MASUKAN BILA PENERAPAN TATAP DILAKUKAN SECARA PARSIAL
TATAP, Tiada Apoteker Tiada Pelayanan yang rencana akan diterapkan oleh Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia adalah suatu kebutuhan. Yang mana setiap pihak membutuhkan penerapan TATAP, baik masyarakat, profesi, pengusaha farmasi dan pemerintah. Akan tetapi penerapannya harus didasarkan pada hal-hal yang rasional, yang salah satunya adalah kecukupan jumlah tenaga kesehatan apoteker dan pemerataan.
Bila TATAP diterapkan saat ini secara penuh kepada semua apotek, maka perhitungan kasar kebutuhan apoteker adalah jumlah apotek di kalikan 2-3. sebagai ilustrasi, satu minggu ada 14 sip (untuk apotek yang buka 7 hari dalam satu minggu), dan seorang apoteker bisa bekerja antara 5-6 sip. Dan perhitungan kebutuhan apoteker per apotek adalah 14 dibagi 5, hasilnya adalah 3 apoteker. Pada apotek yang buka 24 jam ada 21 sip yang membutuhkan sekitar 4 orang apoteker.
Bila TATAP diberlakukan secara langsung, mungkin kebutuhan apoteker belum tercukupi, maka salah satu solusinya adalah diberlakukannya penerapan TATAP secara parsial atau sebagian. Untuk itu ISFI dan HISFARMA harus melakukan pemetaan guna pemerataan dan memberikan nilai, mana daerah yang harus didahulukan. Salah satu urutan yang bisa saya usulkan bila TATAP diberlakukan awal tahun 2009 adalah :
1. Apotek yang baru buka di daerah perkotaan dipulau jawa yang dinyatakan sudah jenuh. dimulai awal tahun 2009.
2. Apotek yang sudah lama yang ada di daerah perkotaan yang ada dipulau jawa yang dinyatakan sudah jenuh. dimulai pertengahan tahun 2009.
3. Apotek baru yang buka didaerah kecamatan dipulau jawa yang dinyatakan sudah jenuh. dimulai pertengahan tahun 2009
4. Apotek yang sudah lama yang ada didaerah kecamatan dipulau jawa yang dinyatakan sudah jenuh. dimulai awal tahun 2010
5. Semua apotek harus sudah menerapkan TATAP pada pertengahan tahun 2010
Usulan saya ini baru bersifat empiris dan dikaji ulang dengan penelitian sebelum diterapkan. Sudah sewajarnya bila penelitian dalam hal semacam ini juga menjadi tanggung jawab ISFI dan HISFARMA demi pembangunan kesehatan. Hal-hal lain yang juga diperhatikan antara lain adalah tingkat pendidikan kesehatan masyarakat dan tingkat ekonomi masyarakat. Dan pada kedua hal tersebut justru akan meningkat bila TATAP diberlakukan. Karena TATAP membawa misi meningkatkan tingkat pendidikan kesehatan masyarakat yang selanjutnya akan meningkatkan derajat kesehatan. Pada derajat kesehatan yang tinggi maka tingkat ekonomi juga akan meningkat.
Yang perlu digaris bawahi dalam tulisan ini adalah, bagaimanapun juga TATAP adalah suatu kebutuhan bagi kita semua. Oleh karena itu ISFI harus secepatnya melakukan penelitian-penelitian dan kajian-kajian yang terkait TATAP demi tercapainya indonesia sehat 2010.
Senin, 30 Juni 2008
GERAKAN KELUARGA SADAR OBAT
GERAKAN KELUARGA SADAR OBAT
Gerakan keluarga sadar obat adalah sebagai salah satu bentuk kepedulian ISFI jawa timur terhadap pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Meskipun gerakan ini masih sebatas penyebaran brosur, leaflet dan materi penyuluhan tetapi hal semacam ini justru sangat mengena dan menyentuh.
Apalagi gerakan GKSO ini diadakan pada bulan juni yang juga diperingati Hari Keluarga Nasional (HARGANAS). Semoga GKSO ini terus diprogramkan sebagai bentuk kepedulian setiap saat dimasa yang akan datang. Karena bagaimanapun juga GKSO adalah suatu kebutuhan.
Program dari GKSO yang utama saat ini adalah DAGUSIBU, dapatkan, gunakan, simpan dan buang obat dengan benar merupakan salahan satu hal yang paling mendasar dalam dunia kesehatan bidang farmasi. Paling mendasar karena informasi DAGUSIBU merupakan inti permasalahan yang berkaitan dengan obat.
Dan menurut saya, bagaimanapun juga program ini adalah suatu program cerdas yang akan bermanfaat dan pantas untuk diangkat sebagai program nasional. Salut buat ISFI jawatimur semoga program anda menjadi salah satu tonggak sejarah pembangunan kesehatan pembangunan bidang kefarmasian. Meskipun brosur masih sederhana, tetapi cukup komunikatif. Cuma sayangnya brosur masih dicetak sendiri-sendiri oleh cabang. Menurut saya sebaiknya kedepan ISFI bekerja sama dengan banyak pihak agar tidak memberatkan cabang. Toh ini semua adalah untuk kepentingan pendidikan kesehatan masyarakat.
Gerakan keluarga sadar obat adalah sebagai salah satu bentuk kepedulian ISFI jawa timur terhadap pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Meskipun gerakan ini masih sebatas penyebaran brosur, leaflet dan materi penyuluhan tetapi hal semacam ini justru sangat mengena dan menyentuh.
Apalagi gerakan GKSO ini diadakan pada bulan juni yang juga diperingati Hari Keluarga Nasional (HARGANAS). Semoga GKSO ini terus diprogramkan sebagai bentuk kepedulian setiap saat dimasa yang akan datang. Karena bagaimanapun juga GKSO adalah suatu kebutuhan.
Program dari GKSO yang utama saat ini adalah DAGUSIBU, dapatkan, gunakan, simpan dan buang obat dengan benar merupakan salahan satu hal yang paling mendasar dalam dunia kesehatan bidang farmasi. Paling mendasar karena informasi DAGUSIBU merupakan inti permasalahan yang berkaitan dengan obat.
Dan menurut saya, bagaimanapun juga program ini adalah suatu program cerdas yang akan bermanfaat dan pantas untuk diangkat sebagai program nasional. Salut buat ISFI jawatimur semoga program anda menjadi salah satu tonggak sejarah pembangunan kesehatan pembangunan bidang kefarmasian. Meskipun brosur masih sederhana, tetapi cukup komunikatif. Cuma sayangnya brosur masih dicetak sendiri-sendiri oleh cabang. Menurut saya sebaiknya kedepan ISFI bekerja sama dengan banyak pihak agar tidak memberatkan cabang. Toh ini semua adalah untuk kepentingan pendidikan kesehatan masyarakat.
Sabtu, 28 Juni 2008
SAAT INI DOKTER BISA MELAYANI 100 PASIEN SEHARI
SAAT INI DOKTER BISA MELAYANI 100 PASIEN SEHARI
"Saat ini kan satu dokter bisa meayani 100 pasien sehari, sedangkan efektifnya sehari itu 32 pasien." kata kalla saat membuka Indo Medica Expo Ikatan Dokter Indonesia ... ( tempo interaktif tgl 29 mei 2008).
Pada kasus semacam ini adalah salah satu cermin rendahnya tigkat pendidikan kesehatan masyarakat kita. Pada masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah sangat banyak alasan pergi kedokter dan memilih dokter. Masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah lebih memilih dokter yang ramai, murah, ces pleng, cepat. dsb.
Kenapa memilih yang ramai? Biasanya dokter yang ramai diangap sebagai dokter yang pandai, karena terbukti dengan pasiennya yang banyak. Menunggu berjam-jam lamanya tak menjadi masalah buat mereka.
Murah, umumnya masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah adalah juga mempunyai tingkat ekonomi yang lemah. Buat mereka, seringkali jasa profesi dianggap sebagai yang sangat memberatkan.
Ces pleng, atau berarti datang langsung sembuh. Masyarakat yang berpendidikan rendah umumnya menginginkan obat yang sekali minum langsung sembuh (meski maksud mereka kadang cuma gejala langsung hilang). Keinginan langsung sembuh inilah yang kadang kadang prosedur pengobatan diangap bertele-tele.
Cepat, pada masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah umumnya lebih menginginkan ketemu dokternya terus langsung minta disuntik, dikasih obat dan langsung sembuh dan langsung pulang dalam keadaan sehat. Biasanya dokter yang mengobati pasiennya dengan prosedur yang benar yang membutuhkan waktu lama dalam pengobatannya akan ditinggalkan oleh pasien yang tingkat pendidikan kesehatannya rendah.
Menurut saya, sebaiknya jangan langsung dibatasi, tetapi tingkat pendidikan kesehatan masyarakat ditingkatkan dulu, baru secara bertahap praktek dokter dibatasi. Bukan saya tidak setuju, tetapi masyarakat kita akan kesulitan mengakses kesehatan, apalagi citra puskesmas didaerah juga belum bagus-bagus sekali bila praktek dibatasi secara langsung.
Sebenarnya dalam tulisan saya ini bukan tujuan ingin membahas hal tersebut diatas, tetapi bagaimana bila masyarakat atau pemerintah juga menginginkan praktek apoteker dibatasi. Karena suatu hal yang tidak rasional bila apotek yang mempunyai kunjungan swamedikasi sampai diatas 300 orang per hari hanya mempunyai 1 orang apoteker saja. Itupun belum termasuk resep.
Banyak saya menemui apotek yang kunjungan swamedikasinya (usaha mendapatkan obat atas keinginan sendiri yang bukan berasal dari resep) lebih dari 300 orang perhari, padahal untuk daerah yang baru ada apotek hampir 100% masyarakat membutuhkan konsultasi meskipun hanya untuk sekedar obat bebas ataupun sekedar makanan atau juga terhadap kosmetik. Dan untuk daerah yang sudah lama ada apotek yang apotekernya praktek secara penuh biasanya masih sekitar 10%-20% yang membutuhkan konseling, itupun bila tidak ada obat baru atau masalah baru. Dan bahayanya sebagian dari mereka sering kali tidak menyadari bila sebenarnya memutuhkan konseling saat datang keapotek.
Bila apoteker praktek dibatasi dengan jumlah apotek yang boleh dipegang sebagai pengelola sudah ada atau dengan kata lain apoteker hanya boleh menjadi APA di satu tempat. Tetapi dibatasi terhadap jumlah yang boleh dilayani oleh seorang apoteker belum ada. Bila hal tersebut dilakukan, maka masyarakat yang ada di daerah terpencil akan kesulitan, jangankan mencari apoteker pendamping, mencari asisten saja susah.
Dalam hal ini saya rasa ISFI dan HISFARMA belum mempunyai banyak data penelitian, karena jumlah peminat farmasi masyarakat belum banyak meskipun jumlah apoteker yang praktek dibidang farmasi masyaakat cukup banyak. Umumnya yang praktek dalam farmasi masyarakat adalah terpaksa setelah tidak diterima di instansi yang lebih bergenggsi. Semoga penelitian terhadap farmasi masyarakat lebih diminati dan semoga kedepan dibuka spesialis farmasi masyarakat. Karena sebagai salah satu ujung tombak dalam pembangunan kesehatan bangsa dan sebagai salah satu ujung tombak pencerdasan kesehatan bangsa apoteker sudah saatnya dibenahi agar lebih berkembang sesuai kebutuhan jaman.
Karena belum banyaknya data di ISFI atau HISFARMA tentang pembatasan akan jumlah maksimal yang boleh dilayani oleh apoteker per hari di apotek, sebaiknya ISFI dan HISFARMA secepatnya memperkaya data. Karena bagaimanapun juga pembatasan akan membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih optimal. Dan bila diterapkan secara langsung dengan pertimbangan empiris atau tidak ilmiah, kita mengkawatirkan masyaraka tidak akan diuntungkan tetapi bisa jadi malah justru akan lebih dirugikan.
Dari uraian diatas sebenarnya dapat ditarik kesimpulan bila akar permasalahannya adalah tingkat pendidikan kesehatan masyarakat yang rendah. Jadi bukan suatu kesalahan, bila suatu sarana kesehatan mempunyai kunjungan yang banyak. Bila pendidikan kesehatan masyarakat cukup atau menjadi lebih baik, tentu mereka tak akan mau berlama-lama hanya untuk menunggu giliran pelayanan kesehatan dari suatu sarana kesehatan. Dan selanjutnya adalah tugas kita semua untuk meningkatkan tingkat pendidikan kesehatan masyarakat agar pelayanan menjadi lebih efektif dan rasional.
Semoga kedepan kita sebagai anggota HISFARMA menjadi lebih peka terhadap permasalahan kesehatan masyarakat disekitar kita, karena kitalah satu-satunya yang paling berkompeten terhadap pendidikan kesehatan masyarakat dibidang kefarmasian.
"Saat ini kan satu dokter bisa meayani 100 pasien sehari, sedangkan efektifnya sehari itu 32 pasien." kata kalla saat membuka Indo Medica Expo Ikatan Dokter Indonesia ... ( tempo interaktif tgl 29 mei 2008).
Pada kasus semacam ini adalah salah satu cermin rendahnya tigkat pendidikan kesehatan masyarakat kita. Pada masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah sangat banyak alasan pergi kedokter dan memilih dokter. Masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah lebih memilih dokter yang ramai, murah, ces pleng, cepat. dsb.
Kenapa memilih yang ramai? Biasanya dokter yang ramai diangap sebagai dokter yang pandai, karena terbukti dengan pasiennya yang banyak. Menunggu berjam-jam lamanya tak menjadi masalah buat mereka.
Murah, umumnya masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah adalah juga mempunyai tingkat ekonomi yang lemah. Buat mereka, seringkali jasa profesi dianggap sebagai yang sangat memberatkan.
Ces pleng, atau berarti datang langsung sembuh. Masyarakat yang berpendidikan rendah umumnya menginginkan obat yang sekali minum langsung sembuh (meski maksud mereka kadang cuma gejala langsung hilang). Keinginan langsung sembuh inilah yang kadang kadang prosedur pengobatan diangap bertele-tele.
Cepat, pada masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah umumnya lebih menginginkan ketemu dokternya terus langsung minta disuntik, dikasih obat dan langsung sembuh dan langsung pulang dalam keadaan sehat. Biasanya dokter yang mengobati pasiennya dengan prosedur yang benar yang membutuhkan waktu lama dalam pengobatannya akan ditinggalkan oleh pasien yang tingkat pendidikan kesehatannya rendah.
Menurut saya, sebaiknya jangan langsung dibatasi, tetapi tingkat pendidikan kesehatan masyarakat ditingkatkan dulu, baru secara bertahap praktek dokter dibatasi. Bukan saya tidak setuju, tetapi masyarakat kita akan kesulitan mengakses kesehatan, apalagi citra puskesmas didaerah juga belum bagus-bagus sekali bila praktek dibatasi secara langsung.
Sebenarnya dalam tulisan saya ini bukan tujuan ingin membahas hal tersebut diatas, tetapi bagaimana bila masyarakat atau pemerintah juga menginginkan praktek apoteker dibatasi. Karena suatu hal yang tidak rasional bila apotek yang mempunyai kunjungan swamedikasi sampai diatas 300 orang per hari hanya mempunyai 1 orang apoteker saja. Itupun belum termasuk resep.
Banyak saya menemui apotek yang kunjungan swamedikasinya (usaha mendapatkan obat atas keinginan sendiri yang bukan berasal dari resep) lebih dari 300 orang perhari, padahal untuk daerah yang baru ada apotek hampir 100% masyarakat membutuhkan konsultasi meskipun hanya untuk sekedar obat bebas ataupun sekedar makanan atau juga terhadap kosmetik. Dan untuk daerah yang sudah lama ada apotek yang apotekernya praktek secara penuh biasanya masih sekitar 10%-20% yang membutuhkan konseling, itupun bila tidak ada obat baru atau masalah baru. Dan bahayanya sebagian dari mereka sering kali tidak menyadari bila sebenarnya memutuhkan konseling saat datang keapotek.
Bila apoteker praktek dibatasi dengan jumlah apotek yang boleh dipegang sebagai pengelola sudah ada atau dengan kata lain apoteker hanya boleh menjadi APA di satu tempat. Tetapi dibatasi terhadap jumlah yang boleh dilayani oleh seorang apoteker belum ada. Bila hal tersebut dilakukan, maka masyarakat yang ada di daerah terpencil akan kesulitan, jangankan mencari apoteker pendamping, mencari asisten saja susah.
Dalam hal ini saya rasa ISFI dan HISFARMA belum mempunyai banyak data penelitian, karena jumlah peminat farmasi masyarakat belum banyak meskipun jumlah apoteker yang praktek dibidang farmasi masyaakat cukup banyak. Umumnya yang praktek dalam farmasi masyarakat adalah terpaksa setelah tidak diterima di instansi yang lebih bergenggsi. Semoga penelitian terhadap farmasi masyarakat lebih diminati dan semoga kedepan dibuka spesialis farmasi masyarakat. Karena sebagai salah satu ujung tombak dalam pembangunan kesehatan bangsa dan sebagai salah satu ujung tombak pencerdasan kesehatan bangsa apoteker sudah saatnya dibenahi agar lebih berkembang sesuai kebutuhan jaman.
Karena belum banyaknya data di ISFI atau HISFARMA tentang pembatasan akan jumlah maksimal yang boleh dilayani oleh apoteker per hari di apotek, sebaiknya ISFI dan HISFARMA secepatnya memperkaya data. Karena bagaimanapun juga pembatasan akan membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih optimal. Dan bila diterapkan secara langsung dengan pertimbangan empiris atau tidak ilmiah, kita mengkawatirkan masyaraka tidak akan diuntungkan tetapi bisa jadi malah justru akan lebih dirugikan.
Dari uraian diatas sebenarnya dapat ditarik kesimpulan bila akar permasalahannya adalah tingkat pendidikan kesehatan masyarakat yang rendah. Jadi bukan suatu kesalahan, bila suatu sarana kesehatan mempunyai kunjungan yang banyak. Bila pendidikan kesehatan masyarakat cukup atau menjadi lebih baik, tentu mereka tak akan mau berlama-lama hanya untuk menunggu giliran pelayanan kesehatan dari suatu sarana kesehatan. Dan selanjutnya adalah tugas kita semua untuk meningkatkan tingkat pendidikan kesehatan masyarakat agar pelayanan menjadi lebih efektif dan rasional.
Semoga kedepan kita sebagai anggota HISFARMA menjadi lebih peka terhadap permasalahan kesehatan masyarakat disekitar kita, karena kitalah satu-satunya yang paling berkompeten terhadap pendidikan kesehatan masyarakat dibidang kefarmasian.
Rabu, 25 Juni 2008
MANA PENGHARGAAN BUAT APOTEKER?
MANA PENGHARGAAN BUAT APOTEKER?
Pertanyaan semacam ini sering dilontarkan oleh para apoteker yang enggan berpraktek profesi secara penuh diapotek. Bukannya para apoteker membutuhkan penghargaan yang sebesar-besarnya, tetapi hanya sekedar jasa profesi yang dapat memenuhi biaya hidup keluarganyapun susah didapatkan. Sebagian dari kita bukan enggan terus tidak mau berpraktek profesi, tetapi hanya membutuhkan jasa yang memadai yang setara dengan pekerjaan dan tanggung jawab. Bahkan beberapa apotek hanya menawarkan jasa profesi yang besarnya hanya dibawah angka UMR.
Sering kali saya bicara dengan teman-teman apoteker, bila pekerjaan seroang apoteker tidak hanya pekerjaan fisik diapotek saja, tetapi saat pulang dari apotekpun kita dituntut untuk bekerja demi apotek dengan belajar. Belajar untuk meningkatkan kualitas kita dan belajar untuk mengevaluasi pekerjaan kita. Semua teman setuju bila kita apoteker bekerja sehari adalah 6-8 jam fisik dan minimal 1 jam belajar dalam satu hari. Oleh karena itu biaya untuk eksistesi seorang apoteker tidak hanya sekedar biaya hidup, tetapi juga biaya untuk mendapatkan informasi. Bila kita hanya mendapatkan gaji sebesar UMR, maka kita hanya mendapatkan biaya hidup saja dan biaya untuk eksistensi seorang apoteker belum didapatkan. Sehingga kita dalam praktek profesi sering kali kurang pede, terutama yang ada didaerah.
Kita yang ada didaerah sering kali merasakan sulitnya mendapatkan informasi untuk mengembangkan profesi. Dan untungnya saat ini internet sudah bisa dibuka didaerah, bahkan dapat dibuka menggunakan hape. Tetapi untuk membuka informasi di internet tersebut dibutuhkan biaya yang tidak sedikit pula, yang mana jasa profesi apoteker mungkin hanya akan habis hanya untuk membuka informasi saja, terutama untuk apoteker aktif. Kadang saya juga berfikir apa bedanya apoteker pintar dengan apoteker yang hanya tidur saja dirumah dalam hal jasa profesi? karena seringkali mereka juga mendapatkan jasa yang hampir sama. Padahal Apoteker yang aktif membutukan biaya opresional untuk praktek yang lebih besar, karena biaya untuk mendapatkan iformasi lebih besar dan jelas-jelas masyarakat sangat diuntungkan dengan keberadaannya.
Kadang saya sangat mengharapkan pemerintah bersama ISFI membuat aturan yang lebih baik dan akomodatif sesuai kebutuhan pelayanan. Karena dengan lebih akomodatif bisa membuat apoteker betah untuk berpraktek profesi secara penuh. Dengan berpraktek profesi secara penuh masyarakat tentunya akan sangat diuntungkan dan derajat kesehatan bangsa akan dapat ditingkatkan dengan sangat bermakna.
Kita tahu bila apoteker adalah salah satu profesi kesehatan yang sangat strategis dinegara kita, meskipun pemerintah masih menganggap apoteker hanya sebagai "pelengkap". Strategis karena apotek bisa menjadi sumber informasi obat yang dapat diakses oleh masyarakat dimana saja dan kapan saja secara gratis dan dapat dipercaya. Seperti saat ini pada apotek saya, saya memberikan semua bentuk informasi obat dan konseling secara gratis kepada masyarakat, meskipun terhadap obat yang bukan diambil dari apotek saya. Saya selama ini siap ditanya kapan saja selama apotek buka, bahkan kadang pada saat apotek tutupun ada yang masih bertanya tentang informasi obat.
Memang belum semua masyarakat mau menggunakan jasa apoteker untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan dan obat di apotek. Tetapi hal ini harus dibiasakan untuk masa depannya, yang mana apotek sebagai sarana kesehatan satu-satunya yang paling siap membantu pemerintah dalam hal informasi obat. Bahkan untuk tujuan penyuluhan apotek adalah yang paling efektif, karena penyuluhan sifatnya bisa privat.
Semacam penyuluhan KB misalnya, apoteker menjadi tenaga profesional yang sangat berkompeten pula. Dan kelebihan lain dari keberadaan apoteker diapotek dalam perannya membangun kesehatan bangsa adalah apoteker tidak perlu digaji pemerintah, dan pemerintah cukup hanya memfasilitasi saja.
Semoga kedepan apa yang menjadi kesulitan apoteker dalam berpraktek profesi mendapatkan penghargaan dari pemerintah berupa kemudahan-kemudahan dalam menjalankan profesi dan lindungan hukum yang lebih baik. Dan dari masyarakat, semoga apoteker lebih dipercaya dalam menyampaikan informasi obat sehingga para apoteker lebih semangat untuk belajar demi eksistensi profesinya.
Pertanyaan semacam ini sering dilontarkan oleh para apoteker yang enggan berpraktek profesi secara penuh diapotek. Bukannya para apoteker membutuhkan penghargaan yang sebesar-besarnya, tetapi hanya sekedar jasa profesi yang dapat memenuhi biaya hidup keluarganyapun susah didapatkan. Sebagian dari kita bukan enggan terus tidak mau berpraktek profesi, tetapi hanya membutuhkan jasa yang memadai yang setara dengan pekerjaan dan tanggung jawab. Bahkan beberapa apotek hanya menawarkan jasa profesi yang besarnya hanya dibawah angka UMR.
Sering kali saya bicara dengan teman-teman apoteker, bila pekerjaan seroang apoteker tidak hanya pekerjaan fisik diapotek saja, tetapi saat pulang dari apotekpun kita dituntut untuk bekerja demi apotek dengan belajar. Belajar untuk meningkatkan kualitas kita dan belajar untuk mengevaluasi pekerjaan kita. Semua teman setuju bila kita apoteker bekerja sehari adalah 6-8 jam fisik dan minimal 1 jam belajar dalam satu hari. Oleh karena itu biaya untuk eksistesi seorang apoteker tidak hanya sekedar biaya hidup, tetapi juga biaya untuk mendapatkan informasi. Bila kita hanya mendapatkan gaji sebesar UMR, maka kita hanya mendapatkan biaya hidup saja dan biaya untuk eksistensi seorang apoteker belum didapatkan. Sehingga kita dalam praktek profesi sering kali kurang pede, terutama yang ada didaerah.
Kita yang ada didaerah sering kali merasakan sulitnya mendapatkan informasi untuk mengembangkan profesi. Dan untungnya saat ini internet sudah bisa dibuka didaerah, bahkan dapat dibuka menggunakan hape. Tetapi untuk membuka informasi di internet tersebut dibutuhkan biaya yang tidak sedikit pula, yang mana jasa profesi apoteker mungkin hanya akan habis hanya untuk membuka informasi saja, terutama untuk apoteker aktif. Kadang saya juga berfikir apa bedanya apoteker pintar dengan apoteker yang hanya tidur saja dirumah dalam hal jasa profesi? karena seringkali mereka juga mendapatkan jasa yang hampir sama. Padahal Apoteker yang aktif membutukan biaya opresional untuk praktek yang lebih besar, karena biaya untuk mendapatkan iformasi lebih besar dan jelas-jelas masyarakat sangat diuntungkan dengan keberadaannya.
Kadang saya sangat mengharapkan pemerintah bersama ISFI membuat aturan yang lebih baik dan akomodatif sesuai kebutuhan pelayanan. Karena dengan lebih akomodatif bisa membuat apoteker betah untuk berpraktek profesi secara penuh. Dengan berpraktek profesi secara penuh masyarakat tentunya akan sangat diuntungkan dan derajat kesehatan bangsa akan dapat ditingkatkan dengan sangat bermakna.
Kita tahu bila apoteker adalah salah satu profesi kesehatan yang sangat strategis dinegara kita, meskipun pemerintah masih menganggap apoteker hanya sebagai "pelengkap". Strategis karena apotek bisa menjadi sumber informasi obat yang dapat diakses oleh masyarakat dimana saja dan kapan saja secara gratis dan dapat dipercaya. Seperti saat ini pada apotek saya, saya memberikan semua bentuk informasi obat dan konseling secara gratis kepada masyarakat, meskipun terhadap obat yang bukan diambil dari apotek saya. Saya selama ini siap ditanya kapan saja selama apotek buka, bahkan kadang pada saat apotek tutupun ada yang masih bertanya tentang informasi obat.
Memang belum semua masyarakat mau menggunakan jasa apoteker untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan dan obat di apotek. Tetapi hal ini harus dibiasakan untuk masa depannya, yang mana apotek sebagai sarana kesehatan satu-satunya yang paling siap membantu pemerintah dalam hal informasi obat. Bahkan untuk tujuan penyuluhan apotek adalah yang paling efektif, karena penyuluhan sifatnya bisa privat.
Semacam penyuluhan KB misalnya, apoteker menjadi tenaga profesional yang sangat berkompeten pula. Dan kelebihan lain dari keberadaan apoteker diapotek dalam perannya membangun kesehatan bangsa adalah apoteker tidak perlu digaji pemerintah, dan pemerintah cukup hanya memfasilitasi saja.
Semoga kedepan apa yang menjadi kesulitan apoteker dalam berpraktek profesi mendapatkan penghargaan dari pemerintah berupa kemudahan-kemudahan dalam menjalankan profesi dan lindungan hukum yang lebih baik. Dan dari masyarakat, semoga apoteker lebih dipercaya dalam menyampaikan informasi obat sehingga para apoteker lebih semangat untuk belajar demi eksistensi profesinya.
PRAKTEK DOKTER DIBATASI
PRAKTEK DOKTER DIBATASI
Saya baca dari http://www.isfinational.or.id/content/view/408/1/ termuat : Baru kali ini saya melihat kritik pemimpin negara terhadap profesi dokter ... terakhir ialah pengetahuan para dokter umum juga banyak spesialis tentang diagnostik, obat dan pengobatan sangat menyedihkan. ...
Menurut saya kenapa pengetahuan diagnostik, obat dan pengobatan sangat menyedihkan, salah satunya karena memang tugas dokter sangat berat, terutama didaerah. Bukan maksud saya membela dokter, tetapi kenyataannya memang begitu. Dokter masih harus mengurusi semuanya, termasuk tentang pengadaan obat, meracik obat, dan sebagainya, yang mana seharusnya sudah dibagi tugaskan kepada profesi kesehatan lain.
Mungkin juga permasalahan tersebut dikarenakan jasa profesi yang terlalu kecil. Bisa dibayangkan jasa kecil dan volume pekerjaan yang besar akan mempersulit para tenaga kesehatan termasuk dokter dan tenaga kesehatan lain akan kesulitan untuk meng up date ilmu pengetahuan mereka. Hal semacam ini menurut saya tidak bisa diatasi dengan membatasi praktek mereka, tetapi seharusnya dibuatlah sistem yang benar dalam pelayanan kesehatan, dengan segala aspeknya.
Pemasalahan lain dari penyebab ini adalah sangat rendahnya tingkat pendidikan kesehatan masyarakat. Karena rendahnya tingkat pendidikan kesehatan ini maka sering kali masyarakat tidak sadar akan apa yang harus dituntut kepada seorang dokter. Ketidak mengertian ini pula yang menyebabkan dokter kesulitan akan mengembangkan profesinya, karena umumnya masyarakat juga keberatan dengan jasa profesi. Keberatan ini salah satunya disebabkan masyarakat mengangap jasa profesi sebagai suatu hal yang tak perlu yang disebakan rendahnya tingkat kesadaran akan kesehatan.
Hal lain yang terkait pendidikan kesehatan yang rendah antara lain adalah masyarakat tidak mementingkan apa itu proses pengobatan, yang penting adalah sembuh. Padahal untuk sembuh urut-urutan proses pengobatan harus dilalui, dan masyarakat seringkali tak mau tahu dengan itu. Saya sering menyarankan untuk memegang "dokter keluarga" dalam mengelola penyakit. Dalam artian bebasnya kurang lebih sebagai berikut; pasien tak perlu terlalu detil belajar tentang cara pengelolaan penyakit secara menyeluruh, karena tidak akan kesulitan, tetapi jadikan salah satu dokter praktek disekitarnya untuk menjadi konsultan kesehatan keluarga dengan segala aspeknya. Karena dengan mengangkat dokter keluarga biaya kesehatan akan relatif dapat ditekan, kerena biaya kesehatan yang tidak perlu bisa ditiadakan.
Pada masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah seringkali akan datang ke dokter saat sakit dan bila tak sembuh akan pindah dokter, dan begitu seterusnya. Bisa jadi untuk menyelesaikan satu kasus kesehatan bisa membutuhkan 5 orang dokter yang berbeda. Hal ini seperti yang dialami oleh famili saya, yang mana membutuhkan 5 orang dokter hanya untuk mengobati nyeri karena cedera. Sebenarnya sudah saya sarankan pegang saja satu dokter yang paling dipercaya, bila tidak ada perkembangan langsung minta rujukan. Supaya proses pengobatan tak berlarut-larut.
Sebenarnya masalah yang terkait dengan pengetahuan dan pengembangan suatu profesi kesehatan tidak hanya terjadi pada dokter. Kitapun para apoteker juga kesulitan untuk mengembangkan profesi yang mana permasalahannya juga sangat banyak. Dan menurut saya keputusan dengan membatasi praktek bukan salah satu solusi, setidaknya bukan solusi terbaik. Untuk membuat solusi terbaik seharusnya instansi terkait dan organisasi profesi mengembangkannya dengan didukung suatu data penelitian. Bukan hanya sekedar ngomong tanpa dasar yang hanya empiris atau mengada-ada. Karena dengan data, pengembangan akan lebih optimal dan mengurangi debat kusir yang justru akan menjadikan kita tesesat dalam kata-kata yang tiada habisnya.
Suatu kritik yang amat bagus telah dilakukan dan menurut saya kritik ini sebenarnya bukan saja untuk dokter, tetapi untuk semua tenaga kesehatan termasuk kita para apoteker. Yang mana kompetensi suatu profesi kesehatan harus selalu dipertahankan dan harus selalu ditingkatkan.
Saya baca dari http://www.isfinational.or.id/content/view/408/1/ termuat : Baru kali ini saya melihat kritik pemimpin negara terhadap profesi dokter ... terakhir ialah pengetahuan para dokter umum juga banyak spesialis tentang diagnostik, obat dan pengobatan sangat menyedihkan. ...
Menurut saya kenapa pengetahuan diagnostik, obat dan pengobatan sangat menyedihkan, salah satunya karena memang tugas dokter sangat berat, terutama didaerah. Bukan maksud saya membela dokter, tetapi kenyataannya memang begitu. Dokter masih harus mengurusi semuanya, termasuk tentang pengadaan obat, meracik obat, dan sebagainya, yang mana seharusnya sudah dibagi tugaskan kepada profesi kesehatan lain.
Mungkin juga permasalahan tersebut dikarenakan jasa profesi yang terlalu kecil. Bisa dibayangkan jasa kecil dan volume pekerjaan yang besar akan mempersulit para tenaga kesehatan termasuk dokter dan tenaga kesehatan lain akan kesulitan untuk meng up date ilmu pengetahuan mereka. Hal semacam ini menurut saya tidak bisa diatasi dengan membatasi praktek mereka, tetapi seharusnya dibuatlah sistem yang benar dalam pelayanan kesehatan, dengan segala aspeknya.
Pemasalahan lain dari penyebab ini adalah sangat rendahnya tingkat pendidikan kesehatan masyarakat. Karena rendahnya tingkat pendidikan kesehatan ini maka sering kali masyarakat tidak sadar akan apa yang harus dituntut kepada seorang dokter. Ketidak mengertian ini pula yang menyebabkan dokter kesulitan akan mengembangkan profesinya, karena umumnya masyarakat juga keberatan dengan jasa profesi. Keberatan ini salah satunya disebabkan masyarakat mengangap jasa profesi sebagai suatu hal yang tak perlu yang disebakan rendahnya tingkat kesadaran akan kesehatan.
Hal lain yang terkait pendidikan kesehatan yang rendah antara lain adalah masyarakat tidak mementingkan apa itu proses pengobatan, yang penting adalah sembuh. Padahal untuk sembuh urut-urutan proses pengobatan harus dilalui, dan masyarakat seringkali tak mau tahu dengan itu. Saya sering menyarankan untuk memegang "dokter keluarga" dalam mengelola penyakit. Dalam artian bebasnya kurang lebih sebagai berikut; pasien tak perlu terlalu detil belajar tentang cara pengelolaan penyakit secara menyeluruh, karena tidak akan kesulitan, tetapi jadikan salah satu dokter praktek disekitarnya untuk menjadi konsultan kesehatan keluarga dengan segala aspeknya. Karena dengan mengangkat dokter keluarga biaya kesehatan akan relatif dapat ditekan, kerena biaya kesehatan yang tidak perlu bisa ditiadakan.
Pada masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah seringkali akan datang ke dokter saat sakit dan bila tak sembuh akan pindah dokter, dan begitu seterusnya. Bisa jadi untuk menyelesaikan satu kasus kesehatan bisa membutuhkan 5 orang dokter yang berbeda. Hal ini seperti yang dialami oleh famili saya, yang mana membutuhkan 5 orang dokter hanya untuk mengobati nyeri karena cedera. Sebenarnya sudah saya sarankan pegang saja satu dokter yang paling dipercaya, bila tidak ada perkembangan langsung minta rujukan. Supaya proses pengobatan tak berlarut-larut.
Sebenarnya masalah yang terkait dengan pengetahuan dan pengembangan suatu profesi kesehatan tidak hanya terjadi pada dokter. Kitapun para apoteker juga kesulitan untuk mengembangkan profesi yang mana permasalahannya juga sangat banyak. Dan menurut saya keputusan dengan membatasi praktek bukan salah satu solusi, setidaknya bukan solusi terbaik. Untuk membuat solusi terbaik seharusnya instansi terkait dan organisasi profesi mengembangkannya dengan didukung suatu data penelitian. Bukan hanya sekedar ngomong tanpa dasar yang hanya empiris atau mengada-ada. Karena dengan data, pengembangan akan lebih optimal dan mengurangi debat kusir yang justru akan menjadikan kita tesesat dalam kata-kata yang tiada habisnya.
Suatu kritik yang amat bagus telah dilakukan dan menurut saya kritik ini sebenarnya bukan saja untuk dokter, tetapi untuk semua tenaga kesehatan termasuk kita para apoteker. Yang mana kompetensi suatu profesi kesehatan harus selalu dipertahankan dan harus selalu ditingkatkan.
Jumat, 20 Juni 2008
TIP MEMILIH PRODUK JAMU
TIP MEMILIH PRODUK JAMU
Artikel dari SURYA jumat tgl 20 juni 2008, Waspadai Jamu Beracun, kemudian dibawahnya ada tips memilih jamu:
1. Hindari kemasan kusam dan rusak
2. Harus ada nomor pendaftaran di BB POM, serta nomor kode produksi
3. Nama pabrik harus tercatat jelas, lengkap dengan alamatnya
4. Lihat batas kedaluwarsanya
5. Saat membeli goyang-goyangka kemasannya. Jika saat digoyang kemasannya terasa menggumpal, jangan dikosumsi karena tinggkat kelembabannya tinggi sehingga memudahkan jamr berkembang.
6. Jangan kosumsi jamu yang masuk daftar public warning kelaran BB POM
Untuk masyarakat yang berpendidikan kesehatan tingi tips diatas akan banyak manfaatnya, tetapi tidak akan berpengaruh terhadap masyarakat yang berpendidikan kesehatan sangat rendah. Kita sering memajang diapotek semua berita dari berbagai media agar masyarakat menghindari jamu berbahaya, tetapi hasilnya akan sangat rendah bila tidak diikuti edukasi secara langsung. Hal tersebut dapat dilihat dengan tinginya permintaan jamu tersebut ke apotek saya.
Denga tinginya permintaan seperti itu tentu saja tidak saya jawab dengan kata "tidak punya", tetapi selalu saya jawab dengan edukasi yang benar akan bahayanya bahan berbahaya yang dikemas dalam jamu. Siapapun yang datang seringkali saya jawab dengan hal tersebut. Biasanya setelah ada penangkapan jamu ilegal seperti saat ini, maka pasokan jamu kemasyarakat akan hilang dan masyarakat akan mencoba mencari kemana saja dan sering kali akan mencoba mencari pula ke apotek.
Saat ini sebenarnya adalah saat yang tepat buat kita para apoteker untuk melakukan edukasi yang benar tentang tentang bahayanya jamu yang terkontaminasi bahan berbahaya. Sehingga efek dari pemberantasan jamu berbahaya oleh BPOM menjadi lebih efektif, karena ada efek sinergis dengan usaha kita melakukan edukasi.
Bagaimanapun juga kita sebagai apoteker harus merasa ikut berangung jawab terhadap perkembangan jamu, karena apoteker adalah satu-satunya profesi kesehatan yang berkompeten bicara masalah jamu. Seperti di tulisan saya terdahulu, sebaiknya toko jamu atau kios jamu diangkat menjadi sarana kesehatan, agar pengawasannya menjadi lebih mudah. Bagaimanapun juga jamu adalah aset bangsa yang tak ternilai harganya, jadi kita juga merasa wajib untuk ikut menjaga agar tidak dikotori oleh tangan-tangan kotor yang sengaja mencari kentungan sesaat dengan membahayakan orang lain.
Artikel dari SURYA jumat tgl 20 juni 2008, Waspadai Jamu Beracun, kemudian dibawahnya ada tips memilih jamu:
1. Hindari kemasan kusam dan rusak
2. Harus ada nomor pendaftaran di BB POM, serta nomor kode produksi
3. Nama pabrik harus tercatat jelas, lengkap dengan alamatnya
4. Lihat batas kedaluwarsanya
5. Saat membeli goyang-goyangka kemasannya. Jika saat digoyang kemasannya terasa menggumpal, jangan dikosumsi karena tinggkat kelembabannya tinggi sehingga memudahkan jamr berkembang.
6. Jangan kosumsi jamu yang masuk daftar public warning kelaran BB POM
Untuk masyarakat yang berpendidikan kesehatan tingi tips diatas akan banyak manfaatnya, tetapi tidak akan berpengaruh terhadap masyarakat yang berpendidikan kesehatan sangat rendah. Kita sering memajang diapotek semua berita dari berbagai media agar masyarakat menghindari jamu berbahaya, tetapi hasilnya akan sangat rendah bila tidak diikuti edukasi secara langsung. Hal tersebut dapat dilihat dengan tinginya permintaan jamu tersebut ke apotek saya.
Denga tinginya permintaan seperti itu tentu saja tidak saya jawab dengan kata "tidak punya", tetapi selalu saya jawab dengan edukasi yang benar akan bahayanya bahan berbahaya yang dikemas dalam jamu. Siapapun yang datang seringkali saya jawab dengan hal tersebut. Biasanya setelah ada penangkapan jamu ilegal seperti saat ini, maka pasokan jamu kemasyarakat akan hilang dan masyarakat akan mencoba mencari kemana saja dan sering kali akan mencoba mencari pula ke apotek.
Saat ini sebenarnya adalah saat yang tepat buat kita para apoteker untuk melakukan edukasi yang benar tentang tentang bahayanya jamu yang terkontaminasi bahan berbahaya. Sehingga efek dari pemberantasan jamu berbahaya oleh BPOM menjadi lebih efektif, karena ada efek sinergis dengan usaha kita melakukan edukasi.
Bagaimanapun juga kita sebagai apoteker harus merasa ikut berangung jawab terhadap perkembangan jamu, karena apoteker adalah satu-satunya profesi kesehatan yang berkompeten bicara masalah jamu. Seperti di tulisan saya terdahulu, sebaiknya toko jamu atau kios jamu diangkat menjadi sarana kesehatan, agar pengawasannya menjadi lebih mudah. Bagaimanapun juga jamu adalah aset bangsa yang tak ternilai harganya, jadi kita juga merasa wajib untuk ikut menjaga agar tidak dikotori oleh tangan-tangan kotor yang sengaja mencari kentungan sesaat dengan membahayakan orang lain.
Rabu, 18 Juni 2008
POLISI MENGGEREBEK APOTEK
POLISI MENGGEREBEK SEBUAH APOTEK
(tulisan ini menanggapi yang di forum ISFI dan www.apotekerindonesia.blogspot.com)
"Apotek ini diduga digunakan untuk memproduksi obat kecantikan serta tidak mempunyai izin"
Dimanakah pernyataan ini yang salah? Apotek pada mulanya didirikan memang untuk memproduksi obat untuk kebutuhan resep dari dokter. Sekarang pada perkembangannya apotek lebih banyak yang berfungsi hanya mendistribusikan obat saja, sedangkan fungsi memproduksi hampir hilang. Menurut aku polisi ini tentu polisi yang tak mengerti dunia kesehatan sama sekali terutama pada bidang kefarmasian, sehingga terjadi penggerebekan. Secara teori alat produksi apa saja boleh ada didalam apotek untuk membantu meracik atau memproduksi obat. Polisi ini menurut saya juga mempunyai pedidikan kesehatan yang termasuk rendah, karena tak mengerti fungsi apotek dengan benar.
Suatu hal yang patut untuk disayangkan bila masyarakat sekelas polisipun mempunyai pendidikan kesehatan yang rendah pada bidang kesehaan khususnya kefarmasian. Dimanakah kesalahannya? bisa saja terjadi pada semua pihak. Bisa jadi yang polisi tidak pernah sakit sehinga tidak pernah ketemu apoteker untuk berkonsultasi tentang obat atau dunia kefarmasian. Bisa jadi karena apotekernya hanya menjual harga diri saja, seperti dalam kasus ini adalah RP800.000;- saja. Bisa jadi karena menteri kita hanya menganggap apoteker adalah pelengkap saja dalam dunia kesehatan, atau hanya pantes-pantesan saja, karena dinegara lain juga ada apoteker.
Suatu hal yang manusiawi bila anggota masyarakat seperti polisi menjadi tidak mengerti posisi apotek didalam dunia kesehatan dan hukum. Karena memang apotek adalah sarana kesehatan yang umumnya tidak pernah dilibatkan dalam program pemerintah sehingga masyarakat hanya mengerti apotek hanya sebatas penjual obat saja, meski dalam bahasanya kita tak mau dikatakan sebagai penjual obat. karena kita memang bukan penjual obat. Beda dengan posyandu yang selalu diikutkan dalam program pemerintah meskipun tenaga trampil disana sedikit memadai. Apotek tidak pernah disentuh atau dilibatkan secara langsung meskipun diisi oleh orang-orang yang berkompeten dibidangnya. semoga kedepan peran apoeker lebih dilibatkan oleh pemerintah agar apoteker lebih merasa dihargai meskipun gajinya hanya kecil.
Suatu kesalahan yang sering dilakukan oleh para apoeker adalah hanya menjual harga diri dengan menerima gaji, tanpa ada pekerjaan kefarmasian yang jelas yang harus dilakukan. Memang sekilas sepertinya mudah menjadi pelayan kesehatan diapotek, tetapi sebenarnya hal tersebut sangat sulit dan komplek. Sepertinya mudah bila seseorang membeli obat flu apalagi iklan obat jenis tersebut sangat banyak, tinggal kasih saja. Tetapi sebenarnya sulit untuk melakukan edukasi yang benar, meskipun obat bebas terbatas. Karena tidak semua orang boleh menggunakan obat flu jenis tertentu, disinilah tugas apoteker pada swamedikasi. Banyak kesalahan orang minum obat bebas terbatas yang celaka karena menjadi korban iklan yang lebih celaka lagi pada saat membeli obat diapotek tidak dikonseling dengan konseling yang memadai. Semoga kedepan semua apotek akan melakukan TATAP. Dan seandainya TATAP diterapkan saat penggerebekan yang mana apoteker ada diapotek saat pengerebekan, mungkin polisi akan memahami bila memang tugas apoteker diapotek salah satunya memang "memproduksi obat".
Kadang saya juga heran dengan menteri kita, karena jarang ada dinas kesehatan yang mempunyai apoteker yang cukup. Cari apoteker di dinas kadang-kadang juga sulit karena jumlahnya tidak memadai. Mungkin apoteker memang untuk pantes-pantesan saja, karena seperti di negara lain ada apoteker dan akhirnya hanya sekedar ada. Mungkin kita menganggap bila suatu negara mempunyai tenaga kesehatan yang lengkap akan kelihatan lebih gagah dan maju meskipun sebenarnya hanya pajangan saja tanpa pernah diberi suatu keterlibatan yang khusus dalam membangun kesehatan bangsa. Karena apoteker dianggap tidak penting, tanpa apotekerpun dinas kesehatan dapat berjalan dan tak ada masalah. Apoteker tak perlu dilibatkan dalam program kesehatan pemerintah, dalam penanganan bencana dan dalam hal-hal lain karena apoteker hanya pelengkap, mungkin inilah anggapan kebenyakan pejabat kita. Suatu hal yang disayangkan, seharusnya kasus semacam ini tak perlu terjadi. Seandainya sampai terjadi seperti saat ini (penggerebekan apotek), maka menteri kesehatan juga harus bertanggung jawab karena sebagai pihak yang mengeluarkan ijin sekaligus sebagai pembina apotek. Termasuk juga menteri harus bertanggung jawab atas kekurangan jumlah apoteker yang bekerja di kedinasan.
Kesimpulan saya, hal tersebut adalah kesalahan kita semua sebagai manusia. Yang mana kedepan kita harus memperbaiki dengan memikirkan kepentingan rakyat secara utuh. Apoteker juga rakyat seperti masyarakat lain yang menggunakan jasa apoteker. Apoteker juga membutuhkan perlindungan terhadap hukum juga terhadap kesewenang-wenangan. Hampir 12 tahun saya mengabdi sebagai pendidik kesehatan masyarakat dengan berusaha praktek profesi secara penuh dengan penuh dedikasi, tetapi kadang saya merasa tidak ada penghargaan terhadap jerih payah saya. Saya telah mengajari masyarakat tentang kesehatan yang utamanya masalah kefarmasian. Meski tak ada penghargaan dan umumnya mereka hanya menganggap saya sebagai pedagang obatpun saya tidak ambil pusing, karena yang terpenting adalah dedikasi saya untuk mengangkat derajat kesehatan masyarakat sekitar saya.
Sebagai tambahan, meskipun tanpa penghargaan saya merasakan profesi apoteker adalah sangat mulia, setara dengan dokter atau guru. Saya mengucapkan terima kasih kepada masyarakat sekitar saya yang telah mendukung upaya saya berpraktek profesi dengan penuh dedikasi. mendukung dengan memanfaatkan edukasi, konseling, informasi dan layanan kefarmasian yang lain. Terima kasih Tuhan, Terima kasih karena engkau telah memberiku kekuatan selama ini, meskipun saya hampir tidak pernah bersilaturahmi ketetangga aku meski hanya sebatas tahlil, bahkan untuk merayakan idul fitripun aku kesulitan. Terima kasih Tuhan kau ciptakan dalam diri aku rasa kasihan kepada masyarakat disekitar aku.
(tulisan ini menanggapi yang di forum ISFI dan www.apotekerindonesia.blogspot.com)
"Apotek ini diduga digunakan untuk memproduksi obat kecantikan serta tidak mempunyai izin"
Dimanakah pernyataan ini yang salah? Apotek pada mulanya didirikan memang untuk memproduksi obat untuk kebutuhan resep dari dokter. Sekarang pada perkembangannya apotek lebih banyak yang berfungsi hanya mendistribusikan obat saja, sedangkan fungsi memproduksi hampir hilang. Menurut aku polisi ini tentu polisi yang tak mengerti dunia kesehatan sama sekali terutama pada bidang kefarmasian, sehingga terjadi penggerebekan. Secara teori alat produksi apa saja boleh ada didalam apotek untuk membantu meracik atau memproduksi obat. Polisi ini menurut saya juga mempunyai pedidikan kesehatan yang termasuk rendah, karena tak mengerti fungsi apotek dengan benar.
Suatu hal yang patut untuk disayangkan bila masyarakat sekelas polisipun mempunyai pendidikan kesehatan yang rendah pada bidang kesehaan khususnya kefarmasian. Dimanakah kesalahannya? bisa saja terjadi pada semua pihak. Bisa jadi yang polisi tidak pernah sakit sehinga tidak pernah ketemu apoteker untuk berkonsultasi tentang obat atau dunia kefarmasian. Bisa jadi karena apotekernya hanya menjual harga diri saja, seperti dalam kasus ini adalah RP800.000;- saja. Bisa jadi karena menteri kita hanya menganggap apoteker adalah pelengkap saja dalam dunia kesehatan, atau hanya pantes-pantesan saja, karena dinegara lain juga ada apoteker.
Suatu hal yang manusiawi bila anggota masyarakat seperti polisi menjadi tidak mengerti posisi apotek didalam dunia kesehatan dan hukum. Karena memang apotek adalah sarana kesehatan yang umumnya tidak pernah dilibatkan dalam program pemerintah sehingga masyarakat hanya mengerti apotek hanya sebatas penjual obat saja, meski dalam bahasanya kita tak mau dikatakan sebagai penjual obat. karena kita memang bukan penjual obat. Beda dengan posyandu yang selalu diikutkan dalam program pemerintah meskipun tenaga trampil disana sedikit memadai. Apotek tidak pernah disentuh atau dilibatkan secara langsung meskipun diisi oleh orang-orang yang berkompeten dibidangnya. semoga kedepan peran apoeker lebih dilibatkan oleh pemerintah agar apoteker lebih merasa dihargai meskipun gajinya hanya kecil.
Suatu kesalahan yang sering dilakukan oleh para apoeker adalah hanya menjual harga diri dengan menerima gaji, tanpa ada pekerjaan kefarmasian yang jelas yang harus dilakukan. Memang sekilas sepertinya mudah menjadi pelayan kesehatan diapotek, tetapi sebenarnya hal tersebut sangat sulit dan komplek. Sepertinya mudah bila seseorang membeli obat flu apalagi iklan obat jenis tersebut sangat banyak, tinggal kasih saja. Tetapi sebenarnya sulit untuk melakukan edukasi yang benar, meskipun obat bebas terbatas. Karena tidak semua orang boleh menggunakan obat flu jenis tertentu, disinilah tugas apoteker pada swamedikasi. Banyak kesalahan orang minum obat bebas terbatas yang celaka karena menjadi korban iklan yang lebih celaka lagi pada saat membeli obat diapotek tidak dikonseling dengan konseling yang memadai. Semoga kedepan semua apotek akan melakukan TATAP. Dan seandainya TATAP diterapkan saat penggerebekan yang mana apoteker ada diapotek saat pengerebekan, mungkin polisi akan memahami bila memang tugas apoteker diapotek salah satunya memang "memproduksi obat".
Kadang saya juga heran dengan menteri kita, karena jarang ada dinas kesehatan yang mempunyai apoteker yang cukup. Cari apoteker di dinas kadang-kadang juga sulit karena jumlahnya tidak memadai. Mungkin apoteker memang untuk pantes-pantesan saja, karena seperti di negara lain ada apoteker dan akhirnya hanya sekedar ada. Mungkin kita menganggap bila suatu negara mempunyai tenaga kesehatan yang lengkap akan kelihatan lebih gagah dan maju meskipun sebenarnya hanya pajangan saja tanpa pernah diberi suatu keterlibatan yang khusus dalam membangun kesehatan bangsa. Karena apoteker dianggap tidak penting, tanpa apotekerpun dinas kesehatan dapat berjalan dan tak ada masalah. Apoteker tak perlu dilibatkan dalam program kesehatan pemerintah, dalam penanganan bencana dan dalam hal-hal lain karena apoteker hanya pelengkap, mungkin inilah anggapan kebenyakan pejabat kita. Suatu hal yang disayangkan, seharusnya kasus semacam ini tak perlu terjadi. Seandainya sampai terjadi seperti saat ini (penggerebekan apotek), maka menteri kesehatan juga harus bertanggung jawab karena sebagai pihak yang mengeluarkan ijin sekaligus sebagai pembina apotek. Termasuk juga menteri harus bertanggung jawab atas kekurangan jumlah apoteker yang bekerja di kedinasan.
Kesimpulan saya, hal tersebut adalah kesalahan kita semua sebagai manusia. Yang mana kedepan kita harus memperbaiki dengan memikirkan kepentingan rakyat secara utuh. Apoteker juga rakyat seperti masyarakat lain yang menggunakan jasa apoteker. Apoteker juga membutuhkan perlindungan terhadap hukum juga terhadap kesewenang-wenangan. Hampir 12 tahun saya mengabdi sebagai pendidik kesehatan masyarakat dengan berusaha praktek profesi secara penuh dengan penuh dedikasi, tetapi kadang saya merasa tidak ada penghargaan terhadap jerih payah saya. Saya telah mengajari masyarakat tentang kesehatan yang utamanya masalah kefarmasian. Meski tak ada penghargaan dan umumnya mereka hanya menganggap saya sebagai pedagang obatpun saya tidak ambil pusing, karena yang terpenting adalah dedikasi saya untuk mengangkat derajat kesehatan masyarakat sekitar saya.
Sebagai tambahan, meskipun tanpa penghargaan saya merasakan profesi apoteker adalah sangat mulia, setara dengan dokter atau guru. Saya mengucapkan terima kasih kepada masyarakat sekitar saya yang telah mendukung upaya saya berpraktek profesi dengan penuh dedikasi. mendukung dengan memanfaatkan edukasi, konseling, informasi dan layanan kefarmasian yang lain. Terima kasih Tuhan, Terima kasih karena engkau telah memberiku kekuatan selama ini, meskipun saya hampir tidak pernah bersilaturahmi ketetangga aku meski hanya sebatas tahlil, bahkan untuk merayakan idul fitripun aku kesulitan. Terima kasih Tuhan kau ciptakan dalam diri aku rasa kasihan kepada masyarakat disekitar aku.
Senin, 16 Juni 2008
APOTEK YANG BAIK
APOTEK YANG BAIK
Apotek yang baik adalah apotek yang ditangani dengan baik oleh seorang atau beberapa apoteker. Bukan hanya sekedar apotek yang didesain baik atau apotek yang bangunan fisiknya baik. Disini diharapkan kedepan masyarakat lebih dapat menilai bila apotek yang baik adalah apotek yang menerapkan TATAP atau Tiada Apoteker Tiada Pelayanan. Dengan TATAP diharapkan pelayanan menjadi lebih optimal.
Saat ini masih banyak masyarakat cenderung memilih harga murah sebagai pilihan terhadap apotek, kedepan diharapkan masyarakat menjadi lebih menghargai profesi dengan lebih memperhitungkan keselamatan dan kenyamanan penggunaan obat sebagai hal yang adil bila pada apotek yang baik atau standar profesi menjadi sedikit lebih mahal. Banyak alasan memang, kenapa masyarakat lebih memlih harga murah ketimbang keselamatan dan kenyamanan penggunaan obat. Tetapi kedepan bila kita dapat melakukan pendidikan kesehatan kemasyarakat dengan lebih intensif, masyarakat akan lebih memilih keselamatan dan kenyamanan penggunaan obat sebagai suatu kebutuhan.
Saat ini banyak apotek yang lebih mahal tetap laku meski apoteker tidak ada ditempat, dikarenakan banyak hal pula. Dan bila apotek menjual dengan pelayanan kefarmasian yang utuh dan harga menjadi sedikit mahal saya rasa masyarakat bisa memahami, karena keselamatan dalam penggunaan sediaan farmasi adalah hal yang paling penting dan harus ada dalam pelayanan kefarmasian. Tak ada untungnya murah bila pelayanan juga tidak memadai.
Masyarakat kedepan adalah masyarakat yang cerdas dan lebih bisa menilai tentang suatu pelayanan yang baik, yang tidak dapat hanya sekedar dibodohi dengan harga obat murah. Masyarakat kedepan adalah masyarakat yan lebih mementingkan arti kesehatan, jadi apalah artinya bila harga hanya selisih 2-5% tetapi kenyamanan pelayanan oleh seorang apoteker secara langsung mereka dapatkan. Saat ini sudah cukup banyak masyarakat yang kenal dengan apoteker, dan kedepan apoteker adalah seorang yang sangat dihargai karena profesinya. Seringkali penghargaan timbul dari masyarakat setelah kita menujukan apa itu profesi apoteker.
Bila kita ibaratkan membeli mobil, kita tidak mau hanya diberi mobil dan kuncinya saja, kita harus meminta pelayanan purna jualnya dan semua informasi cara penggunaan mobil dengan benar. Demikian pula pada pelayanan kefarmasian, Masyarakat tidak cukup hanya sekedar menerima obat saja tanpa petunjuk lengkap cara penggunaan sediaan farmasi tersebut. Karena dengan informasi penggunaan sediaan farmasi diharapkan penggunaan sediaan farmasi menjadi lebih tepat dan dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dan bila tetap terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka penanganannyapun menjadi lebih mudah.
Kesimpulan, pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker secara langsung adalah segalanya dan harus ada dalam pelayanan kefarmasian diapotek. jadi apotek yang baik adalah apotek yang dikelola secara baik oleh apoteker yang berkompeten secara langsung dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi sehinga tujuan-tujuan apotek seperti pendidikan kesehatan masyarakat dan lain-lain dapat tercapai.
Apotek yang baik adalah apotek yang ditangani dengan baik oleh seorang atau beberapa apoteker. Bukan hanya sekedar apotek yang didesain baik atau apotek yang bangunan fisiknya baik. Disini diharapkan kedepan masyarakat lebih dapat menilai bila apotek yang baik adalah apotek yang menerapkan TATAP atau Tiada Apoteker Tiada Pelayanan. Dengan TATAP diharapkan pelayanan menjadi lebih optimal.
Saat ini masih banyak masyarakat cenderung memilih harga murah sebagai pilihan terhadap apotek, kedepan diharapkan masyarakat menjadi lebih menghargai profesi dengan lebih memperhitungkan keselamatan dan kenyamanan penggunaan obat sebagai hal yang adil bila pada apotek yang baik atau standar profesi menjadi sedikit lebih mahal. Banyak alasan memang, kenapa masyarakat lebih memlih harga murah ketimbang keselamatan dan kenyamanan penggunaan obat. Tetapi kedepan bila kita dapat melakukan pendidikan kesehatan kemasyarakat dengan lebih intensif, masyarakat akan lebih memilih keselamatan dan kenyamanan penggunaan obat sebagai suatu kebutuhan.
Saat ini banyak apotek yang lebih mahal tetap laku meski apoteker tidak ada ditempat, dikarenakan banyak hal pula. Dan bila apotek menjual dengan pelayanan kefarmasian yang utuh dan harga menjadi sedikit mahal saya rasa masyarakat bisa memahami, karena keselamatan dalam penggunaan sediaan farmasi adalah hal yang paling penting dan harus ada dalam pelayanan kefarmasian. Tak ada untungnya murah bila pelayanan juga tidak memadai.
Masyarakat kedepan adalah masyarakat yang cerdas dan lebih bisa menilai tentang suatu pelayanan yang baik, yang tidak dapat hanya sekedar dibodohi dengan harga obat murah. Masyarakat kedepan adalah masyarakat yan lebih mementingkan arti kesehatan, jadi apalah artinya bila harga hanya selisih 2-5% tetapi kenyamanan pelayanan oleh seorang apoteker secara langsung mereka dapatkan. Saat ini sudah cukup banyak masyarakat yang kenal dengan apoteker, dan kedepan apoteker adalah seorang yang sangat dihargai karena profesinya. Seringkali penghargaan timbul dari masyarakat setelah kita menujukan apa itu profesi apoteker.
Bila kita ibaratkan membeli mobil, kita tidak mau hanya diberi mobil dan kuncinya saja, kita harus meminta pelayanan purna jualnya dan semua informasi cara penggunaan mobil dengan benar. Demikian pula pada pelayanan kefarmasian, Masyarakat tidak cukup hanya sekedar menerima obat saja tanpa petunjuk lengkap cara penggunaan sediaan farmasi tersebut. Karena dengan informasi penggunaan sediaan farmasi diharapkan penggunaan sediaan farmasi menjadi lebih tepat dan dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dan bila tetap terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka penanganannyapun menjadi lebih mudah.
Kesimpulan, pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker secara langsung adalah segalanya dan harus ada dalam pelayanan kefarmasian diapotek. jadi apotek yang baik adalah apotek yang dikelola secara baik oleh apoteker yang berkompeten secara langsung dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi sehinga tujuan-tujuan apotek seperti pendidikan kesehatan masyarakat dan lain-lain dapat tercapai.
Jumat, 13 Juni 2008
BAHAN BERBAHAYA DIKEMAS DALAM JAMU
BAHAN BERBAHAYA DIKEMAS DALAM JAMU
Sebenarnya bukan "jamu yang mengandung bahan berbahaya", tetapi akan lebih pas bila disebut "bahan berahaya yang dikemas dalam jamu". Mengigat jamu adalah sediaan farmasi dan merupakan salah satu aset bangsa yang tak ternilai harganya, maka jamu perlu perlindungan dari pihak-pihak yang tidak bertangung jawab. Bentuk perlndungan yang telah dilakukan BPOM dengan memburu bahan kimia yang dikemas dalam jamu harus kita dukung dengan tindakan lain semacam penyuluhan di apotek oleh para apoteker.
Bentuk perlindungan terhadap jamu bisa dilakukan dengan banyak hal yang salah satunya dengan penerapan CPOTB atau GMP pada proses produksi jamu yang mana saat ini sudah mulai dilakukan oleh BPOM. CPOTB yang diterapkan BPOM akan lebih bermakna bila pada proses distribusi atau penyaluran jamu kemasyarakat juga distandarisasi. Mengingat jamu juga merupakan sediaan farmasi seharusnya kios jamu atau toko jamu harus juga berijin yang kedepannya juga harus menggunakan setidaknya asisten apoteker sebagai penangung jawab.
Dengan dibuat kios jamu atau toko jamu berijin maka semua yang terkait dengan jamu akan terlindungi mulai produsen, penyalur dan konsumen. Setidaknya kita menghindarkan penyalur jamu hanya digunakan sebagai kedok untuk menjual bahan berbahaya yang dikemas dalam jamu. Bila ini terjadi tidak hanya kosumen yang dirugikan tetapi juga produsen yang dirugikan karena citra jamunya akan menurun dan para pecinta dan penggemar minum jamu akan meningalkan jamu karena dianggap berbahaya. Bila masyarakat sudah enggan minum jamu maka tidak hanya produsen yang dirugikan tetapi pemerintah juga akan dirugikan baik secara langsung atau tidak langsung.
Seharusnya Pendirian kios jamu atau toko jamu memang harus berijin agar tidak merugikan semua pihak. Dengan mensyaratkan perijinan maka toko jamu atau kios jamu akan menjadi lebih standar dan lebih terpercaya, yang selanjutnya kita bisa memasukan toko jamu atau kios jamu sebagai salah satu sarana kesehatan didalam negeri ini. Sudah saatnya memasukan toko jamu atau kios jamu ke dalam sistem kesehatan mengingat jamu merupakan komoditi farmasi yang mempunyai nilai sangat tinggi.
Dengan membentuk toko jamu berijin, maka pengawasanpun akan menjadi lebih mudah. Dan selanjutnya bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan semacam efek samping dari jamu akan sangat mudah dimonitor, mengingat jamu pada prinsipnya tetap ada efek samping, meski umumnya rendah. Redahnya efek samping jamu ini yang umumnya dimanfaatkan oleh pihak yang tak bertangung jawab dengan memasukan bahan berbahaya.
Yang menjadi PR saat ini adalah bagaimana membuat model perijinan dari toko jamu atau kios jamu yang tidak terlalu memberatkan para pengecer jamu, tetapi cukup memberika perlindungan kepada konsumen. Dan tak ada gunanya CPOTB bila ternyata pada kios jamu tidak distandarisasi. Mungkin tahap awal yang harus dilakukan sebelum pemberlakuan perijinan adalah penyuluhan dan pembinaan kepada para pengecer jamu dengan melibatkan para produsen jamu yang sudah CPOTB.
Keuntungan dengan dilakukan standarisasi pengecer jamu, adalan akan akan meningkatkan citra dari jamu dan akan berdampak sangat luar biasa terhadap permintaan jamu. Saat ini banyak pencinta jamu yang sudah meninggalkan jamu, dan harapan kita adalah akan kembalinya pencinta jamu terhadap jamu. Dampak luar biasa terhadap permintaan jamu akan menguntungkan semua pihak dan sebaiknya kita mendukung pemberlakuan perijinan terhadap sarana kesehatan yang namanya kios jamu atau toko jamu demi kemajuan jamu sendiri dan derajat kesehatan bangsa. Saat ini Jamu adalah sediaan farmasi yang kurang diperhatikan karena banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang merusak citra jamu dan tak menginginkan jamu berkembang.
Sebenarnya bukan "jamu yang mengandung bahan berbahaya", tetapi akan lebih pas bila disebut "bahan berahaya yang dikemas dalam jamu". Mengigat jamu adalah sediaan farmasi dan merupakan salah satu aset bangsa yang tak ternilai harganya, maka jamu perlu perlindungan dari pihak-pihak yang tidak bertangung jawab. Bentuk perlndungan yang telah dilakukan BPOM dengan memburu bahan kimia yang dikemas dalam jamu harus kita dukung dengan tindakan lain semacam penyuluhan di apotek oleh para apoteker.
Bentuk perlindungan terhadap jamu bisa dilakukan dengan banyak hal yang salah satunya dengan penerapan CPOTB atau GMP pada proses produksi jamu yang mana saat ini sudah mulai dilakukan oleh BPOM. CPOTB yang diterapkan BPOM akan lebih bermakna bila pada proses distribusi atau penyaluran jamu kemasyarakat juga distandarisasi. Mengingat jamu juga merupakan sediaan farmasi seharusnya kios jamu atau toko jamu harus juga berijin yang kedepannya juga harus menggunakan setidaknya asisten apoteker sebagai penangung jawab.
Dengan dibuat kios jamu atau toko jamu berijin maka semua yang terkait dengan jamu akan terlindungi mulai produsen, penyalur dan konsumen. Setidaknya kita menghindarkan penyalur jamu hanya digunakan sebagai kedok untuk menjual bahan berbahaya yang dikemas dalam jamu. Bila ini terjadi tidak hanya kosumen yang dirugikan tetapi juga produsen yang dirugikan karena citra jamunya akan menurun dan para pecinta dan penggemar minum jamu akan meningalkan jamu karena dianggap berbahaya. Bila masyarakat sudah enggan minum jamu maka tidak hanya produsen yang dirugikan tetapi pemerintah juga akan dirugikan baik secara langsung atau tidak langsung.
Seharusnya Pendirian kios jamu atau toko jamu memang harus berijin agar tidak merugikan semua pihak. Dengan mensyaratkan perijinan maka toko jamu atau kios jamu akan menjadi lebih standar dan lebih terpercaya, yang selanjutnya kita bisa memasukan toko jamu atau kios jamu sebagai salah satu sarana kesehatan didalam negeri ini. Sudah saatnya memasukan toko jamu atau kios jamu ke dalam sistem kesehatan mengingat jamu merupakan komoditi farmasi yang mempunyai nilai sangat tinggi.
Dengan membentuk toko jamu berijin, maka pengawasanpun akan menjadi lebih mudah. Dan selanjutnya bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan semacam efek samping dari jamu akan sangat mudah dimonitor, mengingat jamu pada prinsipnya tetap ada efek samping, meski umumnya rendah. Redahnya efek samping jamu ini yang umumnya dimanfaatkan oleh pihak yang tak bertangung jawab dengan memasukan bahan berbahaya.
Yang menjadi PR saat ini adalah bagaimana membuat model perijinan dari toko jamu atau kios jamu yang tidak terlalu memberatkan para pengecer jamu, tetapi cukup memberika perlindungan kepada konsumen. Dan tak ada gunanya CPOTB bila ternyata pada kios jamu tidak distandarisasi. Mungkin tahap awal yang harus dilakukan sebelum pemberlakuan perijinan adalah penyuluhan dan pembinaan kepada para pengecer jamu dengan melibatkan para produsen jamu yang sudah CPOTB.
Keuntungan dengan dilakukan standarisasi pengecer jamu, adalan akan akan meningkatkan citra dari jamu dan akan berdampak sangat luar biasa terhadap permintaan jamu. Saat ini banyak pencinta jamu yang sudah meninggalkan jamu, dan harapan kita adalah akan kembalinya pencinta jamu terhadap jamu. Dampak luar biasa terhadap permintaan jamu akan menguntungkan semua pihak dan sebaiknya kita mendukung pemberlakuan perijinan terhadap sarana kesehatan yang namanya kios jamu atau toko jamu demi kemajuan jamu sendiri dan derajat kesehatan bangsa. Saat ini Jamu adalah sediaan farmasi yang kurang diperhatikan karena banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang merusak citra jamu dan tak menginginkan jamu berkembang.
Kamis, 12 Juni 2008
BPOM MEMBURU 54 JAMU BERBAHAYA
BPOM MEMBURU 54 JAMU BERBAHAYA
BPOM MEMBURU 54 JAMU BERBAHAYA, Berita koran SURYA kemarin tgl 11 juni. Banyaknya peredaran jamu berbahaya yang mengadung bahan berbahaya dikarenakan telah lunturnya seni pengobatan tradisional. Lunturnya seni pengobatan dan rasa kemanusiaan, yang melupakan keamanan pengguna obat tradisional atau jamu, yang mana salah satunya disebabkan sangat besarnya perputaran uang dalam bisnis pengobatan yang tidak banar ini, diperkirakan sampai 4 triliun rupiah. Pengobatan telah menjadi suatu bisnis dan seni pengobatan sering kali dikalahkan demi mengejar target keuntungan semata.
Suatu kesalahan dari kita semua yang mana para pengobat tradisonal tidak mendapat pembinaan yang baik dan pengobat tradisional sering kali juga tak mau dibina. Saat ini selain banyak beredar obat tradisional atau jamu berbahaya juga banyak beredar pengobat tradisional yang berbahaya pula. Karena pengobat tradisional tersebut menggunakan jamu berbahaya baik yang diracik sendiri atau orang lain, banyak pula pengobat tradisional yang mencoba menulis resep layaknya dokter dan menyarankan pasiennya menebus obat ke apotek.
Suatu langkah yang bagus yang dilakukan oleh BPOM dengan memburu jamu berbahaya, tetapi akan lebih baik lagi bila kita para apoteker juga bergerak dengan penyuluhan akan bahayanya penggunaan jamu yang mengandung bahan berbahaya. Berat memang tugas para apoteker ini karena terkait dengan merubah perilaku. Bila masyarakat sadar dengan bahaya jamu yang mengandung bahan berbahaya maka produk tersebut juga tidak akan laku dengan sendirinya.
Perilaku dari masyarakat pada umumnya adalah keinginan mendapatkan jamu yang ces pleng, atau jamu yang bereaksi cepat. Perilaku ini yang ditangkap sebagai peluang oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab dengan menjual bahan berbahaya dalam jamu.
Bagaimanapun obat tradisional adalah aset bangsa yang harus dijaga dan diselamatkan, oleh karena itu masayarakat harus disadarkan bila banyak pihak yang menjual bahan berbahaya dalam jamu. Dengan mengemas bahan berbahaya tersebut dalam jamu, maka masyarkat lebih mudah untuk dibodohi. Tugas apoteker sebagai salah satu pendidik kesehatan bangsa akan terlihat dengan berperan serta dalam upaya edukasi di apotek.
Sebagai pesan dari tulisan ini adalah tingkatkan peran apoteker di masyarakat dengan KIE demi kemajuan kesehatan bangsa dengan ikut pula mencerdaskan bangsa dalam pendidikan kesehatan bangsa. Juga marilah kita selamatkan masyarakat dari penjual bahan berbahaya yang dikemas dalam jamu, dengan edukasi yang baik lewat apotek. Dan semoga semangat sosial kia tidak luntur dan semoga kita semua menjadi pejuang kesehatan bangsa
BPOM MEMBURU 54 JAMU BERBAHAYA, Berita koran SURYA kemarin tgl 11 juni. Banyaknya peredaran jamu berbahaya yang mengadung bahan berbahaya dikarenakan telah lunturnya seni pengobatan tradisional. Lunturnya seni pengobatan dan rasa kemanusiaan, yang melupakan keamanan pengguna obat tradisional atau jamu, yang mana salah satunya disebabkan sangat besarnya perputaran uang dalam bisnis pengobatan yang tidak banar ini, diperkirakan sampai 4 triliun rupiah. Pengobatan telah menjadi suatu bisnis dan seni pengobatan sering kali dikalahkan demi mengejar target keuntungan semata.
Suatu kesalahan dari kita semua yang mana para pengobat tradisonal tidak mendapat pembinaan yang baik dan pengobat tradisional sering kali juga tak mau dibina. Saat ini selain banyak beredar obat tradisional atau jamu berbahaya juga banyak beredar pengobat tradisional yang berbahaya pula. Karena pengobat tradisional tersebut menggunakan jamu berbahaya baik yang diracik sendiri atau orang lain, banyak pula pengobat tradisional yang mencoba menulis resep layaknya dokter dan menyarankan pasiennya menebus obat ke apotek.
Suatu langkah yang bagus yang dilakukan oleh BPOM dengan memburu jamu berbahaya, tetapi akan lebih baik lagi bila kita para apoteker juga bergerak dengan penyuluhan akan bahayanya penggunaan jamu yang mengandung bahan berbahaya. Berat memang tugas para apoteker ini karena terkait dengan merubah perilaku. Bila masyarakat sadar dengan bahaya jamu yang mengandung bahan berbahaya maka produk tersebut juga tidak akan laku dengan sendirinya.
Perilaku dari masyarakat pada umumnya adalah keinginan mendapatkan jamu yang ces pleng, atau jamu yang bereaksi cepat. Perilaku ini yang ditangkap sebagai peluang oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab dengan menjual bahan berbahaya dalam jamu.
Bagaimanapun obat tradisional adalah aset bangsa yang harus dijaga dan diselamatkan, oleh karena itu masayarakat harus disadarkan bila banyak pihak yang menjual bahan berbahaya dalam jamu. Dengan mengemas bahan berbahaya tersebut dalam jamu, maka masyarkat lebih mudah untuk dibodohi. Tugas apoteker sebagai salah satu pendidik kesehatan bangsa akan terlihat dengan berperan serta dalam upaya edukasi di apotek.
Sebagai pesan dari tulisan ini adalah tingkatkan peran apoteker di masyarakat dengan KIE demi kemajuan kesehatan bangsa dengan ikut pula mencerdaskan bangsa dalam pendidikan kesehatan bangsa. Juga marilah kita selamatkan masyarakat dari penjual bahan berbahaya yang dikemas dalam jamu, dengan edukasi yang baik lewat apotek. Dan semoga semangat sosial kia tidak luntur dan semoga kita semua menjadi pejuang kesehatan bangsa
Langganan:
Postingan (Atom)