Rabu, 16 April 2008

STOK VS TATAP

STOK VS TATAP

Sengaja aku tulis STOK VS TATAP, hal ini adalah salah satu yang diungkapkan beberapa teman sejawat apoteker yang sudah mencoba penerapan TATAP. Suatu hal dilematis pada penerapan TATAP yang lebih mengutamakan pelayanan kefarmasian yang akhirnya sering kali kartu stok tebengkalai.
Suatu hal yang sangat manusiawi bila pada apotek kecil yang mengutamakan pelayanan demi keselamatan masyarakat banyak, kartu stok terlupakan, mengingat masyarakat kita umumnya tidak sabar dalam pelayanan dan tidak mau menunggu dan sukanya main serobot saja. Demi meningkatkan kecepatan pelayanan tanpa mengurangi hak masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan bidang kefarasian, sering kali apoteker menjadi tidak sempat mengisi kartu stok. Bila kartu stok di ditertibkan maka apotek bisa jadi tidak laku karena pelayanan kalah sama yang tidak menerapkan TATAP, karena mereka menggunakan tenaga pelayanan sub standart yang asal murah.jangan-jangan karena memburu murah akhirnya nungsep seperti maskapai penerbangan kita yang ujung-ujungnya nungsep juga.
Kartu stok keberadaannya sangat penting dan penting sekali, karena dari kartu stok dapat dimonitor kemana saja larinya obat dan kemungkinan penyalah gunaan obat. Bisa jadi tanpa kartu stok boleh dibilang apotek tidak melakukan pekerjaan dengan benar. Pelanggaran praktek pelayanan kefarmasian dianggap telah terjadi. Tapi apa gunanya kartu stok bila apoteker tak ada? Apakah kartu stoknya bis dipertanggung jawabkan?
Dari urut-urutan pelayanan kefarmasian kartu stok sebenarnya ada pada urutan terakhir, karena TATAP sendirilah yang menjadi urutan pertama. Bila apotek pada jam buka dibuka dengan tidak ada apoteker, maka semua jenis layanan kefarmasian dianggap menyalahi aturan dan tidakdapat dipertanggung jawabkan atau dengan kata lain substandart. Mengapa hal ini menjadi buah pikiran dari sebagian teman kita? Alasan utamanya adalah bagaimana stok bisa benar, pelayanan bisa benar dan semuanya bisa benar kalau tenaga yang berkompetensi tidak ada? Suatu mission imposible.
Tak ada gunanya kartu stok benar bila TATAP tidak ada. Hal lain lagi adalah tidak mungkin penyaluran perbekalan farmasi akan benar bila tidak ada apoteker. Hal yang harus kita sadari atau kita utamakan adalah obat sampai kemasyarakat harus benar dan pasien harus selamat.
Tanpa TATAP, maka konseling, PIO, edukasi dan lain sebagainya adalah tidak mungkin. Jadi apa gunanya kartu stok tanpa ada TATAP?
Kita harus menghargai para pelaksana TATAP yang sekarang sudah melakukan, karena dari biaya operasionalnya saja para pelaku TATAP umumnya harus menanggung biaya perasional 2-5% lebih mahal, yang ujung-ujungnya margin keuntungan para pelaku TATAP adalah lebih kecil.
Tak ada alasan untuk tidak melakukan TATAP mengingat banyak apotek yang melakukan TATAP tetap eksis. Janga salahkan TATAP bila apotek rugi karena penerapan TATAP. Banyak alasan yang mengatakan TATAP akan membuat apotek merugi, dan alasan itu sebenarnya Cuma dibuat-buat saja demi mengeruk keuntungan apotek yan sebesar-besarnya. Dan jangan salahkan TATAP bila penyelenggara apotek sebenarnya memang tidak mempunyai kemampuan manajemen yang baik.
Banyak yang menyalahkan apoteker sebagai penyebab mahalnya biaya operasional apotek, tetapi seharusnya kita berpikir bahwa keselamatan adalah mahal. Karena keselamatan adalah segala-galanya bagi suatu penyelanggaraan semua jenis pelayanan termasuk apotek, maka TATAP harus ada pada urutan pertama dalam pelayanan kefarmasian. Bila TATAP tak diterapkan, mungkin juga tidak ada gunanya penerapa GMP pada pabrik obat atau juga pada pabrik jamu, kosmetik, makanan dan sebagainya.
Kita sadari TATAP bukan satu-satunya persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyelanggaraan pelayanan kefarmasian di apotek, tetapi TATAP adalah awal dan paling utama dalam penyelenggaraan apotek yang ideal. Tak mungkin masyarakat bermimpi pelayanan kefarmasian yang ideal bila TATAP tidak berjalan.
Tulisan ini bukan untuk menggurui siapa saja, tetapi hanyalah terjemahan saya dari pelaku TATAP yang menginginkan TATAP yang ideal demi kemanusiaan. Ketidak inginan menggurui siapa saja, karena banyak sekali apoteker yang mempunyai potensi yang belum dimanfaatkan dengan benar dalam proses pelayanan kesehatan bangsa. Menurut saya potensi apoteker dalam membangun kesehatan bangsa adalah ibarat harta karun terpendam yang belum dimanfaatkan oleh bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar