Selasa, 15 April 2008

JUMLAH APOTEKER DI APOTEK YANG IDEAL

JUMLAH APOTEKER DI APOTEK YANG IDEAL


Saya buka web isfi, ada tulisan dengan judul PERANAN APOTEKER MENUJU INDONESIA SEHAT 2010. disana ada tulisan yang menurut pemahaman aku, mengajak untuk menyediakan minimal 2 apoteker pada apotek yang melayani masyarakat diatas 8jam dan minimal 3 apoteker pada apotek yang buka 24 jam. Menurut aku adalah ide yang bagus yang patut kita dukung.
Cuma sebelum diterapkan sebaiknya diadakan penelitian dulu apakah jumlah minimal itu sudah sesuai dengan keadaan lapangan. Jangan-jangan setelah diterapkan kita sendiri yang akhirnya kelabakan karena ternyata tidak sesuai dengan keberadaan kita sendiri. Banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum sesuatuhal itu diputuskan. Sebagai contoh, apotek banyak yang buka pagi sore (2 sip) saat ini, senin sampai senin lagi. Bila terjadi seperti itu bagaimana dengan hari minggu, tak mungkin apoteker yang apoteknya bukan punyanya sendiri akan mau masuk 7 hari kerja.
Atau pada kasus lain, bagaimana apotek sekarang yang ditunggui sendiri oleh apotekernya yang juga menjadi rumahnya, dan bila berhalangan hadir akan ditutup, dan biasa kerja lebih dari 10 jam per hari. Sebaiknya ada penelitian-penelitian, yang salah satunya adalah berapa jam apoteker dapat bekerja dengan optimal selama satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun dan sebagainya. Karena kemampuan setiap orang dalam bekerja adalah berbeda-beda.
Selain harus ada penelitian didalam kemampuan apoteker sendiri, juga harus diteliti tentang keberadaan apotek itu sendiri saat ini, apakah sudah memenuhi syarat atau belum sama sekali yang selanjutnya harus diambil suatu tindakan agar apotek menuju ideal. Harusnya ada pemataan aptek dan kebutuhan model apotek, karena perbedaan strata sosial dalam masyarakat bisa jadi membutukan model apotek yang berbeda. Dalam setiap mode harus dibuat bentukidealnya.
Sebenarnya lebih simple bila kita mengsaratkan saja TATAP atau tak ada apoteker tak ada pelayanan, karena berapapun jumlah apoekernya, tetapi bila saat itu tidak ada apoeker sama sekali apotek harus tutup. Takperlu ribet dengan bahasa peraturan dan lain sebagainya, dan bila ternyata ditemukan apotek yang buka dan melakukan pelayanan tanpa apoteker, maka apotek langsung bisa dikenai sanksi. Berat ringannya sanksi tegantung dari suatu kesepakatan kita.
Sebenarnya pada tatap ideal jumlah apoteker tidak hanya ditentukan oleh jam buka apotek semata, tetapi juga ditetukan oleh banyak hal yang antara lain jumlah kebutuan pelayanan kefarmasian di apotek itu sendiri. Missal apotek dibuka hanya beberapa jam saja tetapi bila volume pelayanannya tinggi, maka dibutuhkan banyak apoteker.
Sedangkan hal-hal yang mempengaruhi jumlah kebutuhan pelayanan kefarmasian antara lain 1. jumlah penduduk 2. jumlah sarana kesehatan disekitar apotek, 3. tingkat ekonomi masyarakat, 4. kesadaran masyarakat akan hidup sehat, 5. tingkat pendidikan, 6. pusat keramaian seperti pasar dan ain-lain.
Bila kita menghitung jumlah kebutuhan pelayanan kefarmasian sebelum apotek buka akan sulit, dan menurut saya akan butuh suatu study yang cukup panjang. Simpelnya untuk saat ini adalah berlakukan saja TATAP. Meski pemberlakuan ini belum ideal. Atau gunakan saja standart-standart yang sudah ada saat ini missal dari WHO atau dari DepKes.
Ide untuk mensyaratkan jumlah apoteker minimal adalah baik tetapi belum mencerminkan suatu upaya pelayanan kesehatan yang ideal. Oleh karena itu ke depan ISFI dan HISFARMA harus ampu melakukan penelitian-penelitian yang lebih lengkap akan kebutuhan apoteker kedepan. Dengan menghitung faktor-faktor yang mempengaruhi. Yang paling penting saat ini adalah kesepakatan bila TATAP tak jalan harus ada sanksi sesuai kesepakatan kita. Bila kita sudah sepakat dan ternyata apotek tak ada apotekernya saat jam buka, maka apotk harus diberi sanksi seperti kesepakatan. Karena bila bipersaratkan julam apoteker minimal dan ternyata apoteker minimal itu ternyata hanya nama doang ya tak ada gunanya.
Kesimpulan saya TATAP adalah bukan dengan mensyaratkan jumla minimal apoteker yang ada diapotek, tetapi apoteker harus ada saat jam buka apotek. Mungkin apotek bisa saja butuh banyak apoteker, bila dalam apotek apotekernya hanya mampu bekerja beberapa sip saja, missal hanya 2sip dalam satu minggu. Kita harus pula menghargai bila apoteker praktek dalam satu muinggu hanya beberapa sip saja, yang penting adalah keberadaan apoteker saat jam buka apotek.
MARILAH KITA TUTUP APOTEK KITA BILA KITA BERHALANGAN HADIR DIAPOTEK PADA SAAT JAM BUKA APOTEK.

2 komentar:

  1. Permasalahan dilapangan sangat kompkleks. Sebelum sanksi ditegakkan mestinya ada contoh konkrit dari rekan-rekan Apoteker yang menjabat di pemerintahan. Pelanggaran justru banyak dilakukan oleh Apoteker yang merangkap jabatan dengan berbagi macam alasan. Peraturan dan sanksi dari dulu sudah ada. Yang akan komplin dulu bila aturan benar-benar ditegakkan adalah justru rekan-rekan apoteker yang double job. Penegak aturan adalah bukan yang melanggar aturan. Trims

    BalasHapus
  2. @ASDP, klu menurut saya, permasalahan utamanya adalah karena kita para apoteker belum mempunyai konsep yang jelas terkait pengembangan praktek profesi yang ideal. banyak diantara kita yang membangun konsep ideal menurut versi kita masing2. sehingga banyak model apotek yang berkembang bila kita tinjau dari banyak sisi. meskipun sebagian kita tetap mengatakan hanya ada satu model. "model-model" inilah yang saat ini ingin aku gali dan kembangkan agar lebih ada rasa keadilan. tetapi menurut hemat saya, semua itu tergantung kita sendiri dalam mengambil keputusan, kalau kita tetap hanya saling menyalahkan dan menunggu tidak akan pernah kelar permasalahan terkait farmasi komunitas.

    marilah dari sini kita mulai dan membangun profesi. tanpa menyalahkan siapa2 sampai model yang ideal dapat kita bangun dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi

    BalasHapus