dianggap dianggap kurang tepat atau kurang ideal. Oleh karena itu bentuk sediaan puyer dianggap lebih luwes terhadap dosis anak-anak. Tetapi alasan inipun belum bisa menjadikan alasan puyer sebagai bentuk sediaan yang paling ideal.

Obat bisa rusak saat penggerusan, sehingga dikawatirkan obat sudah tidak manjur atau berbahaya saat sampai pada tangan pasien. Obat yang rusak pada saat penggerusan kenapa harus di puyer ? Secara umum dokter tidak belajar tentang sifat kimia fisik obat, sehingga pada kasus ini dokter harus tunduk kepada apoteker. Bila ternyata obat tidak layak untuk dipuyer sebaiknya dipilih bentuk sediaan lain. Dokter bukan segala-galanya dalam proses pengobatan, karena masih ada tenaga kesehatan lain yang lebih kompeten pada hal-hal tertentu.

Puyer berbahaya bila mortir tidak dicuci sebelum digunakan lagi. Ya iyalah, bila mortir tidak dicuci setelah digunakan dan langsung digunakan untuk menggerus puyer lain bisa jadi akan terjadi interaksi obat.

Puyer pembagian dosisnya hanya kasat mata. Saya rasa dipabrikpun obat tidak mungkin akan ditimbang satu per satu, Tetapi hanya ditakar dan kontrolnya hanya dengan cara disampling. Dan sama saja dengan pembagian visual, bila pembagian visual ini dilakukan oleh apoteker yang berpengalaman saya rasa penyimpangannya tidak akan jauh dan masih akan ada dalam range yang masih bisa ditoleransi. Saya rasa pembagian kasat mata tidak masalah, apalagi obat yang dibagi mempunyai indek terapi yang luas. Bila sempit ya harus ditimbang satu-per satu.

Ada sejumlah obat yang hilang selama proses penggerusan dan bisa jadi akan mengurangi dosis, sehingga dosis puyer mungkin akan under dose. Bila puyer dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten bisa jadi dosis yang hilang akan sangat signifikan. Tetapi bila pada proses peracikan dilakukan oleh tenaga yang kompeten, tentu saja jumlah yang hilang tersebut lebih dapat terabaikan. Bagaimanapun juga pengambilan obat kembali dari mortir ada tehnik yang dikuasai oleh apoteker.

Dari uraian saya diatas, saya sangat setuju puyer masih ada, tetapi harus dilakukan oleh tenaga yang berkompeten. Dan untuk menekan hal-hal yang tidak diinginkan seharusnya pasien mulai diberi informasi bahwa obat puyer akan relatif aman bila didalam prosesnya dilakukan oleh tenaga yang profesional dan dilakukan pengawasan secara langsung oleh apoteker selama proses pembuatan puyer. Jadi sebelum menebus obat puyer sebaiknya ditanyakan dulu, tentang keberadaan apoteker di apotek. Bila apoteker ternyata tidak ada ditempat, sebaiknya tebuslah resep pada apotek lain yang apotekernya selalu ada setiap jam buka apotek.

Dan ada satu hal lagi, seharusnya tenaga kesehatan lain selain apoteker tidak boleh melakukan proses produksi obat meskipun dengan skala kecil termasuk puyer ini, demi menjaga keamanan pasien. Mengingat dokter bukan tenaga kesehatan yang berkompeten tentang sifat kimia obat dan stabilitas bahan obat maka disarankan kepada dokter untuk mengganti bentuk sediaan lain bila ada didaerah terpencil yang tidak ada apoteker praktek di apotek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar