Rabu, 31 Desember 2008

BISNIS RECEH APOTEK

BISNIS RECEH APOTEK

Tidak semua apotek seperti yang dibayangkan banyak orang, yang mana akan banyak resep yang nilainya ratusan ribu sekali transaksi atau mungkin bisa jutaan per transaksi per lembar resep. Apotek di desa seringkali diawali dari omset kurang dari 5 juta perbulannya dengan nilai transaksi yang diawali kurang dari 500 rupiah per transaksi. Dengan margin laba berkisar 10-15%, bahkan untuk kategori susu bisa cuma 5% saja. Dengan kenyataan ini, maka bisnis apotek kedepan bisa jadi akan didominasi oleh bisnis receh.

Bila apotek kedepan akan didominasi oleh bisnis receh, maka pengelolaan apotek kedepan bisa jadi akan ada pergeseran pengelolaan. Bila saat ini apotek lebih diharapkan untuk mendapatkan omset besar yang dikarenakan biaya operasional apotek yang besar, maka kedepan sebagian besar apotek tidak bisa lagi untuk diharapkan mendapat omset besar. Bila omset tidak lagi besar, maka mau tidak mau apotek harus mengadakan penghematan biaya operasional pada segala lini. Salah satu lininya adalah biaya operasional yang didalamnya adalah gaji karyawan.

Bila apotek menjadi bisnis receh yang omsetnya kecil, maka akan dibutuhkan tenaga pelayanan yang kecil pula. Yang paling mungkin untuk menghemat biaya pelayanan adalah dengan tidak menyediakan tenaga pelayanan lain kecuali Apoteker. Demi eksistensi apotek kedepan, maka sudah saatnya didesain apotek yang lebih mengarah pada apotek profesional yang dikelola oleh apoteker secara mandiri. Pada pengelolaan apotek secara mandiri ini apoteker bisa menggunakan sarana milik orang lain ataupun milik apoteker sendiri.

Bukannya saya ingin mengajak penghilangan tenaga pelayanan lain, tetapi ini demi keberadaan apotek itu sendiri dan demi kepentingan dari insvestasi. Buat apa banyak tenaga diapotek bila tidak diperlukan? Dalam hal ini apotek tetap harus jalan disemua daerah demi pemerataan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung pembangunan kesehatan seutuhnya. Pada kasus ini, agar apotek tetap jalan meskipun dengan omset kecil menurut saya lebih baik apotek pada model ini tidak perlu diberi tenaga pelayanan lain kecuali apoteker.

Bila kita mengasumsikan apotek hanya mempunyai omset 7,5 juta perbulan dengan margin laba sekitar 15 % maka laba kotor adalah 1.125.000;- . Dari uraian tersebut adalah tidak rasional bila kita menyediakan sekitar 5 orang tenaga pelayanan seperti model apotek tempo dulu. Kelebihan dengan membuat apotek profesional yang hanya mempunyai tenaga pelayanan satu orang, yaitu apoteker adalah akan murahnya biaya opresional apotek. Keuntungan lain adalah pelayanan diapotek akan menjadi lebih rasional karena dilakukan sendiri oleh seorang apoteker yang memang mempunyai kompetensi untuk itu. Dan masih banyak lagi keuntungan lain apotek model ini bila dilihat dalam perannya pada sistem kesehatan nasional.

Cuman sayangnya sampai saat ini belum ada suatu konsep baku apotek profesi yang dalam pelayanannya hanya dilakukan oleh apoteker secara langsung. Konsep yang seharusnya dibuat oleh ISFI sebagai induk organisasi ataupun pemerintah yang sangat besar kepentingannya untuk itu. Padahal konsep apotek profesi yang benar-benar menerapkan TATAP yang dalam pelayanannya dilakukan langsung oleh apoteker sangat menguntungkan semua pihak termasuk pemerintah.

Mungkin penyusunan konsep apotek profesi cukup susah, tetapi kita bisa mengandalkan data yang berupa pengalaman beberapa sejawat apoteker yang sudah pernah mengalami bisnis receh dan telah melakukan TATAP. Tingkat kesulitan dalam menjalankan bisnis receh ini memang berbeda dengan tingkat kesulitan pada bisnis apotek pada umumnya. Dan mungkin juga bisnis receh ini juga memerlukan perhatian pemerintah melebihi apotek rakyat, mengingat nilai fungsinya bagi pencerdasan dan pembangunan kesehatan bangsa sangat-sangat besar. Bukannya berarti apotek profesi ingin diperlakukan khusus atau istimewa, tetapi kita hanya menginginkan pengakuan atas jerih payah dalam peran serta kita dalam mencerdaskan bangsa dan membangun kesehatan bangsa. Disini kita tidak menginginkan mendali atau piala, tetapi kita hanya membutuhkan kemudahan dalam pengurusan ijin suatu misal, toh pemerintah atau pemerintah daerah lebih diuntungkan karena adanya apotek profesi ini.

Semoga kedepan dalam perijinan apotek tidak lagi dipersulit dengan biaya yang sangat besar, seperti pada salah satu daerah yang menurut beberapa teman ditarik biaya 7 - 15 juta. Mahal, karena proses perijinan apotek pindah dari dinas kesehatan ke dinas perizinan dan apotek dianggap sebagai bisnis besar yang modalnya pasti ratusan juta. Padahal saat ini untuk membuka apotek profesi di desa bisa diawali dengan modal obat sekitar 15 juta atau mungkin kurang untuk mendapatkan omset sekitar 10 juta perbulan. Disini sangat jelas sekali bila orang pemerintahpun belum semuanya melihat apotek sebagai sarana kesehatan yang keberadaannya adalah sangat dibutuhkan demi pembangunan daerah itu sendiri.

Ketidak pahaman sebagian masyarakat terhadap keberadaan apotek sebagai sarana kesehatan yang cukup strategis harusnya merupakan PR bagi pengurus ISFI dan pemerintah. Dan seharusnya untuk lebih jauhnya pemerintah memprogramkan pendirian apotek sampai ke pelosok dan meningkatkan peran apoteker dalam segala sendi kehidupan. Program kesehatan yang lebih profesional yang merata yang menyangkut peran apoteker dalam segala sendi kehidupan akan meningkatkan tingkat pendidikan kesehatan masyarakat. Dan selanjutnya bisa diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Ada banyak keuntungan apotek model ini demi pembangunan kesehatan bangsa. Peran apoteker yang lebih terlihat juga merupakan suatu kelebihan tersendiri. Dari uraian diatas, apotek model ini tidak hanya sekedar menjual obat, tetapi lebih memihak kepada semua kepentingan. Baik kepentingan pemerintah, apoteker sendiri, perguruan tinggi, masyarakat dan semua bisnis farmasi yang terkait.

2 komentar:

  1. Sangat setuju, bahkan sebagai sarana pelayanan kesehatan tidak perhatian pemerintah baik dalam permodalan, yang ada peraturan administrasi aja yang selalu jadi sorotan tetapi kelangsungan apotik tidak pernah di abaikan

    BalasHapus
  2. Sangat setuju, bahkan sebagai sarana pelayanan kesehatan tidak perhatian pemerintah baik dalam permodalan, yang ada peraturan administrasi aja yang selalu jadi sorotan tetapi kelangsungan apotik tidak pernah di abaikan

    BalasHapus