Sabtu, 28 Juni 2008

SAAT INI DOKTER BISA MELAYANI 100 PASIEN SEHARI

SAAT INI DOKTER BISA MELAYANI 100 PASIEN SEHARI


"Saat ini kan satu dokter bisa meayani 100 pasien sehari, sedangkan efektifnya sehari itu 32 pasien." kata kalla saat membuka Indo Medica Expo Ikatan Dokter Indonesia ... ( tempo interaktif tgl 29 mei 2008).

Pada kasus semacam ini adalah salah satu cermin rendahnya tigkat pendidikan kesehatan masyarakat kita. Pada masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah sangat banyak alasan pergi kedokter dan memilih dokter. Masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah lebih memilih dokter yang ramai, murah, ces pleng, cepat. dsb.

Kenapa memilih yang ramai? Biasanya dokter yang ramai diangap sebagai dokter yang pandai, karena terbukti dengan pasiennya yang banyak. Menunggu berjam-jam lamanya tak menjadi masalah buat mereka.

Murah, umumnya masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah adalah juga mempunyai tingkat ekonomi yang lemah. Buat mereka, seringkali jasa profesi dianggap sebagai yang sangat memberatkan.

Ces pleng, atau berarti datang langsung sembuh. Masyarakat yang berpendidikan rendah umumnya menginginkan obat yang sekali minum langsung sembuh (meski maksud mereka kadang cuma gejala langsung hilang). Keinginan langsung sembuh inilah yang kadang kadang prosedur pengobatan diangap bertele-tele.

Cepat, pada masyarakat yang pendidikan kesehatannya rendah umumnya lebih menginginkan ketemu dokternya terus langsung minta disuntik, dikasih obat dan langsung sembuh dan langsung pulang dalam keadaan sehat. Biasanya dokter yang mengobati pasiennya dengan prosedur yang benar yang membutuhkan waktu lama dalam pengobatannya akan ditinggalkan oleh pasien yang tingkat pendidikan kesehatannya rendah.

Menurut saya, sebaiknya jangan langsung dibatasi, tetapi tingkat pendidikan kesehatan masyarakat ditingkatkan dulu, baru secara bertahap praktek dokter dibatasi. Bukan saya tidak setuju, tetapi masyarakat kita akan kesulitan mengakses kesehatan, apalagi citra puskesmas didaerah juga belum bagus-bagus sekali bila praktek dibatasi secara langsung.

Sebenarnya dalam tulisan saya ini bukan tujuan ingin membahas hal tersebut diatas, tetapi bagaimana bila masyarakat atau pemerintah juga menginginkan praktek apoteker dibatasi. Karena suatu hal yang tidak rasional bila apotek yang mempunyai kunjungan swamedikasi sampai diatas 300 orang per hari hanya mempunyai 1 orang apoteker saja. Itupun belum termasuk resep.

Banyak saya menemui apotek yang kunjungan swamedikasinya (usaha mendapatkan obat atas keinginan sendiri yang bukan berasal dari resep) lebih dari 300 orang perhari, padahal untuk daerah yang baru ada apotek hampir 100% masyarakat membutuhkan konsultasi meskipun hanya untuk sekedar obat bebas ataupun sekedar makanan atau juga terhadap kosmetik. Dan untuk daerah yang sudah lama ada apotek yang apotekernya praktek secara penuh biasanya masih sekitar 10%-20% yang membutuhkan konseling, itupun bila tidak ada obat baru atau masalah baru. Dan bahayanya sebagian dari mereka sering kali tidak menyadari bila sebenarnya memutuhkan konseling saat datang keapotek.

Bila apoteker praktek dibatasi dengan jumlah apotek yang boleh dipegang sebagai pengelola sudah ada atau dengan kata lain apoteker hanya boleh menjadi APA di satu tempat. Tetapi dibatasi terhadap jumlah yang boleh dilayani oleh seorang apoteker belum ada. Bila hal tersebut dilakukan, maka masyarakat yang ada di daerah terpencil akan kesulitan, jangankan mencari apoteker pendamping, mencari asisten saja susah.

Dalam hal ini saya rasa ISFI dan HISFARMA belum mempunyai banyak data penelitian, karena jumlah peminat farmasi masyarakat belum banyak meskipun jumlah apoteker yang praktek dibidang farmasi masyaakat cukup banyak. Umumnya yang praktek dalam farmasi masyarakat adalah terpaksa setelah tidak diterima di instansi yang lebih bergenggsi. Semoga penelitian terhadap farmasi masyarakat lebih diminati dan semoga kedepan dibuka spesialis farmasi masyarakat. Karena sebagai salah satu ujung tombak dalam pembangunan kesehatan bangsa dan sebagai salah satu ujung tombak pencerdasan kesehatan bangsa apoteker sudah saatnya dibenahi agar lebih berkembang sesuai kebutuhan jaman.

Karena belum banyaknya data di ISFI atau HISFARMA tentang pembatasan akan jumlah maksimal yang boleh dilayani oleh apoteker per hari di apotek, sebaiknya ISFI dan HISFARMA secepatnya memperkaya data. Karena bagaimanapun juga pembatasan akan membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih optimal. Dan bila diterapkan secara langsung dengan pertimbangan empiris atau tidak ilmiah, kita mengkawatirkan masyaraka tidak akan diuntungkan tetapi bisa jadi malah justru akan lebih dirugikan.

Dari uraian diatas sebenarnya dapat ditarik kesimpulan bila akar permasalahannya adalah tingkat pendidikan kesehatan masyarakat yang rendah. Jadi bukan suatu kesalahan, bila suatu sarana kesehatan mempunyai kunjungan yang banyak. Bila pendidikan kesehatan masyarakat cukup atau menjadi lebih baik, tentu mereka tak akan mau berlama-lama hanya untuk menunggu giliran pelayanan kesehatan dari suatu sarana kesehatan. Dan selanjutnya adalah tugas kita semua untuk meningkatkan tingkat pendidikan kesehatan masyarakat agar pelayanan menjadi lebih efektif dan rasional.

Semoga kedepan kita sebagai anggota HISFARMA menjadi lebih peka terhadap permasalahan kesehatan masyarakat disekitar kita, karena kitalah satu-satunya yang paling berkompeten terhadap pendidikan kesehatan masyarakat dibidang kefarmasian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar