BISNIS RECEH APOTEK
Tidak semua apotek seperti yang dibayangkan banyak orang, yang mana akan banyak resep yang nilainya ratusan ribu sekali transaksi atau mungkin bisa jutaan per transaksi per lembar resep. Apotek di desa seringkali diawali dari omset kurang dari 5 juta perbulannya dengan nilai transaksi yang diawali kurang dari 500 rupiah per transaksi. Dengan margin laba berkisar 10-15%, bahkan untuk kategori susu bisa cuma 5% saja. Dengan kenyataan ini, maka bisnis apotek kedepan bisa jadi akan didominasi oleh bisnis receh.
Bila apotek kedepan akan didominasi oleh bisnis receh, maka pengelolaan apotek kedepan bisa jadi akan ada pergeseran pengelolaan. Bila saat ini apotek lebih diharapkan untuk mendapatkan omset besar yang dikarenakan biaya operasional apotek yang besar, maka kedepan sebagian besar apotek tidak bisa lagi untuk diharapkan mendapat omset besar. Bila omset tidak lagi besar, maka mau tidak mau apotek harus mengadakan penghematan biaya operasional pada segala lini. Salah satu lininya adalah biaya operasional yang didalamnya adalah gaji karyawan.
Bila apotek menjadi bisnis receh yang omsetnya kecil, maka akan dibutuhkan tenaga pelayanan yang kecil pula. Yang paling mungkin untuk menghemat biaya pelayanan adalah dengan tidak menyediakan tenaga pelayanan lain kecuali Apoteker. Demi eksistensi apotek kedepan, maka sudah saatnya didesain apotek yang lebih mengarah pada apotek profesional yang dikelola oleh apoteker secara mandiri. Pada pengelolaan apotek secara mandiri ini apoteker bisa menggunakan sarana milik orang lain ataupun milik apoteker sendiri.
Bukannya saya ingin mengajak penghilangan tenaga pelayanan lain, tetapi ini demi keberadaan apotek itu sendiri dan demi kepentingan dari insvestasi. Buat apa banyak tenaga diapotek bila tidak diperlukan? Dalam hal ini apotek tetap harus jalan disemua daerah demi pemerataan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung pembangunan kesehatan seutuhnya. Pada kasus ini, agar apotek tetap jalan meskipun dengan omset kecil menurut saya lebih baik apotek pada model ini tidak perlu diberi tenaga pelayanan lain kecuali apoteker.
Bila kita mengasumsikan apotek hanya mempunyai omset 7,5 juta perbulan dengan margin laba sekitar 15 % maka laba kotor adalah 1.125.000;- . Dari uraian tersebut adalah tidak rasional bila kita menyediakan sekitar 5 orang tenaga pelayanan seperti model apotek tempo dulu. Kelebihan dengan membuat apotek profesional yang hanya mempunyai tenaga pelayanan satu orang, yaitu apoteker adalah akan murahnya biaya opresional apotek. Keuntungan lain adalah pelayanan diapotek akan menjadi lebih rasional karena dilakukan sendiri oleh seorang apoteker yang memang mempunyai kompetensi untuk itu. Dan masih banyak lagi keuntungan lain apotek model ini bila dilihat dalam perannya pada sistem kesehatan nasional.
Cuman sayangnya sampai saat ini belum ada suatu konsep baku apotek profesi yang dalam pelayanannya hanya dilakukan oleh apoteker secara langsung. Konsep yang seharusnya dibuat oleh ISFI sebagai induk organisasi ataupun pemerintah yang sangat besar kepentingannya untuk itu. Padahal konsep apotek profesi yang benar-benar menerapkan TATAP yang dalam pelayanannya dilakukan langsung oleh apoteker sangat menguntungkan semua pihak termasuk pemerintah.
Mungkin penyusunan konsep apotek profesi cukup susah, tetapi kita bisa mengandalkan data yang berupa pengalaman beberapa sejawat apoteker yang sudah pernah mengalami bisnis receh dan telah melakukan TATAP. Tingkat kesulitan dalam menjalankan bisnis receh ini memang berbeda dengan tingkat kesulitan pada bisnis apotek pada umumnya. Dan mungkin juga bisnis receh ini juga memerlukan perhatian pemerintah melebihi apotek rakyat, mengingat nilai fungsinya bagi pencerdasan dan pembangunan kesehatan bangsa sangat-sangat besar. Bukannya berarti apotek profesi ingin diperlakukan khusus atau istimewa, tetapi kita hanya menginginkan pengakuan atas jerih payah dalam peran serta kita dalam mencerdaskan bangsa dan membangun kesehatan bangsa. Disini kita tidak menginginkan mendali atau piala, tetapi kita hanya membutuhkan kemudahan dalam pengurusan ijin suatu misal, toh pemerintah atau pemerintah daerah lebih diuntungkan karena adanya apotek profesi ini.
Semoga kedepan dalam perijinan apotek tidak lagi dipersulit dengan biaya yang sangat besar, seperti pada salah satu daerah yang menurut beberapa teman ditarik biaya 7 - 15 juta. Mahal, karena proses perijinan apotek pindah dari dinas kesehatan ke dinas perizinan dan apotek dianggap sebagai bisnis besar yang modalnya pasti ratusan juta. Padahal saat ini untuk membuka apotek profesi di desa bisa diawali dengan modal obat sekitar 15 juta atau mungkin kurang untuk mendapatkan omset sekitar 10 juta perbulan. Disini sangat jelas sekali bila orang pemerintahpun belum semuanya melihat apotek sebagai sarana kesehatan yang keberadaannya adalah sangat dibutuhkan demi pembangunan daerah itu sendiri.
Ketidak pahaman sebagian masyarakat terhadap keberadaan apotek sebagai sarana kesehatan yang cukup strategis harusnya merupakan PR bagi pengurus ISFI dan pemerintah. Dan seharusnya untuk lebih jauhnya pemerintah memprogramkan pendirian apotek sampai ke pelosok dan meningkatkan peran apoteker dalam segala sendi kehidupan. Program kesehatan yang lebih profesional yang merata yang menyangkut peran apoteker dalam segala sendi kehidupan akan meningkatkan tingkat pendidikan kesehatan masyarakat. Dan selanjutnya bisa diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Ada banyak keuntungan apotek model ini demi pembangunan kesehatan bangsa. Peran apoteker yang lebih terlihat juga merupakan suatu kelebihan tersendiri. Dari uraian diatas, apotek model ini tidak hanya sekedar menjual obat, tetapi lebih memihak kepada semua kepentingan. Baik kepentingan pemerintah, apoteker sendiri, perguruan tinggi, masyarakat dan semua bisnis farmasi yang terkait.
Rabu, 31 Desember 2008
Selasa, 23 Desember 2008
TATAP AKAN DIBERLAKUKAN TAHUN DEPAN?
TATAP AKAN DIBERLAKUKAN TAHUN DEPAN?
Tiada Apoteker Tiada Pelayanan atau yang sering disingkat TATAP, lambat laun pasti akan diberlakukan. Pada postingan saya sebelumnya, saya selalu mengajak apoteker baru untuk memberlakukan TATAP pada apotek yang dikelolanya mulai sekarang, terutama yang milik sendiri. Karena bagaimanapun juga dengan penerapan TATAP akan ada perbedaan pengelolaan apotek. Mungkin perbedaan ini akan berdampak pada sistem dan manajemen apotek yang ujung-ujungnya akan mempengaruhi pendapatan apotek.
Harapan saya, blog ini tidak hanya berguna bagi para apoteker, tetapi juga bagi para pengusaha farmasi, perguruan tinggi farmasi dan semua saja yang dalam kehidupan sehari-harinya bersentuhan langsung dengan dunia farmasi. Dunia perapotekan telah berkembang sedemikian jauh, sehingga cara pengelolaannyapun juga harus berkembang agar apotek tetap bisa eksis. Dampaknya tidak hanya bagi dunia perapotekan saja, tetapi juga bagi Pedagang Besar Farmasi dan Industri Farmasi. Perkembangan lebih jauh juga terjadi pada dunia pendidikan farmasi.
Mungkin dari kita masih ada yang tidak percaya bila TATAP bisa diberlakukan dalam waktu dekat ini, mengingat perjalanan yang sangat panjang dan TATAP tidak pernah berhasil diterapkan secara utuh sampai saat ini, karena sebagian dari kita para apoteker masih ada yang belum setuju dengan penerapan TATAP. Tetapi ada baiknya bila sejawat yang belum setuju dengan penerapan TATAP melihat perkembangan apotek yang telah menerapkan TATAP, untuk belajar seandainya TATAP betul-betul diterapkan.
Ada banyak alasan mengapa TATAP akan harus diterapkan;
1. Perkembangan jumlah apoteker yang sangat pesat. Bisa anda bayangkan bila sepuluh tahun kedepan jumlah apoteker akan bertambah 50.000 orang. Maka rasio jumlah penduduk per apoteker akan kurang dari 5000 orang per apoteker. Bila satu apotek tetap satu apoteker seperti sekarang, atau hanya pinjam nama saja seperti konsep apotek rakyat tentu saja akan kebanjiran apotek dan apotek mungkin akan menjadi proyek merugi. Oleh karena itu sudah saatnya bagi kita para apoteker untuk mulai menata diri.
2. Masyarakat yang semakin cerdas dan semakin paham akan hak-haknya. Bisa jadi kedepan apotek yang tidak ditunggui apoteker selama jam buka apotek akan ditinggal oleh masyarakat. Karena masyarakat semakin tahu dan tahu bila hanya apotekerlah yang mempunyai kompetensi untuk memjelaskan obat secara benar di apotek. Mungkin kedepan harga tidak lagi menjadi masalah utama bagi masyarakat, tetapi pelayanan akan menjadi hal yang lebih penting juga keselamatan akibat pengunaan obat. Dan saat ini banyak terjadi pemborosan obat bukan karena harga obat yang mahal, tetapi karena pengunaan obat yang kurang tepat. Dampak dari penggunaa obat yang kurang tepat bisa berdampak pengulangan pengobatan atau penggunaan obat yang seharusnya tidak perlu. Pemborosan semacam ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, karena masih rendahnya tingkat pendidikan kesehatan dari sebagian masyarakat dibidang farmasi.
3. Industri farmasi membutuhkan pengamanan dari pemalsuan. Saat ini sudah berbeda dengan 12 tahun yang lalu. sekitar 12 tahun yang lalu apotek umumnya masih didirikan dikota-kota dan belum banyak yang merambah kota kecamatan. Pada saat itu peredaran obat palsu sangat merajalela, karena umumnya masyarakat hanya memburu obat murah dan pedagang obat hanya memburu untung besar. Tetapi saat ini pedagang obat mulai tergeser oleh adanya apotek yang obatnya lebih terjamin, dan dibeberapa daerah tersebut masyarakat lebih suka datang ke apotek, toh harga relatif sama, bahkan sering kali diapotek harga lebih murah dan barangnya terjamin. Dari pengalaman ini tentu saja industri farmasi akan merasakan keuntungan yang lebih besar dengan semakin banyaknya apotek sampai pelosok, sehinga produknya dapat lebih merata dan terkawal dari pemalsuan. Oleh karena itu TATAP juga akan menjadi harapan pengusaha faramsi.
4. Perguruan tinggi farmasi juga sangat membutukan pemberlakuan TATAP ini, bisa anda bayangkan bila jumlah apoteker sangat melimpah seperti uraian no 1 diatas. Bisa jadi semua perguruan tinggi farmasi akan tutup, karena lulusannya tidak diserap oleh pasar. Dalam hal ini perguruan tinggi farmasi juga harus mendukung terlaksananya TATAP, kecuali para dosennya mengingnkan pensiun dini karena kehabisan mahasiswa.
Dalam postingan ini, yang penting kita dari berbagai kalangan sebaiknya dapat untuk lebih mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu TATAP diterapkan. Dan TATAP menurut saya adalah solusi yang paling tepat dalam mengatasi masalah lapangan pekerjaan apoteker dan masalah kesehatan bangsa. Sekali lagi bukan hanya apoteker yang harus mempersiapkan TATAP, tetapi semua pihak. Meskipun anda seorang pengusaha apotek, industri farmasi, atau siapa saja sebaiknya mulailah menghitung akan keberadaan TATAP.
Mungkin sebagian kita ada yang merasa akan dirugikan oleh TATAP, tetapi jangka kedepannya akan lebih banyak yang diuntungkan dengan TATAP. Mengingat TATAP adalah satu-satunya pilihan yang paling ideal, maka sebaiknya kita semua mulai berhitung seandainya TATAP benar-benar diberlakukan. Tak ada salahnya sedia payung sebelum hujan, dan tak ada ruginya bila hujan tidak terjadi. Tetapi bila mendung sudah semakin menebal dan hitam apa yang harus kita lakukan? Demikian pula bila jumlah lulusan apoteker sudah semakin menumpuk, apakah kita biarkan tanpa penataan?
Pertumbuhan jumlah apoteker yang semakin subur seperti rumput dimusim hujan, adalah tantangan suatu organisasi profesi (ISFI) untuk dipecahkan. Bila tidak dipecahkan bisa jadi berkembangnya jumlah apoteker ibarat sel kanker yang membesar terus dan semakin membesar dan akhirnya mati dan akhirnya apoteker hilang dari peredaran.
Tiada Apoteker Tiada Pelayanan atau yang sering disingkat TATAP, lambat laun pasti akan diberlakukan. Pada postingan saya sebelumnya, saya selalu mengajak apoteker baru untuk memberlakukan TATAP pada apotek yang dikelolanya mulai sekarang, terutama yang milik sendiri. Karena bagaimanapun juga dengan penerapan TATAP akan ada perbedaan pengelolaan apotek. Mungkin perbedaan ini akan berdampak pada sistem dan manajemen apotek yang ujung-ujungnya akan mempengaruhi pendapatan apotek.
Harapan saya, blog ini tidak hanya berguna bagi para apoteker, tetapi juga bagi para pengusaha farmasi, perguruan tinggi farmasi dan semua saja yang dalam kehidupan sehari-harinya bersentuhan langsung dengan dunia farmasi. Dunia perapotekan telah berkembang sedemikian jauh, sehingga cara pengelolaannyapun juga harus berkembang agar apotek tetap bisa eksis. Dampaknya tidak hanya bagi dunia perapotekan saja, tetapi juga bagi Pedagang Besar Farmasi dan Industri Farmasi. Perkembangan lebih jauh juga terjadi pada dunia pendidikan farmasi.
Mungkin dari kita masih ada yang tidak percaya bila TATAP bisa diberlakukan dalam waktu dekat ini, mengingat perjalanan yang sangat panjang dan TATAP tidak pernah berhasil diterapkan secara utuh sampai saat ini, karena sebagian dari kita para apoteker masih ada yang belum setuju dengan penerapan TATAP. Tetapi ada baiknya bila sejawat yang belum setuju dengan penerapan TATAP melihat perkembangan apotek yang telah menerapkan TATAP, untuk belajar seandainya TATAP betul-betul diterapkan.
Ada banyak alasan mengapa TATAP akan harus diterapkan;
1. Perkembangan jumlah apoteker yang sangat pesat. Bisa anda bayangkan bila sepuluh tahun kedepan jumlah apoteker akan bertambah 50.000 orang. Maka rasio jumlah penduduk per apoteker akan kurang dari 5000 orang per apoteker. Bila satu apotek tetap satu apoteker seperti sekarang, atau hanya pinjam nama saja seperti konsep apotek rakyat tentu saja akan kebanjiran apotek dan apotek mungkin akan menjadi proyek merugi. Oleh karena itu sudah saatnya bagi kita para apoteker untuk mulai menata diri.
2. Masyarakat yang semakin cerdas dan semakin paham akan hak-haknya. Bisa jadi kedepan apotek yang tidak ditunggui apoteker selama jam buka apotek akan ditinggal oleh masyarakat. Karena masyarakat semakin tahu dan tahu bila hanya apotekerlah yang mempunyai kompetensi untuk memjelaskan obat secara benar di apotek. Mungkin kedepan harga tidak lagi menjadi masalah utama bagi masyarakat, tetapi pelayanan akan menjadi hal yang lebih penting juga keselamatan akibat pengunaan obat. Dan saat ini banyak terjadi pemborosan obat bukan karena harga obat yang mahal, tetapi karena pengunaan obat yang kurang tepat. Dampak dari penggunaa obat yang kurang tepat bisa berdampak pengulangan pengobatan atau penggunaan obat yang seharusnya tidak perlu. Pemborosan semacam ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, karena masih rendahnya tingkat pendidikan kesehatan dari sebagian masyarakat dibidang farmasi.
3. Industri farmasi membutuhkan pengamanan dari pemalsuan. Saat ini sudah berbeda dengan 12 tahun yang lalu. sekitar 12 tahun yang lalu apotek umumnya masih didirikan dikota-kota dan belum banyak yang merambah kota kecamatan. Pada saat itu peredaran obat palsu sangat merajalela, karena umumnya masyarakat hanya memburu obat murah dan pedagang obat hanya memburu untung besar. Tetapi saat ini pedagang obat mulai tergeser oleh adanya apotek yang obatnya lebih terjamin, dan dibeberapa daerah tersebut masyarakat lebih suka datang ke apotek, toh harga relatif sama, bahkan sering kali diapotek harga lebih murah dan barangnya terjamin. Dari pengalaman ini tentu saja industri farmasi akan merasakan keuntungan yang lebih besar dengan semakin banyaknya apotek sampai pelosok, sehinga produknya dapat lebih merata dan terkawal dari pemalsuan. Oleh karena itu TATAP juga akan menjadi harapan pengusaha faramsi.
4. Perguruan tinggi farmasi juga sangat membutukan pemberlakuan TATAP ini, bisa anda bayangkan bila jumlah apoteker sangat melimpah seperti uraian no 1 diatas. Bisa jadi semua perguruan tinggi farmasi akan tutup, karena lulusannya tidak diserap oleh pasar. Dalam hal ini perguruan tinggi farmasi juga harus mendukung terlaksananya TATAP, kecuali para dosennya mengingnkan pensiun dini karena kehabisan mahasiswa.
Dalam postingan ini, yang penting kita dari berbagai kalangan sebaiknya dapat untuk lebih mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu TATAP diterapkan. Dan TATAP menurut saya adalah solusi yang paling tepat dalam mengatasi masalah lapangan pekerjaan apoteker dan masalah kesehatan bangsa. Sekali lagi bukan hanya apoteker yang harus mempersiapkan TATAP, tetapi semua pihak. Meskipun anda seorang pengusaha apotek, industri farmasi, atau siapa saja sebaiknya mulailah menghitung akan keberadaan TATAP.
Mungkin sebagian kita ada yang merasa akan dirugikan oleh TATAP, tetapi jangka kedepannya akan lebih banyak yang diuntungkan dengan TATAP. Mengingat TATAP adalah satu-satunya pilihan yang paling ideal, maka sebaiknya kita semua mulai berhitung seandainya TATAP benar-benar diberlakukan. Tak ada salahnya sedia payung sebelum hujan, dan tak ada ruginya bila hujan tidak terjadi. Tetapi bila mendung sudah semakin menebal dan hitam apa yang harus kita lakukan? Demikian pula bila jumlah lulusan apoteker sudah semakin menumpuk, apakah kita biarkan tanpa penataan?
Pertumbuhan jumlah apoteker yang semakin subur seperti rumput dimusim hujan, adalah tantangan suatu organisasi profesi (ISFI) untuk dipecahkan. Bila tidak dipecahkan bisa jadi berkembangnya jumlah apoteker ibarat sel kanker yang membesar terus dan semakin membesar dan akhirnya mati dan akhirnya apoteker hilang dari peredaran.
Jumat, 19 Desember 2008
OBAT MURAH
OBAT MURAH
Dengan keadaan seperti sekarang, mungkin kita tidak akan pernah berpikir bahwa harga obat di Indonesia bisa murah. Dan benarkah harga obat bisa murah? mungkin pertanyaan ini akan menjadi pertanyaan klasik yang susah dijawab, setidaknya sampai saat ini.
Dari data dilapangan, sebenarnya banyak cara untuk menurunkan harga obat, tetapi tentu saja dengan banyak hambatan. Yang salah satunya adalah dari kita sendiri. Dengan pola apotek yang sebagian masih hanya dianggap sebagai sarana kesehatan pelengkap atau hanya dianggap sekedar berdagang dengan sedikit profesionalisme, apotek umumya hanya dikejar omset. Dan agar omset dapat tercapai, maka kita berlomba-lomba menyediakan obat yang harganya mahal dengan sekidikit menyediakan obat murah termasuk generik berlogo.
Sesuatu hal yang seakan-akan menjadi pasar bebas, yang mana obat hanya sekedar komoditi yang dapat diperjual belikan dengan sangat bebas dengan sangat kurang menghargai semua profesi kesehatan yang terlibat. Keadaan seperti ini salah satunya disebabkan oleh masyarakat sendiri yang belum sangat menghargai profesi kesehatan, sehingga harga suatu pelayanan kesehatan semisal tarif dokter praktek masih dianggap suatu hal yang mewah. Mungkin juga disebabkan oleh kita para tenaga kesehatan yang merasa harus dihargai dengan mahal oleh lingkungan kita.
Sebenarnya harga obat yang mahal bukan semata-mata kesalahan pemerintah, tetapi kesalahan dari masyarakat juga. Seringkali darimasyarakat justru lebih bangga dan merasa lebih nyaman bila diberi obat yang mahal. Hal semacam ini yang mungkin menjadikan salah satu alasan mengapa obat bermerk menjadi sangat mahal, mungkin bisa sampai lebih dari 30 kali harga obat generik berlogo. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa obat yang mahal belum tentu lebih berkualitas.
Masih banyak lagi alasan mengapa obat di Indonesia masih menjadi yang termahal didunia, tetapi dalam tulisan ini saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang mungkin dapat mempengaruhi agar harga obat di Indonesia bisa menjadi lebih murah. Meskipun mungkin tidak murah sekali.
Mungkin akan banyak masukan bila kita mau dengan sengaja mendengar masukan dari para apoteker praktisi aktif diapotek tentang cara agar harga obat dapat menjadi lebih murah. Diantara para apoteker itu adalah saya, dan saya akan memberikan masukan bagaimana agar harga obat dapat menjadi lebih murah sebagai berikut :
1. Impor dan distribusi bahan baku obat dilakukan oleh pemerintah, bila perlu pemerintah memproduksi sendiri bahan baku obat. Dengan harapan pemerintah akan lebih mudah mengkontrol ataupun dalam memberikan subsidi agar harga produk jadi obat lebih dapat dikendalikan. Seperti kenyataan sekarang ini, HET yang diterapkan pemerintah tidak sepenuhnya berdampak menurunkan harga obat. Mungkin tidak perlu semua jenis bahan baku obat yang dikontrol pemerintah, tetapi bahan baku yang patennya sudah habis dan banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dengan pendistribusian bahan baku obat satu pintu, pemerintah juga akan lebih mudah mengontrol kualitas bahan baku obat yang beredar, sehingga kontrol terhadap kualitas obat yang beredar akan menjadi lebih mudah. Selanjutnya penerapan HET yang terjangkau bisa menjadi lebih rasional.
2. Melarang segala macam bentuk iklan obat. Bagaimanapun juga yang namanya iklan harganya tidak murah dan bebannya tentu saja akan kembali kemasyarakat. Apalagi bila iklan tidak rasional atau menyesatkan, tentu akan berdampak pada pemborosan pemakaian obat. Dan yang ditakutkan lagi iklan justru menjadi pembodohan kepada masyarakat. Mungkin kita para apoteker sebagai tenaga kesehatan juga akan dibodohkan juga dengan promosi yang berupa diskon atau potongan harga sehingga akan mempengaruhi kita dalam memberikan kebijakan pelayanan. Mungkin dampak iklan ini juga akan mempengaruhi tenaga kesehatan lain seperti dokter juga akan terpengaruhi dengan bentuk-bentuk kerjasama yang cenderung meningkatkan harga yang sekali lagi akan merugikan Masyarakat sebagai pasien. Oleh karena itu akan sangat baik dampaknya bila segala bentuk iklan dihapuskan terhadap obat bebas sampai obat keras agar terjadi penurunan harga obat.
3. Melarang iklan untuk tenaga kesehatan dan sarana kesehatan. Saat ini saya sering mendengarkan radio yang mana ada apotek yang membeli hot spot iklan radio yang isinya menggembar-gemborkan harga grosir untuk untuk harga eceran, tetapi kenyataannya sangat mahal. Karena kabupatennya berhimpitan dengan kabupaten saya, maka pelangannya sebagian juga menjadi pelaggan saya, maka saya bisa mengetahui sebagian harga apotek tersebut. Bagaimanapun iklan untuk sarana kesehatan juga akan memberikan dampak kepada harga obat dan harga pelayanan. Oleh karena itu akan sangat tidak rasional bila sarana kesehatan atau tenaga kesehatan diiklankan.
4. Mengasuransikan kesehatan terhadap semua penduduk. Bila semua penduduk diasuransikan, obat akan dibeli oleh perusahaan asuransi berdasarkan lelang termurah. Dengan cara seperti ini, maka industri obat akan cenderung berlomba-lomba menjual obat dengan harga yang murah agar dibeli oleh perusahaan asuransi. Disini pemerintah dan masyarakat tidak perlu lagi memikirkan harga obat karena yang memikirkan pindah pada perusahaan asuransi.
5. Penerapan TATAP, karena sering saya menemukan kasus pelepasan obat yang tidak rasional yang dilakukan oleh apotek yang tidak melakukan TATAP. Hal ini tentu saja juga mendorong terjadinya harga obat yang mahal bahkan juga harga pengobatan yang lebih mahal karena kurang rasionalnya penobatan.
Dari ke lima masukan saya ini, untuk jangka pendek ini mungkin hanya bisa diterapkan sebagian disesuaikan kondisi sekarang. Dan mungkin tidak perlu terlalu dipaksakan, karena bila terlalu dipaksakan bisa jadi kita apoteker yang akan mendapatkan komplain dari masyarakat karena kita yang pada umumnya berhadapan langsung dengan konsumen seperti halnya kasus HET. Ada baiknya bila dilakukan kajian mendalam dan penelitian-penelitian sebelum diterapkan sebagai kebijaksanaan.
Dengan keadaan seperti sekarang, mungkin kita tidak akan pernah berpikir bahwa harga obat di Indonesia bisa murah. Dan benarkah harga obat bisa murah? mungkin pertanyaan ini akan menjadi pertanyaan klasik yang susah dijawab, setidaknya sampai saat ini.
Dari data dilapangan, sebenarnya banyak cara untuk menurunkan harga obat, tetapi tentu saja dengan banyak hambatan. Yang salah satunya adalah dari kita sendiri. Dengan pola apotek yang sebagian masih hanya dianggap sebagai sarana kesehatan pelengkap atau hanya dianggap sekedar berdagang dengan sedikit profesionalisme, apotek umumya hanya dikejar omset. Dan agar omset dapat tercapai, maka kita berlomba-lomba menyediakan obat yang harganya mahal dengan sekidikit menyediakan obat murah termasuk generik berlogo.
Sesuatu hal yang seakan-akan menjadi pasar bebas, yang mana obat hanya sekedar komoditi yang dapat diperjual belikan dengan sangat bebas dengan sangat kurang menghargai semua profesi kesehatan yang terlibat. Keadaan seperti ini salah satunya disebabkan oleh masyarakat sendiri yang belum sangat menghargai profesi kesehatan, sehingga harga suatu pelayanan kesehatan semisal tarif dokter praktek masih dianggap suatu hal yang mewah. Mungkin juga disebabkan oleh kita para tenaga kesehatan yang merasa harus dihargai dengan mahal oleh lingkungan kita.
Sebenarnya harga obat yang mahal bukan semata-mata kesalahan pemerintah, tetapi kesalahan dari masyarakat juga. Seringkali darimasyarakat justru lebih bangga dan merasa lebih nyaman bila diberi obat yang mahal. Hal semacam ini yang mungkin menjadikan salah satu alasan mengapa obat bermerk menjadi sangat mahal, mungkin bisa sampai lebih dari 30 kali harga obat generik berlogo. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa obat yang mahal belum tentu lebih berkualitas.
Masih banyak lagi alasan mengapa obat di Indonesia masih menjadi yang termahal didunia, tetapi dalam tulisan ini saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang mungkin dapat mempengaruhi agar harga obat di Indonesia bisa menjadi lebih murah. Meskipun mungkin tidak murah sekali.
Mungkin akan banyak masukan bila kita mau dengan sengaja mendengar masukan dari para apoteker praktisi aktif diapotek tentang cara agar harga obat dapat menjadi lebih murah. Diantara para apoteker itu adalah saya, dan saya akan memberikan masukan bagaimana agar harga obat dapat menjadi lebih murah sebagai berikut :
1. Impor dan distribusi bahan baku obat dilakukan oleh pemerintah, bila perlu pemerintah memproduksi sendiri bahan baku obat. Dengan harapan pemerintah akan lebih mudah mengkontrol ataupun dalam memberikan subsidi agar harga produk jadi obat lebih dapat dikendalikan. Seperti kenyataan sekarang ini, HET yang diterapkan pemerintah tidak sepenuhnya berdampak menurunkan harga obat. Mungkin tidak perlu semua jenis bahan baku obat yang dikontrol pemerintah, tetapi bahan baku yang patennya sudah habis dan banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dengan pendistribusian bahan baku obat satu pintu, pemerintah juga akan lebih mudah mengontrol kualitas bahan baku obat yang beredar, sehingga kontrol terhadap kualitas obat yang beredar akan menjadi lebih mudah. Selanjutnya penerapan HET yang terjangkau bisa menjadi lebih rasional.
2. Melarang segala macam bentuk iklan obat. Bagaimanapun juga yang namanya iklan harganya tidak murah dan bebannya tentu saja akan kembali kemasyarakat. Apalagi bila iklan tidak rasional atau menyesatkan, tentu akan berdampak pada pemborosan pemakaian obat. Dan yang ditakutkan lagi iklan justru menjadi pembodohan kepada masyarakat. Mungkin kita para apoteker sebagai tenaga kesehatan juga akan dibodohkan juga dengan promosi yang berupa diskon atau potongan harga sehingga akan mempengaruhi kita dalam memberikan kebijakan pelayanan. Mungkin dampak iklan ini juga akan mempengaruhi tenaga kesehatan lain seperti dokter juga akan terpengaruhi dengan bentuk-bentuk kerjasama yang cenderung meningkatkan harga yang sekali lagi akan merugikan Masyarakat sebagai pasien. Oleh karena itu akan sangat baik dampaknya bila segala bentuk iklan dihapuskan terhadap obat bebas sampai obat keras agar terjadi penurunan harga obat.
3. Melarang iklan untuk tenaga kesehatan dan sarana kesehatan. Saat ini saya sering mendengarkan radio yang mana ada apotek yang membeli hot spot iklan radio yang isinya menggembar-gemborkan harga grosir untuk untuk harga eceran, tetapi kenyataannya sangat mahal. Karena kabupatennya berhimpitan dengan kabupaten saya, maka pelangannya sebagian juga menjadi pelaggan saya, maka saya bisa mengetahui sebagian harga apotek tersebut. Bagaimanapun iklan untuk sarana kesehatan juga akan memberikan dampak kepada harga obat dan harga pelayanan. Oleh karena itu akan sangat tidak rasional bila sarana kesehatan atau tenaga kesehatan diiklankan.
4. Mengasuransikan kesehatan terhadap semua penduduk. Bila semua penduduk diasuransikan, obat akan dibeli oleh perusahaan asuransi berdasarkan lelang termurah. Dengan cara seperti ini, maka industri obat akan cenderung berlomba-lomba menjual obat dengan harga yang murah agar dibeli oleh perusahaan asuransi. Disini pemerintah dan masyarakat tidak perlu lagi memikirkan harga obat karena yang memikirkan pindah pada perusahaan asuransi.
5. Penerapan TATAP, karena sering saya menemukan kasus pelepasan obat yang tidak rasional yang dilakukan oleh apotek yang tidak melakukan TATAP. Hal ini tentu saja juga mendorong terjadinya harga obat yang mahal bahkan juga harga pengobatan yang lebih mahal karena kurang rasionalnya penobatan.
Dari ke lima masukan saya ini, untuk jangka pendek ini mungkin hanya bisa diterapkan sebagian disesuaikan kondisi sekarang. Dan mungkin tidak perlu terlalu dipaksakan, karena bila terlalu dipaksakan bisa jadi kita apoteker yang akan mendapatkan komplain dari masyarakat karena kita yang pada umumnya berhadapan langsung dengan konsumen seperti halnya kasus HET. Ada baiknya bila dilakukan kajian mendalam dan penelitian-penelitian sebelum diterapkan sebagai kebijaksanaan.
Selasa, 09 Desember 2008
HARGA ECERAN TERTINGGI
HARGA ECERAN TERTINGGI
Dengan banyaknya komplain terhadap harga pelayanan diapotek yang beberapa item obat diatas HET membuat kita para apoteker ribet juga. Meskipun kita tahu bahwa harga dapatnya apotek dari PBF seringkali sudah diatas HET.
Sebenarnya, kita para apoteker senang dengan adanya HET. Tetapi karena penerapan HET yang kurang tepat justru apoteker yang diribetkan, karena berhadapan langsung dengan masyarakat. Tak jarang kita dianggap penipu atau semacamnya, apalagi bagi sebagian orang yang belum bisa menghargai profesi apoteker.
Pada postingan ini, saya hanya ingin memberikan masukan yang mungkin tidak seberapa. Tetapi mungkin bisa digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan HET obat. Masukan tersebut adalah :
1. Pengadaan atau impor bahan baku obat dilakukan oleh pemerintah. Bila bahan baku obat diadakan oleh pemerintah dan didistribusikan pemerintah kepada pabrikan obat dengan harga sama, maka diharapkan harga jual obat bisa seragam. Yang selanjutnya harga pelayanan diapotek dapat diseragamkan dengan HET. Hal yang dijadikan pijakan adalah obat merupakan kebutuhan primer yang harganya boleh dikendalikan oleh pemerintah seperti harga BBM dan kebutuhan pangan.
2. Seluruh warga negara diikutkan program asuransi kesehatan. Dengan diikutkan asuransi kesehatan, maka harga pelayanan kesehatan termasuk obat seragam. Kelebihannya adalah pemerintah tidak perlu pusing-pusing mengatur gejolak harga obat karena beban pindah ke perusahaan asuransi.
3. Pemerintah membuat komitmen dengan profesi kesehatan dan pengusaha farmasi tentang HET yang lebih rasional yang bisa direvisi setiap saat bila faktor yang mempengaruhi harga obat berubah dengan signifikan. Suatu misal fluktuasi dolar dan BBM, bila hal tersebut berubah naik atau turun lebih dari sekian persen yang dianggap signifikan maka harga direvisi.
Dari ketiga usulan saya diatas bisa dikombinasikan, dan masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Dan sebaiknya sebelum diterapkan dilakukan pengkajian secara lintas sektor agar nanti dalam pelaksanaanya bisa lebih dapat diterima dan ideal. Apapun juga suatu kebijakan dibuat adalah agar masyarakat kita merasakan manfaatnya. Tetapi bila pada realisasinya banyak kelemahan, maka justru masyarakat akan merasa dipersulit atau ditipu.
Menurut saya, bila kondisi HET diterapkan dengan cara seperti sekarang lebih baik tidak usah pakai HET. Bagaimanapun juga kita capek bila hampir setiap hari harus dikomplain oleh masyarakat, apalagi dikatakan penipu atau sejenisnya. Atau ganti saja HET dengan Harga Eceran Terendah agar kita tidak ribet.
Dengan banyaknya komplain terhadap harga pelayanan diapotek yang beberapa item obat diatas HET membuat kita para apoteker ribet juga. Meskipun kita tahu bahwa harga dapatnya apotek dari PBF seringkali sudah diatas HET.
Sebenarnya, kita para apoteker senang dengan adanya HET. Tetapi karena penerapan HET yang kurang tepat justru apoteker yang diribetkan, karena berhadapan langsung dengan masyarakat. Tak jarang kita dianggap penipu atau semacamnya, apalagi bagi sebagian orang yang belum bisa menghargai profesi apoteker.
Pada postingan ini, saya hanya ingin memberikan masukan yang mungkin tidak seberapa. Tetapi mungkin bisa digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan HET obat. Masukan tersebut adalah :
1. Pengadaan atau impor bahan baku obat dilakukan oleh pemerintah. Bila bahan baku obat diadakan oleh pemerintah dan didistribusikan pemerintah kepada pabrikan obat dengan harga sama, maka diharapkan harga jual obat bisa seragam. Yang selanjutnya harga pelayanan diapotek dapat diseragamkan dengan HET. Hal yang dijadikan pijakan adalah obat merupakan kebutuhan primer yang harganya boleh dikendalikan oleh pemerintah seperti harga BBM dan kebutuhan pangan.
2. Seluruh warga negara diikutkan program asuransi kesehatan. Dengan diikutkan asuransi kesehatan, maka harga pelayanan kesehatan termasuk obat seragam. Kelebihannya adalah pemerintah tidak perlu pusing-pusing mengatur gejolak harga obat karena beban pindah ke perusahaan asuransi.
3. Pemerintah membuat komitmen dengan profesi kesehatan dan pengusaha farmasi tentang HET yang lebih rasional yang bisa direvisi setiap saat bila faktor yang mempengaruhi harga obat berubah dengan signifikan. Suatu misal fluktuasi dolar dan BBM, bila hal tersebut berubah naik atau turun lebih dari sekian persen yang dianggap signifikan maka harga direvisi.
Dari ketiga usulan saya diatas bisa dikombinasikan, dan masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Dan sebaiknya sebelum diterapkan dilakukan pengkajian secara lintas sektor agar nanti dalam pelaksanaanya bisa lebih dapat diterima dan ideal. Apapun juga suatu kebijakan dibuat adalah agar masyarakat kita merasakan manfaatnya. Tetapi bila pada realisasinya banyak kelemahan, maka justru masyarakat akan merasa dipersulit atau ditipu.
Menurut saya, bila kondisi HET diterapkan dengan cara seperti sekarang lebih baik tidak usah pakai HET. Bagaimanapun juga kita capek bila hampir setiap hari harus dikomplain oleh masyarakat, apalagi dikatakan penipu atau sejenisnya. Atau ganti saja HET dengan Harga Eceran Terendah agar kita tidak ribet.
HARGA PELAYANAN OBAT DI APOTEK SERING KALI DI ATAS HET
HARGA PELAYANAN OBAT DI APOTEK SERING KALI DI ATAS HET
Ada artikel menarik untuk disimak tentang HET al:
1. Kimia Farma Menipu Masyarakat ;; Media Konsumen ;; Suara Konsumen Online http://www.mediakonsumen.com/Artikel3662.html
2. Apotek Kimia farma jual obat diatas HET ;; Media Konsumen ;; Suara Konsumen Online http://www.mediakonsumen.com/Artikel3567.html
Isinya kurang lebih komplain harga jual apotek yang melebihi HET, meski lebihnya hanya beberapa ribu saja. Semenjak diterapkannya HET banyak sekali komplain terhadap apotek tentang harga jual apotek yang melebihi HET dan sering kali dari masyarakat tidak ambil pusing, pokoknya kalau melebihi HET berarti menipu.
Apakah betul apotek menipu ?
Sebenarnya penerapan HET sangat bagus, tetapi dalam penerapannya kurang luwes dan terkesan terburu-buru. Maksud saya dengan terburu-buru salah satunya adalah penerapan HET tidak diperhitungkan terhadap fluktuasi pergerakan harga bahan baku. Dan akhirnya bila sudah menjadi kebijaksanaan seperti sekarang sulit bagi kita apoteker untuk menerapkan harga jual maksimal HET.
Mungkin penerapan HET ini juga bertentangan dengan pasar bebas yang akhir-akhir ini dianut pemerintah indonesia, yang mana bila harga bahan baku naik seharusnya harga jual obat juga naik. Bila pemerintah menghendaki HET seragam, buat saya sebagai apoteker tidak menjadi masalah, tetapi bila kita membeli obat dari PBF atau kalau kita nempil (beli ke apotek lain dalam jumlah kecil ) dengan harga sudah setinggi HET apakah apotek harus menjadi badan sosial?
Bila kita tarik benang merahnya, apotek mendapatkan obat dari PBF, dan PBF mendapatkan obat dari industri farmasi. Yang menjadi pertanyaan adalah "bagaimana bila industri farmasi ternyata sudah menjual obat diatas HET?"
Pertanyaan saya juga adalah mengapa hanya apotek yang dipermasalahkan bila menjual obat diatas HET? Bagaimana dengan PBF dan industri? juga terhadap dokter dispensing yang menjual obat dengan harga lebih tidak termonitor muahalnya?
Menurut saya penjualan obat oleh PBF yang diatas HNA adalah tidak boleh, tetapi kenyataannya sering kali HNA sudah sekitar 90% dari HET, rasionalkah ini? padahal menurut ketentuan menteri kesehatan HET adalah 125% dari HNA atau HNA adalah 80% HET.
Pada posisi ini apotek mendapat posisi yang paling sulit, karena berhadapan lagsung dengan masyarakat sebagai konsumen, dan seringkali masyarakat tidak ambil pusing dengan kesulitan ini. Masalah seperti ini sebenarnya bukan hanya masalah apoteker dan apotek, tetapi adalah masalah kesehatan nasional. Banyak masalah kesehatan nasional yang belum tertangani dengan baik yang salah satunya adalah harga obat yang mahal, dan usaha pemerintah salah satunya dengan penerapan HET.
Semoga dari uraian ini, apotek tidak lagi dianggap menipu bila terpaksa harus menjual obat diatas HET yang tertera di kemasan. Dan semoga masyarakat menjadi lebih cerdas dan lebih menghargai profesi, sehingga bila ada satu atau dua macam obat yang terpaksa dijual diatas HET, apotek tidak lagi dianggap sebagai penipu.
Semoga kedepan aturan HET diatur sedemikian rupa sehingga bisa menjadi kebijaksanaan yang lebih sesuai dengan keadaan dilapangan.
Dalam hal ini mungkin salah kita semua terutama para apoteker, karena tidak bisa memberi masukan yang baik buat pembuat kebijakan HET. Bagi para apoteker pemilik apotek yang telah melakukan TATAP seharusnya mampu memberikan masukan buat pembuat kebijakan HET agar perjalanan HET tidak menjadi mempersulit kita sendiri.
Sebenarnya banyak cara untuk menekan harga jual obat dinegara kita, tetapi sebaiknya sebelum diterapkan dilakukan studi dulu dan bukannya menurut salah satu pihak saja. Agar kedepannya tidak menimbulkan masalah seperti HET ini, kasihan yang dilapangan.
Ada artikel menarik untuk disimak tentang HET al:
1. Kimia Farma Menipu Masyarakat ;; Media Konsumen ;; Suara Konsumen Online http://www.mediakonsumen.com/Artikel3662.html
2. Apotek Kimia farma jual obat diatas HET ;; Media Konsumen ;; Suara Konsumen Online http://www.mediakonsumen.com/Artikel3567.html
Isinya kurang lebih komplain harga jual apotek yang melebihi HET, meski lebihnya hanya beberapa ribu saja. Semenjak diterapkannya HET banyak sekali komplain terhadap apotek tentang harga jual apotek yang melebihi HET dan sering kali dari masyarakat tidak ambil pusing, pokoknya kalau melebihi HET berarti menipu.
Apakah betul apotek menipu ?
Sebenarnya penerapan HET sangat bagus, tetapi dalam penerapannya kurang luwes dan terkesan terburu-buru. Maksud saya dengan terburu-buru salah satunya adalah penerapan HET tidak diperhitungkan terhadap fluktuasi pergerakan harga bahan baku. Dan akhirnya bila sudah menjadi kebijaksanaan seperti sekarang sulit bagi kita apoteker untuk menerapkan harga jual maksimal HET.
Mungkin penerapan HET ini juga bertentangan dengan pasar bebas yang akhir-akhir ini dianut pemerintah indonesia, yang mana bila harga bahan baku naik seharusnya harga jual obat juga naik. Bila pemerintah menghendaki HET seragam, buat saya sebagai apoteker tidak menjadi masalah, tetapi bila kita membeli obat dari PBF atau kalau kita nempil (beli ke apotek lain dalam jumlah kecil ) dengan harga sudah setinggi HET apakah apotek harus menjadi badan sosial?
Bila kita tarik benang merahnya, apotek mendapatkan obat dari PBF, dan PBF mendapatkan obat dari industri farmasi. Yang menjadi pertanyaan adalah "bagaimana bila industri farmasi ternyata sudah menjual obat diatas HET?"
Pertanyaan saya juga adalah mengapa hanya apotek yang dipermasalahkan bila menjual obat diatas HET? Bagaimana dengan PBF dan industri? juga terhadap dokter dispensing yang menjual obat dengan harga lebih tidak termonitor muahalnya?
Menurut saya penjualan obat oleh PBF yang diatas HNA adalah tidak boleh, tetapi kenyataannya sering kali HNA sudah sekitar 90% dari HET, rasionalkah ini? padahal menurut ketentuan menteri kesehatan HET adalah 125% dari HNA atau HNA adalah 80% HET.
Pada posisi ini apotek mendapat posisi yang paling sulit, karena berhadapan lagsung dengan masyarakat sebagai konsumen, dan seringkali masyarakat tidak ambil pusing dengan kesulitan ini. Masalah seperti ini sebenarnya bukan hanya masalah apoteker dan apotek, tetapi adalah masalah kesehatan nasional. Banyak masalah kesehatan nasional yang belum tertangani dengan baik yang salah satunya adalah harga obat yang mahal, dan usaha pemerintah salah satunya dengan penerapan HET.
Semoga dari uraian ini, apotek tidak lagi dianggap menipu bila terpaksa harus menjual obat diatas HET yang tertera di kemasan. Dan semoga masyarakat menjadi lebih cerdas dan lebih menghargai profesi, sehingga bila ada satu atau dua macam obat yang terpaksa dijual diatas HET, apotek tidak lagi dianggap sebagai penipu.
Semoga kedepan aturan HET diatur sedemikian rupa sehingga bisa menjadi kebijaksanaan yang lebih sesuai dengan keadaan dilapangan.
Dalam hal ini mungkin salah kita semua terutama para apoteker, karena tidak bisa memberi masukan yang baik buat pembuat kebijakan HET. Bagi para apoteker pemilik apotek yang telah melakukan TATAP seharusnya mampu memberikan masukan buat pembuat kebijakan HET agar perjalanan HET tidak menjadi mempersulit kita sendiri.
Sebenarnya banyak cara untuk menekan harga jual obat dinegara kita, tetapi sebaiknya sebelum diterapkan dilakukan studi dulu dan bukannya menurut salah satu pihak saja. Agar kedepannya tidak menimbulkan masalah seperti HET ini, kasihan yang dilapangan.
Senin, 01 Desember 2008
BPOM MENARIK 27 KOSMETIK BERBAHAYA
BPOM MENARIK 27 KOSMETIK BERBAHAYA
Dengan ditariknya 27 kosmetik berbahaya beberapa waktu lalu, maka berarti BPOM ikut juga membantu menyelesaikan sebagian masalah ekonomi atau krisis yang sekarang ini sedang kita hadapi. Dolar sudah jauh diatas dua belas ribu rupiah. Otomatis daya beli masyarakat akan semakin turun, apalagi bila masyarakat juga dibebani oleh produk yang tidak bertanggun jawab.
Produk yang tidak bertangung jawab seperti kosmetik berbahaya ini atau juga suplemen atau obat tradisional yang sudah ditarik beberapa waktu yang lalu akan sangat-sangat merugikan masyarakat apalagi dalam kondisi krisis seperti saat ini.
Penarikan kosmetik ini baik secara langsung atau tidak langsung akan sangat mengutungkan masyarakat, baik masyarakat pada umumnya ataupun masyarakat pengusaha kosmetik dalam negeri. Keuntungan masyarakat yang paling penting adalah terhindar dari kerugian ekonomi baik secara lansung dan atau tidak langsungnya. Kerugian tidak langsung mungkin akan dirasakan setelah beberapa tahun kedepan. Kerugian kesehatan akibat kosmetik ini bisa jadi akan membuat masyarakat bangkrut dalam sesaat bila sampai sesuatu terjadi yang sangat fatal seperti karsinoma atau yang lain.
Beberapa cara prekuentif dalam mencegah peredaran kosmetik palsu atau berbahaya seharusnya mulai kita pikirkan. Seperti Meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya obat dan bahan kimia termasuk kosmetik, dan mengarahkan masyarakat agar membeli dan mengkonsultasikan pemakaian kosmetik kepada ahlinya, yang salah satunya adalah apoteker.
Dari sisi bahan kimia dan mekanisme kerja bahan kimia kosmetik apoteker sangat mempunyai kompetensi. Dan akan sangat baik bila apoteker diikutkan dalam mendampingi masyarakat pada pengamanan penggunaan kosmetik. Meskipun apoteker secara undang-undang belum diakui sebagai pelayan kesehatan yang penting, tetapi apoteker memang mempunyai kompentensi untuk dapat ikut menyelamatkan masyarakat dari bahaya sediaan farmasi yang didalamnya ada kosmetik.
Peredaran kosmetik palsu atau kosmetik berbahaya sudah lama terjadi dan selalu muncul tenggelam. Bila operasi BPOM gencar, maka kosmetik palsu atau berbahaya hilang dari pasar dan bila operasi agak mereda akan timbul kembali. Sebenarnya bagi kita apoteker yang bepengalaman cukup mudah untuk membedakan beberapa kosmetik palsu, karena umumnya produk kosmetik palsu mempunyai sifat kimia fisik yang berbeda dengan aslinya. Dan sifat kimia fisik ini akan sangat sulit dibedakan oleh masyarakat awam.
Salut buat BPOM. Semoga kita para apoteker kedepan lebih dipercaya masyarakat dalam penyerahan kosmetik sebagai sediaan farmasi, sehingga peredaran kosmetik palsu dan kosmetik berbahaya lebih dapat ditekan.
Dengan ditariknya 27 kosmetik berbahaya beberapa waktu lalu, maka berarti BPOM ikut juga membantu menyelesaikan sebagian masalah ekonomi atau krisis yang sekarang ini sedang kita hadapi. Dolar sudah jauh diatas dua belas ribu rupiah. Otomatis daya beli masyarakat akan semakin turun, apalagi bila masyarakat juga dibebani oleh produk yang tidak bertanggun jawab.
Produk yang tidak bertangung jawab seperti kosmetik berbahaya ini atau juga suplemen atau obat tradisional yang sudah ditarik beberapa waktu yang lalu akan sangat-sangat merugikan masyarakat apalagi dalam kondisi krisis seperti saat ini.
Penarikan kosmetik ini baik secara langsung atau tidak langsung akan sangat mengutungkan masyarakat, baik masyarakat pada umumnya ataupun masyarakat pengusaha kosmetik dalam negeri. Keuntungan masyarakat yang paling penting adalah terhindar dari kerugian ekonomi baik secara lansung dan atau tidak langsungnya. Kerugian tidak langsung mungkin akan dirasakan setelah beberapa tahun kedepan. Kerugian kesehatan akibat kosmetik ini bisa jadi akan membuat masyarakat bangkrut dalam sesaat bila sampai sesuatu terjadi yang sangat fatal seperti karsinoma atau yang lain.
Beberapa cara prekuentif dalam mencegah peredaran kosmetik palsu atau berbahaya seharusnya mulai kita pikirkan. Seperti Meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya obat dan bahan kimia termasuk kosmetik, dan mengarahkan masyarakat agar membeli dan mengkonsultasikan pemakaian kosmetik kepada ahlinya, yang salah satunya adalah apoteker.
Dari sisi bahan kimia dan mekanisme kerja bahan kimia kosmetik apoteker sangat mempunyai kompetensi. Dan akan sangat baik bila apoteker diikutkan dalam mendampingi masyarakat pada pengamanan penggunaan kosmetik. Meskipun apoteker secara undang-undang belum diakui sebagai pelayan kesehatan yang penting, tetapi apoteker memang mempunyai kompentensi untuk dapat ikut menyelamatkan masyarakat dari bahaya sediaan farmasi yang didalamnya ada kosmetik.
Peredaran kosmetik palsu atau kosmetik berbahaya sudah lama terjadi dan selalu muncul tenggelam. Bila operasi BPOM gencar, maka kosmetik palsu atau berbahaya hilang dari pasar dan bila operasi agak mereda akan timbul kembali. Sebenarnya bagi kita apoteker yang bepengalaman cukup mudah untuk membedakan beberapa kosmetik palsu, karena umumnya produk kosmetik palsu mempunyai sifat kimia fisik yang berbeda dengan aslinya. Dan sifat kimia fisik ini akan sangat sulit dibedakan oleh masyarakat awam.
Salut buat BPOM. Semoga kita para apoteker kedepan lebih dipercaya masyarakat dalam penyerahan kosmetik sebagai sediaan farmasi, sehingga peredaran kosmetik palsu dan kosmetik berbahaya lebih dapat ditekan.
Rabu, 19 November 2008
22 OBAT PEMBANGKIT STAMINA PRIA DITARIK
22 OBAT PEMBANGKIT STAMINA PRIA DITARIK
www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2008/11/14/brk,20081114-146051,id.html
Diberitakan ada 22 macam obat tradisional dan suplemen makanan berkhasiat penambah stamina pria ditarik dari peredaran oleh badan POM. Karena mengandung BKO.
Kasus penambahan BKO pada obat tradisional sudah pernah terjadi, dan sekarang muncul lagi. Yang menjadi pertanyaan saya adalah mengapa sampai ada 2 industri farmasi terlibat?
Menurut saya, sangat tidak masuk akal bila industri farmasi sampai terlibat pada hal ini. Karena dalam industri farmasi selalu dikawal oleh setidaknya 2 orang apoteker dan industri farmasi umumnya sudah CPOB. Atau mungkin ada aturan lain untuk industri farmasi dalam memproduksi suplemen?
Saya sangat prihatin dengan kejadian ini, padahal masyarakat kita sudah terlanjur mempercayai obat tradisional sebagai budaya bangsa yang relatif aman dan murah. Haruskah dikianati?
Sebagai anggota masyarakat yang kebetulan apoteker sebaiknya kita juga harus memberikan sanksi kepada mereka dengan jangan gunakan produk dari kedua perusahaan farmasi tersebut dalam apotek kita dan janganlah kita minum obat dari kedua pabrik tersebut. Karena tidak ada jaminan bila produk dari kedua pabrik tersebut layak minum karena bisa jadi juga terjadi kecurangan dalam memproduksi obatnya. Sampai kedua pabrik tersebut meminta maaf kepada seluruh masyarakat dan melakukan klarifikasi kenapa hal tersebut sampai terjadi.
Dan yang menjadi pertanyaan saya juga, kenapa BKO bisa beredar sedemikian rupa dan murah? Siapa yang bertanggung jawab?
Setahu saya dalam jamu yang mengandung BKO, biasanya dipilih dari BKO yang sudah menjadi obat jadi kemudian dicampurkan kedalam jamu. Sehingga harga jamu yang berBKO relatif mahal bila dibandingkan dengan harga pasaran produk obat jadi. Tapi disini lain, harga tripoten suatu misal adalah sangat murah bila dibandingkan produk obat jadi paten yang beredar.
Sebenarnya sangat banyak kemungkinan yang bisa terjadi, kenapa BKO bisa masuk kedalam Obat tradisional. Dalam benak saya kadang terpikir, apa mungkin pabrik obat tersebut membeli bahan baku yang sudah menjadi ekstrak yang ternyata ekstrak tersebut palsu (dipalsu dengan bahan lain yang ditambah BKO)? Karena hal yang menjadi dilema didalam obat tradisional seringkali adalah ketersediaan bahan baku yang sering kali terbatas, dan akan terjadi kekosongan barang bila permintaan pasar menjadi sangat besar.
Tulisan ini benar-benar merupakan penasaran saya, kenapa harga Obat tradisional ber BKO tersebut relatif sangat murah? Dan kenapa industri farmasi bisa terlibat? Dan bagaimana bahan kimia obat tersebut bisa beredar? Apakah peredaran bahan kimia obat tidak diawasi? Yang menjadi pertanyaan juga, kenapa yang ditangkap dulu buka pengedar BKO? Kenapa setelah menjadi produk jadi baru ketahuan? Mohon pada para anggota HISFARIN atau anggota ISFI yang memahami kasus ini untuk menceritakan dengan sebenarnya sebagai bahan pertimbangan dalam profesi kita di apotek, agar kita bisa menjadi lebih berhati-hati dalam memilih pruduk yang akan kita siapkan diapotek.
Boleh juga buat pabrik farmasi manapun juga untuk memberikan tanggapan terhadap kasus ini, agar kita bisa semakin hati-hati dalam memilih obat.
Buat anggota HISFARMA dan HISFARSI, bagaimana tanggapannya?
www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2008/11/14/brk,20081114-146051,id.html
Diberitakan ada 22 macam obat tradisional dan suplemen makanan berkhasiat penambah stamina pria ditarik dari peredaran oleh badan POM. Karena mengandung BKO.
Kasus penambahan BKO pada obat tradisional sudah pernah terjadi, dan sekarang muncul lagi. Yang menjadi pertanyaan saya adalah mengapa sampai ada 2 industri farmasi terlibat?
Menurut saya, sangat tidak masuk akal bila industri farmasi sampai terlibat pada hal ini. Karena dalam industri farmasi selalu dikawal oleh setidaknya 2 orang apoteker dan industri farmasi umumnya sudah CPOB. Atau mungkin ada aturan lain untuk industri farmasi dalam memproduksi suplemen?
Saya sangat prihatin dengan kejadian ini, padahal masyarakat kita sudah terlanjur mempercayai obat tradisional sebagai budaya bangsa yang relatif aman dan murah. Haruskah dikianati?
Sebagai anggota masyarakat yang kebetulan apoteker sebaiknya kita juga harus memberikan sanksi kepada mereka dengan jangan gunakan produk dari kedua perusahaan farmasi tersebut dalam apotek kita dan janganlah kita minum obat dari kedua pabrik tersebut. Karena tidak ada jaminan bila produk dari kedua pabrik tersebut layak minum karena bisa jadi juga terjadi kecurangan dalam memproduksi obatnya. Sampai kedua pabrik tersebut meminta maaf kepada seluruh masyarakat dan melakukan klarifikasi kenapa hal tersebut sampai terjadi.
Dan yang menjadi pertanyaan saya juga, kenapa BKO bisa beredar sedemikian rupa dan murah? Siapa yang bertanggung jawab?
Setahu saya dalam jamu yang mengandung BKO, biasanya dipilih dari BKO yang sudah menjadi obat jadi kemudian dicampurkan kedalam jamu. Sehingga harga jamu yang berBKO relatif mahal bila dibandingkan dengan harga pasaran produk obat jadi. Tapi disini lain, harga tripoten suatu misal adalah sangat murah bila dibandingkan produk obat jadi paten yang beredar.
Sebenarnya sangat banyak kemungkinan yang bisa terjadi, kenapa BKO bisa masuk kedalam Obat tradisional. Dalam benak saya kadang terpikir, apa mungkin pabrik obat tersebut membeli bahan baku yang sudah menjadi ekstrak yang ternyata ekstrak tersebut palsu (dipalsu dengan bahan lain yang ditambah BKO)? Karena hal yang menjadi dilema didalam obat tradisional seringkali adalah ketersediaan bahan baku yang sering kali terbatas, dan akan terjadi kekosongan barang bila permintaan pasar menjadi sangat besar.
Tulisan ini benar-benar merupakan penasaran saya, kenapa harga Obat tradisional ber BKO tersebut relatif sangat murah? Dan kenapa industri farmasi bisa terlibat? Dan bagaimana bahan kimia obat tersebut bisa beredar? Apakah peredaran bahan kimia obat tidak diawasi? Yang menjadi pertanyaan juga, kenapa yang ditangkap dulu buka pengedar BKO? Kenapa setelah menjadi produk jadi baru ketahuan? Mohon pada para anggota HISFARIN atau anggota ISFI yang memahami kasus ini untuk menceritakan dengan sebenarnya sebagai bahan pertimbangan dalam profesi kita di apotek, agar kita bisa menjadi lebih berhati-hati dalam memilih pruduk yang akan kita siapkan diapotek.
Boleh juga buat pabrik farmasi manapun juga untuk memberikan tanggapan terhadap kasus ini, agar kita bisa semakin hati-hati dalam memilih obat.
Buat anggota HISFARMA dan HISFARSI, bagaimana tanggapannya?
Sabtu, 25 Oktober 2008
BISNIS APOTEK
BISNIS APOTEK
Apotek adalah suatu bisnis? Tak bisa kita pungkiri bila apotek juga merupakan suatu bisnis. Tetapi kita tidak bisa berbuat semau kita meskipun apotek bisa juga kita artikan sebagai sebuah bisnis. Maksudnya begini, meskipun apotek juga merupakan sebuah bisnis, kita tetap harus memegang aturan yang ada, seperti permenkes, pp dan undang-undang yang berlaku sebagai aturan main. Ditambah lagi kode etik profesi apoteker dan kemanusiaan.
Ibarat dalam permainan sepak bola, sepak bola adalah suatu bisnis besar. Tetapi dalam sepak bola yang namanya aturan sangat dihormati. Keputusan wasit juga sangat dihormati. Dalam suatu bisnis sepak bola, pemilik klub tak boleh ikut bermain dilapangan, yang main tetap namanya pemain yang akan bermain dengan penuh dedikasi demi memberikan tontonan yang menarik buat penonton diseluruh lapangan bahkan diseluruh dunia. Didalam bisnis sepak bola tidak bisa kita bicara bisnis adalah bisnis, tetapi sepak bola adalah profesional yang dimainkan oleh para profesional dan dikelola oleh para profesional.
Sama halnya dengan apotek, kita tidak bisa bicara bisnis adalah bisnis. Tetapi kita harus berbicara bahwa bisnis apotek adalah bisnis pelayanan, yang mana aturan harus kita patuhi. Meskipun cara pengelolaan manajemen kita berbeda, tetapi kaidah pelayanan tidak boleh kita tinggalkan. Seperti sepak bola, meskipun dikenal gaya amerika latin dan gaya eropa, bila bertemu dilapangan tetap bisa mengikuti aturan yang berlaku dan justru membikin permainan menjadi semakin kaya dan menarik. Dan ujung-ujungnya penontonlah yang dimanjakan. Begitu juga dengan apotek, bolehlah kita kelola dengan manajemen yang berbeda-beda, tetapi warna pelayanan tidak boleh kita buang. Atau dengan kata lain tidak bolehlah mengelola apotek hanya sekedar berdagang obat yang hanya mengejar omset yang ujung-ujungnya mungkin malah bisa merugikan masyarakat.
Kadang kala dalam pengelolaan apotek diambil “jalan pintas” agar dapat mengejar keuntungan besar, seperti memberikan fee kepada dokter atau merumahkan apoteker kemudian menggantikan apoteker dengan tenaga substandar pelayanan. Memberi fee kepada dokter umumnya akan menaikan harga obat dan ujung-ujungnya pasien yang akan dirugikan. Merumahkan apoteker kemudian menggantikan apoteker dengan tenaga substandar pelayanan bisa menekan harga produksi pelayanan diapotek. Disini seakan-akan masyarakat diuntungkan karena harga obat di apotek secara tidak langsung bisa turun karena biaya tenaga kerja murah, tetapi bahaya karena kualitas pelayanan yang rendah justru akan sangat-sangat merugikan.
Oleh karena itu "sangat diharamkan" apotek beriklan. Karena sangat dikawatirkan justru akan membuat kerugian-kerugian yang sangat banyak bagi masyarakat karena apotek akan cenderung mengutamakan sisi bisnis dan bukannya mengutamakan sisi kemanusiaan. Bisnis apotek harusnya tetap dilakukan atas dasar pelayanan dan kemanusiaan.
Saat ini dalam pengelolaan apotek sering kali kita terjebak antara mencari laba dan pelayanan. Dan sering kali kita mencari laba dengan menerjang aturan-aturan yang sudah ada. Seharusnya dalam pengelolaan apotek yang kita jual adalah pelayanan, dan masyarakat membeli pelayanan kita. Sehingga kita sebagai apoteker akan berlomba-lomba membuat pelayanan yang bagus agar masyarakat tertarik dan apoteker akan mendapatkan jasa yang banyak karena itu. Tetapi kendala dilapangan sangat banyak, seperti tingkat pendidikan kesehatan pada sebagian masyarakat kita yang masih rendah yang masih lebih mengutamakan harga dan belum mau menuntut pelayanan.
Tetapi kita tidak boleh hanya karena tantangan profesi seperti rendahnya tingkat pendidikan masyarakat menjadikan alasan buat kita agar tidak melakukan pelayanan yang benar. Justru karena tingkat pendidikan kesehatan pada sebagian masyarakat kita yang masih rendah ini seharusnya kita menerapkan TATAP atau Tiada Apoteker Tiada Pelayanan.
Seperti pada sepak bola, tidak mungkin pemilik klub ikut mencampuri kebijaksanaan dilapangan seperti pengaturan skor dan lain sebagainya karena akan sangat merugikan olah raga itu sendiri dan penonton. Demikian juga di apotek seharusnya pemilik apotek tidak boleh mencampuri kebijaksanaan profesi. Banyak kebijaksanaan profesi diapotek yang dicampuri oleh pihak-pihak lain. Semisal pemilihan merek obat, bagaimanapun juga pemilihan merek obat di apotek dan pemilihan obat untuk pelayanan di apotek adalah kebijakan profesi. Maksudnya apotekerlah yang paling berkompeten dalam masalah formulasi yang selanjutnya diwujudkan dalam merek oleh teman kita di industri farmasi. Kompetensi tentang pemilihan merek dan jenis obat ini bukan milik dokter ataupun milik PSA..
Mungkin ada yang meragukan kompetensi apoteker dalam kemampuan memilih merek obat, tetapi adakah yang belajar tentang formulasi obat melebihi apoteker? Bila ada yang ragu dengan kompetensi apoteker dalam memilih merek, maka seharusnya mereka harus lebih ragu lagi terhadap kompetensi dari yang tidak pernah belajar tentang formulasi dengan cukup.
Bolehlah ada pihak yang akan bicara empiris, “ obat merek ini lebih bagus menurut pengalaman saya “, tetapi data empiris seperti itu seharusnya tidak dibicarakan dalam membahas masalah-masalah profesi. Karena semua profesi di dunia ini dibangun berdasarkan data-data ilmiah, bukan data-data empiris. Bila pertimbangan pemilihan merek obat hanya didasarkan pada empiris pihak-pihak tertentu, dimana profesionalisme mereka?
Semoga kedepan bisnis apotek menjadi bisnis layanan yang lebih memenuhi unsur layanan yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat. Untuk menjadi bisnis yang lebih memenuhi unsur layanan yang baik dan profesional, maka TATAP harus diterapkan secara penuh diapotek.
Apotek adalah suatu bisnis? Tak bisa kita pungkiri bila apotek juga merupakan suatu bisnis. Tetapi kita tidak bisa berbuat semau kita meskipun apotek bisa juga kita artikan sebagai sebuah bisnis. Maksudnya begini, meskipun apotek juga merupakan sebuah bisnis, kita tetap harus memegang aturan yang ada, seperti permenkes, pp dan undang-undang yang berlaku sebagai aturan main. Ditambah lagi kode etik profesi apoteker dan kemanusiaan.
Ibarat dalam permainan sepak bola, sepak bola adalah suatu bisnis besar. Tetapi dalam sepak bola yang namanya aturan sangat dihormati. Keputusan wasit juga sangat dihormati. Dalam suatu bisnis sepak bola, pemilik klub tak boleh ikut bermain dilapangan, yang main tetap namanya pemain yang akan bermain dengan penuh dedikasi demi memberikan tontonan yang menarik buat penonton diseluruh lapangan bahkan diseluruh dunia. Didalam bisnis sepak bola tidak bisa kita bicara bisnis adalah bisnis, tetapi sepak bola adalah profesional yang dimainkan oleh para profesional dan dikelola oleh para profesional.
Sama halnya dengan apotek, kita tidak bisa bicara bisnis adalah bisnis. Tetapi kita harus berbicara bahwa bisnis apotek adalah bisnis pelayanan, yang mana aturan harus kita patuhi. Meskipun cara pengelolaan manajemen kita berbeda, tetapi kaidah pelayanan tidak boleh kita tinggalkan. Seperti sepak bola, meskipun dikenal gaya amerika latin dan gaya eropa, bila bertemu dilapangan tetap bisa mengikuti aturan yang berlaku dan justru membikin permainan menjadi semakin kaya dan menarik. Dan ujung-ujungnya penontonlah yang dimanjakan. Begitu juga dengan apotek, bolehlah kita kelola dengan manajemen yang berbeda-beda, tetapi warna pelayanan tidak boleh kita buang. Atau dengan kata lain tidak bolehlah mengelola apotek hanya sekedar berdagang obat yang hanya mengejar omset yang ujung-ujungnya mungkin malah bisa merugikan masyarakat.
Kadang kala dalam pengelolaan apotek diambil “jalan pintas” agar dapat mengejar keuntungan besar, seperti memberikan fee kepada dokter atau merumahkan apoteker kemudian menggantikan apoteker dengan tenaga substandar pelayanan. Memberi fee kepada dokter umumnya akan menaikan harga obat dan ujung-ujungnya pasien yang akan dirugikan. Merumahkan apoteker kemudian menggantikan apoteker dengan tenaga substandar pelayanan bisa menekan harga produksi pelayanan diapotek. Disini seakan-akan masyarakat diuntungkan karena harga obat di apotek secara tidak langsung bisa turun karena biaya tenaga kerja murah, tetapi bahaya karena kualitas pelayanan yang rendah justru akan sangat-sangat merugikan.
Oleh karena itu "sangat diharamkan" apotek beriklan. Karena sangat dikawatirkan justru akan membuat kerugian-kerugian yang sangat banyak bagi masyarakat karena apotek akan cenderung mengutamakan sisi bisnis dan bukannya mengutamakan sisi kemanusiaan. Bisnis apotek harusnya tetap dilakukan atas dasar pelayanan dan kemanusiaan.
Saat ini dalam pengelolaan apotek sering kali kita terjebak antara mencari laba dan pelayanan. Dan sering kali kita mencari laba dengan menerjang aturan-aturan yang sudah ada. Seharusnya dalam pengelolaan apotek yang kita jual adalah pelayanan, dan masyarakat membeli pelayanan kita. Sehingga kita sebagai apoteker akan berlomba-lomba membuat pelayanan yang bagus agar masyarakat tertarik dan apoteker akan mendapatkan jasa yang banyak karena itu. Tetapi kendala dilapangan sangat banyak, seperti tingkat pendidikan kesehatan pada sebagian masyarakat kita yang masih rendah yang masih lebih mengutamakan harga dan belum mau menuntut pelayanan.
Tetapi kita tidak boleh hanya karena tantangan profesi seperti rendahnya tingkat pendidikan masyarakat menjadikan alasan buat kita agar tidak melakukan pelayanan yang benar. Justru karena tingkat pendidikan kesehatan pada sebagian masyarakat kita yang masih rendah ini seharusnya kita menerapkan TATAP atau Tiada Apoteker Tiada Pelayanan.
Seperti pada sepak bola, tidak mungkin pemilik klub ikut mencampuri kebijaksanaan dilapangan seperti pengaturan skor dan lain sebagainya karena akan sangat merugikan olah raga itu sendiri dan penonton. Demikian juga di apotek seharusnya pemilik apotek tidak boleh mencampuri kebijaksanaan profesi. Banyak kebijaksanaan profesi diapotek yang dicampuri oleh pihak-pihak lain. Semisal pemilihan merek obat, bagaimanapun juga pemilihan merek obat di apotek dan pemilihan obat untuk pelayanan di apotek adalah kebijakan profesi. Maksudnya apotekerlah yang paling berkompeten dalam masalah formulasi yang selanjutnya diwujudkan dalam merek oleh teman kita di industri farmasi. Kompetensi tentang pemilihan merek dan jenis obat ini bukan milik dokter ataupun milik PSA..
Mungkin ada yang meragukan kompetensi apoteker dalam kemampuan memilih merek obat, tetapi adakah yang belajar tentang formulasi obat melebihi apoteker? Bila ada yang ragu dengan kompetensi apoteker dalam memilih merek, maka seharusnya mereka harus lebih ragu lagi terhadap kompetensi dari yang tidak pernah belajar tentang formulasi dengan cukup.
Bolehlah ada pihak yang akan bicara empiris, “ obat merek ini lebih bagus menurut pengalaman saya “, tetapi data empiris seperti itu seharusnya tidak dibicarakan dalam membahas masalah-masalah profesi. Karena semua profesi di dunia ini dibangun berdasarkan data-data ilmiah, bukan data-data empiris. Bila pertimbangan pemilihan merek obat hanya didasarkan pada empiris pihak-pihak tertentu, dimana profesionalisme mereka?
Semoga kedepan bisnis apotek menjadi bisnis layanan yang lebih memenuhi unsur layanan yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat. Untuk menjadi bisnis yang lebih memenuhi unsur layanan yang baik dan profesional, maka TATAP harus diterapkan secara penuh diapotek.
Rabu, 22 Oktober 2008
INFORMASI TENTANG OBAT KERAS
Banyak tulisan informasi tentang obat keras dapat kita akses dimana-mana (baca di ISFI, http://www.isfinational.or.id/ tentang obat bebas dan bebas terbatas, Depkes http://www.binfar.depkes.go.id/data/files/1203426275_PEDOMAN%20OBAT%20BEBAS%20DAN%20BEBAS%20TERBATAS.pdf, dll
Namun sadarkah kita bahwa yang kita informasikan itu masih belum lengkap dan bisa menyesatkan ? dan ini diamini oleh ISFI, Depkes dalam menyebarluaskan informasi tentang definisi obat keras.
Sebagai contoh : saya kutip di www. Isfinational.or.id dengan judulnya obat bebas dan bebas terbatas yang di ambil dari farmasi.dinkes kaltim tentang definisi obat keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat
benarkah asam mefenamat harus dengan resep dokter ? bisakah dibeli bebas diapotek tetapi diserahkan oleh apoteker ?
Dalam mendifinisikan obat keras selalu Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Kita lupa bahwa ada informasi lain yang belum diinformasikan yaitu obat wajib apotek (OWA) yang termasuk dalam obat keras. ini penting untuk disosialisasikan karena kalau kita mendifinisikan sebagaimana def diatas maka sama juga dengan masyarakat awam lain (artis,politisi,pejabat dll) dalam mempresepsikan tentang obat keras padahal kita yang seharusnya merubah persepsi mereka
Seharusnya definisinya Obat keras adalah :
Obat yang hanya dapat diperoleh diapotek dengan resep dan atau tanpa resep dokter yang diserahkan sendiri oleh apoteker (khusus untuk obat wajib apotek /OWA), dengan tanda khusus lingkaran berwarna merah dan bergaris tepi hitam dengan tulisan K warna hitam di dalam lingkaran warna merah tersebut.
Obat keras terdiri dari:
1. Daftar G atau Obat Keras seperti antibiotika, anti diabetes, anti hipertensi, dan lainnya.
2. Daftar O atau Obat Bius adalah golongan obat-obat narkotika
3. Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropik, seperti obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dan lainnya.
4. Obat Wajib Apotik yaitu Obat Keras yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotik tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti anti histamine, obat asma, pil anti hamil, beberapa obat kulit tertentu, dan lainnya.
Diantara peraturan mengenai OWA adalah antara lain :
· Permenkes no.919/MENKES/PER/X/1993 tentang criteria OWA
· Kepmenkes no.347/MENKES/SK/VII/1990 tentang OWA no.1
· Permenkes no.924/MENKES/PER/X/1993 tentang OWA no.2
· Permenkes no.925/MENKES/PER/X/1993 tentang perubahan golongan OWA no.1
Mohon kita lebih kritis dan selektif dalam memberikan informasi kepada anggota maupun masyarakat ada komentar dari teman sejawat ?
baca juga di www.suaraapoteker.blogspot.com
Namun sadarkah kita bahwa yang kita informasikan itu masih belum lengkap dan bisa menyesatkan ? dan ini diamini oleh ISFI, Depkes dalam menyebarluaskan informasi tentang definisi obat keras.
Sebagai contoh : saya kutip di www. Isfinational.or.id dengan judulnya obat bebas dan bebas terbatas yang di ambil dari farmasi.dinkes kaltim tentang definisi obat keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat
benarkah asam mefenamat harus dengan resep dokter ? bisakah dibeli bebas diapotek tetapi diserahkan oleh apoteker ?
Dalam mendifinisikan obat keras selalu Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Kita lupa bahwa ada informasi lain yang belum diinformasikan yaitu obat wajib apotek (OWA) yang termasuk dalam obat keras. ini penting untuk disosialisasikan karena kalau kita mendifinisikan sebagaimana def diatas maka sama juga dengan masyarakat awam lain (artis,politisi,pejabat dll) dalam mempresepsikan tentang obat keras padahal kita yang seharusnya merubah persepsi mereka
Seharusnya definisinya Obat keras adalah :
Obat yang hanya dapat diperoleh diapotek dengan resep dan atau tanpa resep dokter yang diserahkan sendiri oleh apoteker (khusus untuk obat wajib apotek /OWA), dengan tanda khusus lingkaran berwarna merah dan bergaris tepi hitam dengan tulisan K warna hitam di dalam lingkaran warna merah tersebut.
Obat keras terdiri dari:
1. Daftar G atau Obat Keras seperti antibiotika, anti diabetes, anti hipertensi, dan lainnya.
2. Daftar O atau Obat Bius adalah golongan obat-obat narkotika
3. Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropik, seperti obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dan lainnya.
4. Obat Wajib Apotik yaitu Obat Keras yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotik tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti anti histamine, obat asma, pil anti hamil, beberapa obat kulit tertentu, dan lainnya.
Diantara peraturan mengenai OWA adalah antara lain :
· Permenkes no.919/MENKES/PER/X/1993 tentang criteria OWA
· Kepmenkes no.347/MENKES/SK/VII/1990 tentang OWA no.1
· Permenkes no.924/MENKES/PER/X/1993 tentang OWA no.2
· Permenkes no.925/MENKES/PER/X/1993 tentang perubahan golongan OWA no.1
Mohon kita lebih kritis dan selektif dalam memberikan informasi kepada anggota maupun masyarakat ada komentar dari teman sejawat ?
baca juga di www.suaraapoteker.blogspot.com
Jumat, 26 September 2008
PERAN APOTEKER DALAM DUNIA KESEHATAN
PERAN APOTEKER DALAM DUNIA KESEHATAN
Saat ini peran apoteker dalam dunia kesehatan sudah mulai banyak kelihatan. Peran ini tidak hanya dalam mengawal resep tetapi juga dalam swamedikasi, termasuk dalam mengawal masyarakat dalam penggunaan sediaan farmasi lain. Cuman sayangnya belum semua apoteker mempunyai kesempatan untuk berperan lebih jauh yang dikarenakan berbagai hal dan belum ada standart jelas tentang pelayanan kefarmasian yang didasarkan pada praktek profesi yang nyata.
Farmasi klinis memang kelihatan lebih elegan bagi seorang apoteker karena dengan farmasi klinis apoteker lebih merasa dapat menunjukan kemampuannya akan kemampuannya yang sesunggunhnya. Tetapi pekerjaan apoteker diapotek tidak sekedar farmasi klinis. Banyak ilmu sosial lain penunjang profesi yang harus dikuasai. Seringkali apoteker hanya terjebak dalam farmasi klinis sebagai "menara gading" yang mana farmasi klinis dianggap sebagai pencapaian kemampuan profesi yang paling tinggi dalam pelayanan kefarmasian, tetapi benarkah?
Banyak apoteker baru sekarang yang saya tanya tentang kasus swamedikasi, yang terkait konsultasi obat dan penyakit yang terjadi pada swamedikasi. Hasilnya menurut saya, seringkali mereka membicarakan farmasi klinis yang kurang rasional dengan kebutuhan swamedikasi. Mengapa? karena sang dosen pengajarnya adalah apoteker rumah sakit yang mempunyai keterbatasan dalam penanganan kasus swamedikasi. Farmasi klinis saja tentu saja tidak cukup, karena farmaekonomi mungkin akan menjadi ilmu baru dalam dunia farmasi, diikuti oleh ilmu farmasosial, farmasbudaya dan lain sebagainya.
Pada peran apoteker dalam dunia kesehatan bangsa ini yang terkait pelayanan swamedikasi, bisa jadi menjadi sangat penting dan sangat berharga diri sebagai apoteker bila kita mengambil peran ini dengan sangat serius dan penuh dedikasi. Cuman sayangnya peran ini umumnya belum digali dengan sangat baik oleh dunia pendidikan, mungkin dikarenakan kasusnya dianggap kurang mercusuar untuk menunjukan kemampuan kita sebagai apoteker. Mungkin juga karena kasus pada swamedikasi seringkali hanya menghasilkan uang receh dari masyarakat.
Berperan tidaknya apoteker dalam dunia kesehatan sangat tergatung pada diri kita sendiri sebagai apoteker dalam mengambil kesempatan yang ada, bukan menunggu apa yang diberikan kepada kita. Saya selalu mengatakan kepada semua orang bila apotek juga merupakan salah satu sarana pendidikan kesehatan masyarakat, setiap hari kita bisa berhubungan dengan masyarakat awam yang membutuhkan informasi kesehatan terutama yang berkaitan dengan obat dan sediaan farmasi lain. Dari sinilah kita seharusnya memulai mengambil peran kita dalam dunia kesehatan. Sering kali pasien atau klien datang keapotek tanpa menyadari akan kebutuhan mereka yang sebenarnya, disinilah peran kita untuk mengambil konseling dan mendampingi mereka agar memahami permasalahannya.
Peran-peran kita didalam dunia kesehatan harus kita ambil bukan kita tunggu, demikian pula bila kita ingin berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Kita tidak bisa hanya menunggu permintaan dari mereka agar kita berperan, tetapi kita harus berani mengambil peran kita. Menurut saya selama praktek profesi diapotek, peran kita tidaklah lebih ringan dari tenaga kesehatan lain. Resiko kita tertular penyakit suatu misal juga sangat tinggi. Mungkin kedepan, sudah sepantasnya bila kita juga mendapatkan perhatian dari departemen pendidikan dan kebudayaan, toh yang kita kerjakan tidak lebih ringan dari para guru ataupun dokter dan kita bisa menjadi peyuluh kesehatan atau pendidik kesehatan masyarakat yang mandiri yang tidak perlu digaji oleh negara, tetapi cukup digaji dari jasa profesi kita.
Seringkali pada masyarakat yang membutuhkan obat untuk swamedikasi, obat kita lepas begitu saja tanpa ada asuhan kefarmasian yang cukup. Kasus semacam ini masih sangat umum dan menurut saya bisa sangat berbahaya. Sebagai contoh yang sering saya lontarkan kepada siapa saja, cobalah anda datang ke apotek sejawat anda yang belum melakukan TATAP atau belum memberlakukan Tiada Apoteker Tiada Pelayanan, kemudian anda tanya obat batuk yang baik, tentu anda dapat memperkirakan sendiri apa jawabnya. Meskipun masih ada sejawat kita yang belum melakukan TATAP, tetapi janganlah kita menganggap semua apotek adalah sama saja, karena sudah banyak apotek yang mulai mengarah ke TATAP, meskipun belum ke TATAP yang ideal.
Karena makin berkembangnya permasalahan profesi apoteker dalam perannya di dunia kesehatan dan semakin kreatifnya para apoteker dalam menghadapi permasalahan profesinya yang terkait perannya dalam dunia kesehatan, maka dibentuklah HISFARMA oleh para aktifis ISFI, yang harapan kedepannya bisa sebagai ajang forum diskusi profesi bagi para praktisi diapotek. Penuh harapan kita para praktisi kepada HISFARMA, agar kedepan HISFARMA mampu mengambil perannya dengan benar.
Selanjutnya marilah mengambil peran kita, karena kita sudah menjadi apoteker berarti kita sudah diberi peran dalam dunia kesehatan. Tinggal mau atau tidak kita menggunakan peran kita dan janganlah jasa profesi yang kecil dijadikan alasan agar kita menjadi kurang berperan. Dunia tahu peran kita dalam dunia kesehatan, tetapi jangan sampai kita sendiri justru tidak memahami peran kita dalam dunia kesehatan. Peran kita sangat besar, sebesar yang kita mau dan bisa kerjakan, tetapi peran kita akan hilang sama sekali bila kita tidak mau mengambil peran kita. Kesimpulannya berperan atau tidaknya kita dalam dunia kesehatan tergantung diri kita sendiri, bukan tergantung pada orang lain, pemilik modal apotek, profesi kesehatan lain atau siapa saja.
Semoga kita para apoteker kedepan bisa lebih dapat berperan dalam dunia kesehatan dan dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain meskipun kita hanya ada di farmasi masyarakat yang umumnya masih dipandang sebelah mata. Dan untuk dapat lebih berperan sudah seharusnya bila kita mengawali dari diri kita sendiri dengan langsung mengambil peran dengan menerapkan TATAP, tanpa tunjuk-tunjuk kepada sejawat kita yang lain. Dan peran kita akan menunjukan sinergisme bila kita dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, pemerintah dan siapa saja yang terlibat dalam dunia kesehatan.
Saat ini peran apoteker dalam dunia kesehatan sudah mulai banyak kelihatan. Peran ini tidak hanya dalam mengawal resep tetapi juga dalam swamedikasi, termasuk dalam mengawal masyarakat dalam penggunaan sediaan farmasi lain. Cuman sayangnya belum semua apoteker mempunyai kesempatan untuk berperan lebih jauh yang dikarenakan berbagai hal dan belum ada standart jelas tentang pelayanan kefarmasian yang didasarkan pada praktek profesi yang nyata.
Farmasi klinis memang kelihatan lebih elegan bagi seorang apoteker karena dengan farmasi klinis apoteker lebih merasa dapat menunjukan kemampuannya akan kemampuannya yang sesunggunhnya. Tetapi pekerjaan apoteker diapotek tidak sekedar farmasi klinis. Banyak ilmu sosial lain penunjang profesi yang harus dikuasai. Seringkali apoteker hanya terjebak dalam farmasi klinis sebagai "menara gading" yang mana farmasi klinis dianggap sebagai pencapaian kemampuan profesi yang paling tinggi dalam pelayanan kefarmasian, tetapi benarkah?
Banyak apoteker baru sekarang yang saya tanya tentang kasus swamedikasi, yang terkait konsultasi obat dan penyakit yang terjadi pada swamedikasi. Hasilnya menurut saya, seringkali mereka membicarakan farmasi klinis yang kurang rasional dengan kebutuhan swamedikasi. Mengapa? karena sang dosen pengajarnya adalah apoteker rumah sakit yang mempunyai keterbatasan dalam penanganan kasus swamedikasi. Farmasi klinis saja tentu saja tidak cukup, karena farmaekonomi mungkin akan menjadi ilmu baru dalam dunia farmasi, diikuti oleh ilmu farmasosial, farmasbudaya dan lain sebagainya.
Pada peran apoteker dalam dunia kesehatan bangsa ini yang terkait pelayanan swamedikasi, bisa jadi menjadi sangat penting dan sangat berharga diri sebagai apoteker bila kita mengambil peran ini dengan sangat serius dan penuh dedikasi. Cuman sayangnya peran ini umumnya belum digali dengan sangat baik oleh dunia pendidikan, mungkin dikarenakan kasusnya dianggap kurang mercusuar untuk menunjukan kemampuan kita sebagai apoteker. Mungkin juga karena kasus pada swamedikasi seringkali hanya menghasilkan uang receh dari masyarakat.
Berperan tidaknya apoteker dalam dunia kesehatan sangat tergatung pada diri kita sendiri sebagai apoteker dalam mengambil kesempatan yang ada, bukan menunggu apa yang diberikan kepada kita. Saya selalu mengatakan kepada semua orang bila apotek juga merupakan salah satu sarana pendidikan kesehatan masyarakat, setiap hari kita bisa berhubungan dengan masyarakat awam yang membutuhkan informasi kesehatan terutama yang berkaitan dengan obat dan sediaan farmasi lain. Dari sinilah kita seharusnya memulai mengambil peran kita dalam dunia kesehatan. Sering kali pasien atau klien datang keapotek tanpa menyadari akan kebutuhan mereka yang sebenarnya, disinilah peran kita untuk mengambil konseling dan mendampingi mereka agar memahami permasalahannya.
Peran-peran kita didalam dunia kesehatan harus kita ambil bukan kita tunggu, demikian pula bila kita ingin berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Kita tidak bisa hanya menunggu permintaan dari mereka agar kita berperan, tetapi kita harus berani mengambil peran kita. Menurut saya selama praktek profesi diapotek, peran kita tidaklah lebih ringan dari tenaga kesehatan lain. Resiko kita tertular penyakit suatu misal juga sangat tinggi. Mungkin kedepan, sudah sepantasnya bila kita juga mendapatkan perhatian dari departemen pendidikan dan kebudayaan, toh yang kita kerjakan tidak lebih ringan dari para guru ataupun dokter dan kita bisa menjadi peyuluh kesehatan atau pendidik kesehatan masyarakat yang mandiri yang tidak perlu digaji oleh negara, tetapi cukup digaji dari jasa profesi kita.
Seringkali pada masyarakat yang membutuhkan obat untuk swamedikasi, obat kita lepas begitu saja tanpa ada asuhan kefarmasian yang cukup. Kasus semacam ini masih sangat umum dan menurut saya bisa sangat berbahaya. Sebagai contoh yang sering saya lontarkan kepada siapa saja, cobalah anda datang ke apotek sejawat anda yang belum melakukan TATAP atau belum memberlakukan Tiada Apoteker Tiada Pelayanan, kemudian anda tanya obat batuk yang baik, tentu anda dapat memperkirakan sendiri apa jawabnya. Meskipun masih ada sejawat kita yang belum melakukan TATAP, tetapi janganlah kita menganggap semua apotek adalah sama saja, karena sudah banyak apotek yang mulai mengarah ke TATAP, meskipun belum ke TATAP yang ideal.
Karena makin berkembangnya permasalahan profesi apoteker dalam perannya di dunia kesehatan dan semakin kreatifnya para apoteker dalam menghadapi permasalahan profesinya yang terkait perannya dalam dunia kesehatan, maka dibentuklah HISFARMA oleh para aktifis ISFI, yang harapan kedepannya bisa sebagai ajang forum diskusi profesi bagi para praktisi diapotek. Penuh harapan kita para praktisi kepada HISFARMA, agar kedepan HISFARMA mampu mengambil perannya dengan benar.
Selanjutnya marilah mengambil peran kita, karena kita sudah menjadi apoteker berarti kita sudah diberi peran dalam dunia kesehatan. Tinggal mau atau tidak kita menggunakan peran kita dan janganlah jasa profesi yang kecil dijadikan alasan agar kita menjadi kurang berperan. Dunia tahu peran kita dalam dunia kesehatan, tetapi jangan sampai kita sendiri justru tidak memahami peran kita dalam dunia kesehatan. Peran kita sangat besar, sebesar yang kita mau dan bisa kerjakan, tetapi peran kita akan hilang sama sekali bila kita tidak mau mengambil peran kita. Kesimpulannya berperan atau tidaknya kita dalam dunia kesehatan tergantung diri kita sendiri, bukan tergantung pada orang lain, pemilik modal apotek, profesi kesehatan lain atau siapa saja.
Semoga kita para apoteker kedepan bisa lebih dapat berperan dalam dunia kesehatan dan dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain meskipun kita hanya ada di farmasi masyarakat yang umumnya masih dipandang sebelah mata. Dan untuk dapat lebih berperan sudah seharusnya bila kita mengawali dari diri kita sendiri dengan langsung mengambil peran dengan menerapkan TATAP, tanpa tunjuk-tunjuk kepada sejawat kita yang lain. Dan peran kita akan menunjukan sinergisme bila kita dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, pemerintah dan siapa saja yang terlibat dalam dunia kesehatan.
APAKAH APOTEK TEMPAT BERDAGANG OBAT?
APAKAH APOTEK TEMPAT BERDAGANG OBAT?
Bila ada pertanyaan semacam ini, selalu saya tunjukan apa yang telah saya lakukan diapotek terkait pengelolaan apotek.
Apotek adalah tempat masyarakat mengakses informasi kesehatan, dan selama ini saya lakukan dengan gratis. Juga menjadi sarana pendidikan kesehatan masyarakat, yang juga saya lakukan dengan gratis. Bila dilihat dari peran apoteker sebagai salah satu pendidik kesehatan masyarakat atau pencerdas masyarakat akan kesehatan, pantaskah apoteker disebut sebagai sekedar tukang obat?
Banyak pekerjaan apoteker diapotek yang bisa kita jelaskan kepada masyarakat dan pihak lain tentang peran apoteker dalam dunia kesehatan yang tidak hanya sekedar tukang obat. Banyak pula informasi yang kita berikan kepada masyarakat pendidik atau guru terkait ilmu pengetahuan yang terkait dunia kefarmasian. Salah satunya adalah bagaimana mencari bahan alternatif untuk mendeteksi amilum untuk praktikum anak SD bila bahan yang dicari tidak ada. Atau kemana mereka mencari bahan kimia yang diperlukan untuk praktikum anak SD bila dalam buku petunjuk praktikum tidak disebutkan dimana bisa mencari bahan tersebut.
Pernah suatu saat ada guru SD mencari asam sulfat guna mengikuti lomba ilmiah SD. Sebagai apoteker diapotek saya merasa harus ikut peduli dengan dunia pendidikan. Saya waktu itu memberikan informasi agar membeli saja aqua zuur untuk accu. Informasi sederhana semacam ini seringkali masyarakat juga tidak tahu, disinilah salah satu peran apoteker dalam masyarakat. Apakah dengan peran seperti ini masih pantas apoteker hanya disebut sebagai tukang obat?
Banyak hal yang bisa apoteker lakukan diapotek demi masyarakat disekitar kita. Bila apoteker hanya sebagai pedagang obat, tentu saja kita tidak akan menolak bila ada pembeli, tetapi kenyataannya kita seringkali menolak permintaan mereka bila kita menganggap kurang atau tidak rasional. Sebagai contoh, pernah ada seorang bapak muda yang baru mempunyai seorang bayi yang baru hanya minum ASI datang ke apotek "Pak bayi saya sudah satu hari lebih tidak BAB, tolong saya dikasih obat, biasanya setiap pagi mesti BAB". Kasus semacam ini sangat banyak, sebagai apoteker tentu kita harus mampu memberikan penjelasan terkait kondisi ini dan tidak langsung memberi obat. Saat itu saya sarankan agar ditunggu sampai tiga hari dan bila tetap tidak BAB agar dibawa ke dokter.
Keesokan harinya sang bapak itu datang keapotek bila kemarin sore bayinya sudah dapat BAB meskipun tanpa apoteker harus beri obat. Disini peran apoteker sangat jelas bila apoteker adalah salah satu sumber informasi terkait kesehatan yang terpercaya. Bila saat itu apoteker mau membohongi tentu saja mereka mungkin juga tidak paham. Apakah hal semacam ini masih menunjukan apoteker hanya sekedar pedagang obat?
Bila ada pertanyaan seperti diatas, selalu saya katakan apoteker adalah tenaga kesehatan yang paling berkompeten dalam masalah terkait sediaan farmasi dan saya tunjukan apa yang bisa dilakukan apoteker dan apa yang akan didapatkan masyarakat dengan keberadaan apoteker. Oleh sebab itu sudah sepantasnya bila dalam pendirian apotek seharusnya dibebaskan dari biaya apa saja demi pemerataan apotek yang selanjutnya menjadi pemerataan kesehatan.
Sudah sepantasnya bila masyarakat disekitar saya menganggap apoteker sebagai pelayan kesehatan masyarakat yang mampu menolong orang banyak terkait keilmuannya. Dan bila pertanyaan diatas muncul, hanya karena masyarakat kurang memahami apa arti kesehatan secara benar yang disebabkan salah satunya karena derajat pendidikan ksehatan masyarakat yang umumnya masih rendah. Salah satu contoh lain dalam dunia kesehatan adalah, apakah mau seorang dokter didaerah yang masih suka pakai jurus suntik untuk meraih hati pasien disebut hanya sekedar sebagai tukang suntik?
Saya selalu mengatakan bila tugas apoteker adalah asuhan kefarmasian yang didalamnya ada sediaan kefarmasian. Sediaan kefarmasian disini bukan satu-satunya jenis pelayanan meskipun jasa kita saat ini masih dihargai dari sini. Pernah adik saya berkonsultasi kepada dokter gigi selama lebih dari 15 menit, kemudian adik saya bertanya "berapa dok?", sang dokter menjawab " ah tidak usah ". Bila dokter gigi hanya mau diberi jasa karena tindakannya yang salah satunya cabut gigi, apakah mau dokter gigi hanya disebut sebagai tukang cabut gigi?
Banyak contoh jawaban yang bisa kita berikan kepada yang bertanya terkait pertanyaan diatas, dengan memberikan contoh atas dasar apa yang telah kita lakukan diapotek yang menunjukan kita apoteker bukan pedagang obat. Apoteker adalah seperti apa kata dunia yang mana apoteker adalah tenaga kesehatan yang perannya semakin dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan, seperti kebutuhan akan tenaga kesehatan lain. Oleh karena itu sudah sepantasnya bila pemerintah mendorong pemerataan pelayanan kesehatan dibidang kefarmasian dengan semakin mempermudah pendirian apotek dan semakin menghilangkan biaya-biaya pendirian apotek agar peningkatan derajat kesehatan dapat dirasakan masyarakat dengan semakin mudah dan murah.
Bila ada pertanyaan semacam ini, selalu saya tunjukan apa yang telah saya lakukan diapotek terkait pengelolaan apotek.
Apotek adalah tempat masyarakat mengakses informasi kesehatan, dan selama ini saya lakukan dengan gratis. Juga menjadi sarana pendidikan kesehatan masyarakat, yang juga saya lakukan dengan gratis. Bila dilihat dari peran apoteker sebagai salah satu pendidik kesehatan masyarakat atau pencerdas masyarakat akan kesehatan, pantaskah apoteker disebut sebagai sekedar tukang obat?
Banyak pekerjaan apoteker diapotek yang bisa kita jelaskan kepada masyarakat dan pihak lain tentang peran apoteker dalam dunia kesehatan yang tidak hanya sekedar tukang obat. Banyak pula informasi yang kita berikan kepada masyarakat pendidik atau guru terkait ilmu pengetahuan yang terkait dunia kefarmasian. Salah satunya adalah bagaimana mencari bahan alternatif untuk mendeteksi amilum untuk praktikum anak SD bila bahan yang dicari tidak ada. Atau kemana mereka mencari bahan kimia yang diperlukan untuk praktikum anak SD bila dalam buku petunjuk praktikum tidak disebutkan dimana bisa mencari bahan tersebut.
Pernah suatu saat ada guru SD mencari asam sulfat guna mengikuti lomba ilmiah SD. Sebagai apoteker diapotek saya merasa harus ikut peduli dengan dunia pendidikan. Saya waktu itu memberikan informasi agar membeli saja aqua zuur untuk accu. Informasi sederhana semacam ini seringkali masyarakat juga tidak tahu, disinilah salah satu peran apoteker dalam masyarakat. Apakah dengan peran seperti ini masih pantas apoteker hanya disebut sebagai tukang obat?
Banyak hal yang bisa apoteker lakukan diapotek demi masyarakat disekitar kita. Bila apoteker hanya sebagai pedagang obat, tentu saja kita tidak akan menolak bila ada pembeli, tetapi kenyataannya kita seringkali menolak permintaan mereka bila kita menganggap kurang atau tidak rasional. Sebagai contoh, pernah ada seorang bapak muda yang baru mempunyai seorang bayi yang baru hanya minum ASI datang ke apotek "Pak bayi saya sudah satu hari lebih tidak BAB, tolong saya dikasih obat, biasanya setiap pagi mesti BAB". Kasus semacam ini sangat banyak, sebagai apoteker tentu kita harus mampu memberikan penjelasan terkait kondisi ini dan tidak langsung memberi obat. Saat itu saya sarankan agar ditunggu sampai tiga hari dan bila tetap tidak BAB agar dibawa ke dokter.
Keesokan harinya sang bapak itu datang keapotek bila kemarin sore bayinya sudah dapat BAB meskipun tanpa apoteker harus beri obat. Disini peran apoteker sangat jelas bila apoteker adalah salah satu sumber informasi terkait kesehatan yang terpercaya. Bila saat itu apoteker mau membohongi tentu saja mereka mungkin juga tidak paham. Apakah hal semacam ini masih menunjukan apoteker hanya sekedar pedagang obat?
Bila ada pertanyaan seperti diatas, selalu saya katakan apoteker adalah tenaga kesehatan yang paling berkompeten dalam masalah terkait sediaan farmasi dan saya tunjukan apa yang bisa dilakukan apoteker dan apa yang akan didapatkan masyarakat dengan keberadaan apoteker. Oleh sebab itu sudah sepantasnya bila dalam pendirian apotek seharusnya dibebaskan dari biaya apa saja demi pemerataan apotek yang selanjutnya menjadi pemerataan kesehatan.
Sudah sepantasnya bila masyarakat disekitar saya menganggap apoteker sebagai pelayan kesehatan masyarakat yang mampu menolong orang banyak terkait keilmuannya. Dan bila pertanyaan diatas muncul, hanya karena masyarakat kurang memahami apa arti kesehatan secara benar yang disebabkan salah satunya karena derajat pendidikan ksehatan masyarakat yang umumnya masih rendah. Salah satu contoh lain dalam dunia kesehatan adalah, apakah mau seorang dokter didaerah yang masih suka pakai jurus suntik untuk meraih hati pasien disebut hanya sekedar sebagai tukang suntik?
Saya selalu mengatakan bila tugas apoteker adalah asuhan kefarmasian yang didalamnya ada sediaan kefarmasian. Sediaan kefarmasian disini bukan satu-satunya jenis pelayanan meskipun jasa kita saat ini masih dihargai dari sini. Pernah adik saya berkonsultasi kepada dokter gigi selama lebih dari 15 menit, kemudian adik saya bertanya "berapa dok?", sang dokter menjawab " ah tidak usah ". Bila dokter gigi hanya mau diberi jasa karena tindakannya yang salah satunya cabut gigi, apakah mau dokter gigi hanya disebut sebagai tukang cabut gigi?
Banyak contoh jawaban yang bisa kita berikan kepada yang bertanya terkait pertanyaan diatas, dengan memberikan contoh atas dasar apa yang telah kita lakukan diapotek yang menunjukan kita apoteker bukan pedagang obat. Apoteker adalah seperti apa kata dunia yang mana apoteker adalah tenaga kesehatan yang perannya semakin dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan, seperti kebutuhan akan tenaga kesehatan lain. Oleh karena itu sudah sepantasnya bila pemerintah mendorong pemerataan pelayanan kesehatan dibidang kefarmasian dengan semakin mempermudah pendirian apotek dan semakin menghilangkan biaya-biaya pendirian apotek agar peningkatan derajat kesehatan dapat dirasakan masyarakat dengan semakin mudah dan murah.
Kamis, 18 September 2008
SEBERAPA APOTEKER KITA ??
KENAPA INI PENTING UNTUK DIBICARAKAN ???
Karena terkait program mengapotekerkan apoteker dan demi suksesnya sosialisasi Program TATAP di apotek dan ini merupakan program besar ISFI dalam mensosialisasikan kepada masyarakat.
Alangkah baiknya ISFI juga lebih bijak dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang anggotanya seberapa banyak yang apoteker, seberapa banyak yang bukan apoteker (sarjana farmasi).
Data ini penting karena untuk membedakan siapa yang apoteker dan siapa yang bukan. Karena dari yang apoteker saja masih diragukan siapa yang apoteker betulan dan siapa yang apoteker jadi-jadian artinya mereka suka berteriak diluar panggung tanpa ikut bermain dilapangan.
Mudah-mudahan semakin banyak apoteker betulan yang bisa berkiprah dan bermanfaat bagi masyarakat banyak dan mereka lebih bangga mencantumkan gelar apotekernya.
Sebagai contoh : lihat di http://www.isfinational.or.id/sarana-kefarmasian/33-nama-ketua-umum Dalam penulisan daftar nama-nama pendiri/ketua Ikatan Apoteker dan ketua Umum ISFI, Nama Pembina mulai tahun 1955 sampai dengan sekarang tahun 2008 yang dikeluarkan Website ISFI (organisasi yang di klaim satu-satunya organisasi apoteker di Indonesia) sampai sekarang didalam penulisan Nama dan gelar dengan tegasnya mencantumkan gelar MBA, Drs, tetapi seolah tanpa beban menghilangkan gelar apoteker sehingga kita sendiri yang sebagai apoteker ataau masyarakat awam akan ragu menilai apakah mereka Yang terhormat bergelar sarjana farmasi atau sarjana lain atau belum lulus apoteker karena mungkin saat itu tidak lulus apoteker (karena gelar apoteker nyata-nyata tidak dicantumkan) Kenapa ini terjadi? alergikah dengan gelar apoteker ? kok lebih bangga menyandang gelar Drs, MBA dari pada gelar apoteker sudah menjadi kebiasaankah hal seperti ini pada diri kita ?
Hal ini sangat berbeda kalau kita lihat profesi lain misalnya dr/drg mereka lebih senang memakai gelar profesinya dari pada gelar kesarjanaannya bahkan gelar kesarjanaannya dihilangkan sehingga profesinya dapat lebih mudah dikenal dimasyarakat ...
Sekarang saya jadi bertanya siapa yang bertanggung jawab sistem atau perseorangan ?
Kalau sistem mari kita bersama-sama merubahnya
Organisasi ISFI harus menemukan solusinya ...
(atau mungkin apa perlu perubahan nama organisasi profesi kembali ke Ikatan Apoteker Indonesia dalam konggres ISFI 2009)
Dan draftnya harus disusun sekarang tahun 2008 sama seperti rencana perubahan ISFI menjadi Ikatan Farmasis Indonesia (dalam konggres ISFI tahun 2005)
Yang akhirnya ditolak oleh anggota karena Istilah Farmasis tidak dikenal dalam Undang Undang & hukum kefarmasian di Indonesia ..
Hukum Indonesia hanya mengenal Istilah Apoteker tetapi sampai sekarang pihak perguruan tinggi masih lebih suka menggunakan Istilah farmasis...
karena sekarang pola pikir kita
kalau ingin memikirkan profesi apoteker
kita juga harus memikirkan nasib organisasi profesi Apoteker bukan lainnya ...
Namun bukan hanya sekedar mencantumkan gelar saja yang kita utamakan ...
tapi lebih dari itu ...
sebagai seorang apoteker kita harus dapat membuktikan
bahkan melakukan langkah nyata dengan membiasakan mengabdikan diri di masyarakat
sehingga bukan hanya diakui tetapi dapat mengangkat & membuktikan citra kita sebagai
profesional apoteker di masyarakat...
Salam (Drs.Suhartono,Apoteker)
baca juga di http://www.suaraapoteker.blogspot.com/
Karena terkait program mengapotekerkan apoteker dan demi suksesnya sosialisasi Program TATAP di apotek dan ini merupakan program besar ISFI dalam mensosialisasikan kepada masyarakat.
Alangkah baiknya ISFI juga lebih bijak dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang anggotanya seberapa banyak yang apoteker, seberapa banyak yang bukan apoteker (sarjana farmasi).
Data ini penting karena untuk membedakan siapa yang apoteker dan siapa yang bukan. Karena dari yang apoteker saja masih diragukan siapa yang apoteker betulan dan siapa yang apoteker jadi-jadian artinya mereka suka berteriak diluar panggung tanpa ikut bermain dilapangan.
Mudah-mudahan semakin banyak apoteker betulan yang bisa berkiprah dan bermanfaat bagi masyarakat banyak dan mereka lebih bangga mencantumkan gelar apotekernya.
Sebagai contoh : lihat di http://www.isfinational.or.id/sarana-kefarmasian/33-nama-ketua-umum Dalam penulisan daftar nama-nama pendiri/ketua Ikatan Apoteker dan ketua Umum ISFI, Nama Pembina mulai tahun 1955 sampai dengan sekarang tahun 2008 yang dikeluarkan Website ISFI (organisasi yang di klaim satu-satunya organisasi apoteker di Indonesia) sampai sekarang didalam penulisan Nama dan gelar dengan tegasnya mencantumkan gelar MBA, Drs, tetapi seolah tanpa beban menghilangkan gelar apoteker sehingga kita sendiri yang sebagai apoteker ataau masyarakat awam akan ragu menilai apakah mereka Yang terhormat bergelar sarjana farmasi atau sarjana lain atau belum lulus apoteker karena mungkin saat itu tidak lulus apoteker (karena gelar apoteker nyata-nyata tidak dicantumkan) Kenapa ini terjadi? alergikah dengan gelar apoteker ? kok lebih bangga menyandang gelar Drs, MBA dari pada gelar apoteker sudah menjadi kebiasaankah hal seperti ini pada diri kita ?
Hal ini sangat berbeda kalau kita lihat profesi lain misalnya dr/drg mereka lebih senang memakai gelar profesinya dari pada gelar kesarjanaannya bahkan gelar kesarjanaannya dihilangkan sehingga profesinya dapat lebih mudah dikenal dimasyarakat ...
Sekarang saya jadi bertanya siapa yang bertanggung jawab sistem atau perseorangan ?
Kalau sistem mari kita bersama-sama merubahnya
Organisasi ISFI harus menemukan solusinya ...
(atau mungkin apa perlu perubahan nama organisasi profesi kembali ke Ikatan Apoteker Indonesia dalam konggres ISFI 2009)
Dan draftnya harus disusun sekarang tahun 2008 sama seperti rencana perubahan ISFI menjadi Ikatan Farmasis Indonesia (dalam konggres ISFI tahun 2005)
Yang akhirnya ditolak oleh anggota karena Istilah Farmasis tidak dikenal dalam Undang Undang & hukum kefarmasian di Indonesia ..
Hukum Indonesia hanya mengenal Istilah Apoteker tetapi sampai sekarang pihak perguruan tinggi masih lebih suka menggunakan Istilah farmasis...
karena sekarang pola pikir kita
kalau ingin memikirkan profesi apoteker
kita juga harus memikirkan nasib organisasi profesi Apoteker bukan lainnya ...
Namun bukan hanya sekedar mencantumkan gelar saja yang kita utamakan ...
tapi lebih dari itu ...
sebagai seorang apoteker kita harus dapat membuktikan
bahkan melakukan langkah nyata dengan membiasakan mengabdikan diri di masyarakat
sehingga bukan hanya diakui tetapi dapat mengangkat & membuktikan citra kita sebagai
profesional apoteker di masyarakat...
Salam (Drs.Suhartono,Apoteker)
baca juga di http://www.suaraapoteker.blogspot.com/
Rabu, 17 September 2008
SEBERAPA APTEKERKAH KITA
SEBERAPA APOTEKERKAH KITA ?
Pertanyaan diatas bisa juga kita artikan sebagai, "Sudahkah kita menjadi apoteker?"
Ijazah apoteker sudah kita pegang, tetapi pada sebagian pemegang ijazah apoteker belum semua menyandang harga diri sebagai apoteker. Mengapa terjadi?
Pada saat setelah saya lulus apoteker saya selalu berusaha menyandang harga diri apoteker dengan bangga. Hal ini salah satunya saya terapkan pada saat mengisi aplikasi bank atau kartu kredit, kita selalu ditanya pekerjaan. Hampir selalu bila ada pilihan pekerjaan "profesional" itulah yang saya pilih. Karena bagaimanapun juga saya lebih merasa bangga menggunakan profesional dari pada sekedar swasta. Pada pekerjaan swasta kurang menunjukan siapa diri kita, meskipun gaji kita sebagai profesional apoteker relatif kecil bila dibandingkan profesional yang lain.
Apakah dengan merasa sebagai apoteker, keapotekeran kita sudah besar? Mungkin jawabannya adalah nanti dulu. Keapotekeran kita akan besar bila kita sudah melakukan pekerjaan keapotekeran dengan lebih baik dan bertanggung jawab dengan melakukan pekerjaan apoteker yang nyata. Maksudnya kita harus benar-benar telah melakukan profesi dengan penuh dedikasi. Bisa saja kita selalu mengatakan bila kita adalah apoteker dan memperkenalkan pekerjaan kita sebagai profesional, tetapi bila kita masih menganggap apoteker adalah pelengkap dari pada keberadaan apotek suatu misal, tentu saja kita belumlah mempunyai harga diri sebagai apoteker.
Belum semua apoteker mempunyai harga diri sebagai apoteker tidaklah lepas dari kesalahan kurikulum pendidikan apoteker, yang mana pengajar program pendidikan apoteker masih belum sepenuhnya dilakukan oleh apoteker yang memiliki harga diri sebagai apoteker. Harusnya apoteker diajar oleh para apoteker yang telah memiliki harga dirisebagai apoteker. Sehingga dalam melakukan pekerjaan keapotekerannya tidak hanya menurut anggapan atau menurut empiris para pengajar, tetapi benar-benar menurut kenyataan lapangan.
Hal yang sering saya tanyakan kepada apoteker baru yang mau menjadi APA adalah " Apakah dosen pengajar kamu berpraktek profesi di apotek?" "terus kamu diajar apa?"
Pada saat saya membuat apotek yang bekerjasama dengan apoteker, saya tanya apoteker baru tersebut saat magang di apotek saya " apakah kamu diajar tentang hal-hal seperti ini?" Maksudnya adalah tehik-tehnik konseling yang menurut saya lebih sesuai dengan kebutuhan lapangan, cara menyikapi berbagai model pasien dan lain sebagainya, bagaimana mendesain pilihan obat yang akan kita siapkan untuk apotek baru dan lain-lain. Jawaban apoteker tersebut dapat anda kira-kira sendiri apa.
Kadang saya juga berpikir "Apakah benar yang diajarkan sekarang benar-benar berorientasi pasien?"
Kadang lucu juga kita, kita gebar-gemborkan paradigma baru yang mana pekerjaan kita yang dulu berorientasi obat sekarang berkembang atau berubah menjadi berorientasi ke pasien. Tetapi sudahkah hal ini kita pahami dengan benar? terus yang membuat standar pelayanan berorientasi ke pasien itu siapa? Bisa jadi saya merasa sudah berorientasi kepasien atau siapa saja bisa merasa, tetapi betulkah?
Coba kita renungkan, bila pengajar kita untuk menjadi apoteker adalah apoteker yang belum memiliki harga diri sebagai apoteker, bisakah kita menjadi apoteker yang berharga diri? Akhinya kita saling menyalahkan seperti pernyataan "dulu mana telur dan ayam". Seharusnya kita saling menyadari kesalahan kita dan duduk bersama untuk menyelesaikan masalah tersebut agar kita lebih berharga diri.
Apakah bila kita sudah menjadi apoteker yang berharga diri sebagai apoteker kita mesti dikenal orang? tentu saja tidak, kita mesti berpromosi diri dan memperkenalkan diri kita kepada masyarakat bila kita ada. Jadi kalau sebagian masyarakat tidak mengenal kita bukan berarti kita terus mengeluh "...duh gusti...".
Tak kenal maka tak sayang, begitulah mungkin ungkapannya. Ketidak kenalan sebagian anggota masyarakat kepada kita disebabkan antara lain :
1. Jumlah apotek masih belum proporsional dan masih berkembang didaerah perkotaan, sehingga belum semua masyarakat dapat mengakses apotek.
2. Tingkat pendidikan kesehatan masyarakat kita masih rendah, sehingga pemahaman masyarakat terhadap apotek umumnya sangat kurang. Sebagai contoh adalah didaerah saya waktu masih apotek baru satu punya saya. Di daerah saya ada praktek dokter bersama yang sebelahnya disediakan etalase obat yang juga menjual obat kemasyarakat umum, praktek dokter ini disebut juga apotek. Juga ada klinik yang juga menjual obat, klinik inipun juga dikatakan apotek. Mungkin sama juga dengan perawat di daerah saya yang sering kali dianggap dokter.
3. Pemerintah belum melibatkan kita pada banyak hal sehingga kita tidak kurang dikenal dan dihargai oleh masyarakat.
4. Apoteker masih ada yang belum memiliki ego profesi.
5. Masih banyak penjual obat tidak resmi
6. dan masih banyak lagi.
Agar apoteker bisa dikenali oleh semua lapisan masyarakat, seharusnya beberapa hal dibawah ini dipertimbangkan :
1. Pemerintah mengembangkan apotek sampai ke tingkat desa, yang mana apotek harus dikelola oleh apoteker selama jam buka apotek. Sehigga masyarakat lebi bisa mengakses kesehatan terkait kefarmasian dengan benar.
2. Tingkat pendidikan kesehatan terus ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kefarmasian. Bila pendidikan kesehatan masyarakat masih rendah tidak mungkin masyarakat akan dapat mengenali apoteker, apalagi mendefinisikan apotek dengan benar, paling-paling apotek hanya akan dianggap penjual obat dan apoteker adalah penjual obat. Dan akan celaka kita bila kita dianggap sebagai penjual obat yang banyak omong seperti dipasar-pasar tempo dulu.
3. Apoteker seharusnya juga dilibatkan pada banyak hal seperti pemberantasan penyakit dan bencana alam. Kemarin saat gunung kelut mau meletus saya menyiapkan semua apoteker yang mau berpartisipasi, dan empat orang apoteker yang ada diwilayah kelut agar siaga bila sewaktu-waktu benar benar meletus. Dan saya salut kepada teman-teman yang umumnya bersedia ikut berpartisipasi bila kelut benar-benar meletus, dengan kemungkinan kita bergabung dengan posko yang sudah ada atau membuat posko sendiri. Untunglah kelut tak jadi meletus. Dan saya banyak mendapat kesan dari rencana tersebut, bila ternyata kepedulian apoteker terhadap lingkungannya cukup besar, meskipun mereka semua adalah bekerja di apotek swasta atau apotek milik sendiri. Cuma kita belum dilibatkan saja.
4. Memperbaiki ego profesi, agar apoteker merasa setingkat dengan profesi yang lain. Bila ego profesi tak dibina, maka bila ada masalah kesehatan disekitar kita mereka akan berpikir biarlah profesi yang lain mngerjakan hal tersebut.
5. selanjutnya kita bahas saja di ISFI dan HISFARMA saja agar hasilnya lebih baik dan lebih sesuai dengan kenyataan kita dari berbagai daerah yang mana kasusnya mungkin akan sangat berbeda. Yang pasti bila kita ingin lebih dikenal masyarakat, kita harus mau bekerja lebih keras lagi.
Kesimpulan saya, seberapa apotekerkah kita? Kita tidak bisa menjadi apoteker yang sesungguhnya bila kita tidak duduk bersama merencanakan profesi apoteker yang lebih baik kedepan dan apoteker yang sesungguhnya akan terwujud bila kita sudah dapat bekerja sama membangun profesi kita. Membangun profesi dengan berpraktek profesi yang penuh dedikasi, dedikasi kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Pertanyaan diatas bisa juga kita artikan sebagai, "Sudahkah kita menjadi apoteker?"
Ijazah apoteker sudah kita pegang, tetapi pada sebagian pemegang ijazah apoteker belum semua menyandang harga diri sebagai apoteker. Mengapa terjadi?
Pada saat setelah saya lulus apoteker saya selalu berusaha menyandang harga diri apoteker dengan bangga. Hal ini salah satunya saya terapkan pada saat mengisi aplikasi bank atau kartu kredit, kita selalu ditanya pekerjaan. Hampir selalu bila ada pilihan pekerjaan "profesional" itulah yang saya pilih. Karena bagaimanapun juga saya lebih merasa bangga menggunakan profesional dari pada sekedar swasta. Pada pekerjaan swasta kurang menunjukan siapa diri kita, meskipun gaji kita sebagai profesional apoteker relatif kecil bila dibandingkan profesional yang lain.
Apakah dengan merasa sebagai apoteker, keapotekeran kita sudah besar? Mungkin jawabannya adalah nanti dulu. Keapotekeran kita akan besar bila kita sudah melakukan pekerjaan keapotekeran dengan lebih baik dan bertanggung jawab dengan melakukan pekerjaan apoteker yang nyata. Maksudnya kita harus benar-benar telah melakukan profesi dengan penuh dedikasi. Bisa saja kita selalu mengatakan bila kita adalah apoteker dan memperkenalkan pekerjaan kita sebagai profesional, tetapi bila kita masih menganggap apoteker adalah pelengkap dari pada keberadaan apotek suatu misal, tentu saja kita belumlah mempunyai harga diri sebagai apoteker.
Belum semua apoteker mempunyai harga diri sebagai apoteker tidaklah lepas dari kesalahan kurikulum pendidikan apoteker, yang mana pengajar program pendidikan apoteker masih belum sepenuhnya dilakukan oleh apoteker yang memiliki harga diri sebagai apoteker. Harusnya apoteker diajar oleh para apoteker yang telah memiliki harga dirisebagai apoteker. Sehingga dalam melakukan pekerjaan keapotekerannya tidak hanya menurut anggapan atau menurut empiris para pengajar, tetapi benar-benar menurut kenyataan lapangan.
Hal yang sering saya tanyakan kepada apoteker baru yang mau menjadi APA adalah " Apakah dosen pengajar kamu berpraktek profesi di apotek?" "terus kamu diajar apa?"
Pada saat saya membuat apotek yang bekerjasama dengan apoteker, saya tanya apoteker baru tersebut saat magang di apotek saya " apakah kamu diajar tentang hal-hal seperti ini?" Maksudnya adalah tehik-tehnik konseling yang menurut saya lebih sesuai dengan kebutuhan lapangan, cara menyikapi berbagai model pasien dan lain sebagainya, bagaimana mendesain pilihan obat yang akan kita siapkan untuk apotek baru dan lain-lain. Jawaban apoteker tersebut dapat anda kira-kira sendiri apa.
Kadang saya juga berpikir "Apakah benar yang diajarkan sekarang benar-benar berorientasi pasien?"
Kadang lucu juga kita, kita gebar-gemborkan paradigma baru yang mana pekerjaan kita yang dulu berorientasi obat sekarang berkembang atau berubah menjadi berorientasi ke pasien. Tetapi sudahkah hal ini kita pahami dengan benar? terus yang membuat standar pelayanan berorientasi ke pasien itu siapa? Bisa jadi saya merasa sudah berorientasi kepasien atau siapa saja bisa merasa, tetapi betulkah?
Coba kita renungkan, bila pengajar kita untuk menjadi apoteker adalah apoteker yang belum memiliki harga diri sebagai apoteker, bisakah kita menjadi apoteker yang berharga diri? Akhinya kita saling menyalahkan seperti pernyataan "dulu mana telur dan ayam". Seharusnya kita saling menyadari kesalahan kita dan duduk bersama untuk menyelesaikan masalah tersebut agar kita lebih berharga diri.
Apakah bila kita sudah menjadi apoteker yang berharga diri sebagai apoteker kita mesti dikenal orang? tentu saja tidak, kita mesti berpromosi diri dan memperkenalkan diri kita kepada masyarakat bila kita ada. Jadi kalau sebagian masyarakat tidak mengenal kita bukan berarti kita terus mengeluh "...duh gusti...".
Tak kenal maka tak sayang, begitulah mungkin ungkapannya. Ketidak kenalan sebagian anggota masyarakat kepada kita disebabkan antara lain :
1. Jumlah apotek masih belum proporsional dan masih berkembang didaerah perkotaan, sehingga belum semua masyarakat dapat mengakses apotek.
2. Tingkat pendidikan kesehatan masyarakat kita masih rendah, sehingga pemahaman masyarakat terhadap apotek umumnya sangat kurang. Sebagai contoh adalah didaerah saya waktu masih apotek baru satu punya saya. Di daerah saya ada praktek dokter bersama yang sebelahnya disediakan etalase obat yang juga menjual obat kemasyarakat umum, praktek dokter ini disebut juga apotek. Juga ada klinik yang juga menjual obat, klinik inipun juga dikatakan apotek. Mungkin sama juga dengan perawat di daerah saya yang sering kali dianggap dokter.
3. Pemerintah belum melibatkan kita pada banyak hal sehingga kita tidak kurang dikenal dan dihargai oleh masyarakat.
4. Apoteker masih ada yang belum memiliki ego profesi.
5. Masih banyak penjual obat tidak resmi
6. dan masih banyak lagi.
Agar apoteker bisa dikenali oleh semua lapisan masyarakat, seharusnya beberapa hal dibawah ini dipertimbangkan :
1. Pemerintah mengembangkan apotek sampai ke tingkat desa, yang mana apotek harus dikelola oleh apoteker selama jam buka apotek. Sehigga masyarakat lebi bisa mengakses kesehatan terkait kefarmasian dengan benar.
2. Tingkat pendidikan kesehatan terus ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kefarmasian. Bila pendidikan kesehatan masyarakat masih rendah tidak mungkin masyarakat akan dapat mengenali apoteker, apalagi mendefinisikan apotek dengan benar, paling-paling apotek hanya akan dianggap penjual obat dan apoteker adalah penjual obat. Dan akan celaka kita bila kita dianggap sebagai penjual obat yang banyak omong seperti dipasar-pasar tempo dulu.
3. Apoteker seharusnya juga dilibatkan pada banyak hal seperti pemberantasan penyakit dan bencana alam. Kemarin saat gunung kelut mau meletus saya menyiapkan semua apoteker yang mau berpartisipasi, dan empat orang apoteker yang ada diwilayah kelut agar siaga bila sewaktu-waktu benar benar meletus. Dan saya salut kepada teman-teman yang umumnya bersedia ikut berpartisipasi bila kelut benar-benar meletus, dengan kemungkinan kita bergabung dengan posko yang sudah ada atau membuat posko sendiri. Untunglah kelut tak jadi meletus. Dan saya banyak mendapat kesan dari rencana tersebut, bila ternyata kepedulian apoteker terhadap lingkungannya cukup besar, meskipun mereka semua adalah bekerja di apotek swasta atau apotek milik sendiri. Cuma kita belum dilibatkan saja.
4. Memperbaiki ego profesi, agar apoteker merasa setingkat dengan profesi yang lain. Bila ego profesi tak dibina, maka bila ada masalah kesehatan disekitar kita mereka akan berpikir biarlah profesi yang lain mngerjakan hal tersebut.
5. selanjutnya kita bahas saja di ISFI dan HISFARMA saja agar hasilnya lebih baik dan lebih sesuai dengan kenyataan kita dari berbagai daerah yang mana kasusnya mungkin akan sangat berbeda. Yang pasti bila kita ingin lebih dikenal masyarakat, kita harus mau bekerja lebih keras lagi.
Kesimpulan saya, seberapa apotekerkah kita? Kita tidak bisa menjadi apoteker yang sesungguhnya bila kita tidak duduk bersama merencanakan profesi apoteker yang lebih baik kedepan dan apoteker yang sesungguhnya akan terwujud bila kita sudah dapat bekerja sama membangun profesi kita. Membangun profesi dengan berpraktek profesi yang penuh dedikasi, dedikasi kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Senin, 15 September 2008
CONTOH KONSELING
CONTOH KONSELING
Konseling biasanya berlangsung sangat kondisional dan melibatkan beberapa tehnik konseling sekaligus seperti kasus dibawah ini.
Pasien datang
Apoteker : " Ada yang bisa kita bantu?" (attending)
Pasien : " mau beli obat flu merk A" (Obat tersebut mengandung PPA)
Apoteker : "Untuk siapa bu?" (pertanyaan terbuka)
Pasien : " Untuk saya sendiri, berapa harganya ya?"
Apoteker : " Punya penyakit hipertensi?" (pertanyaan tertutup)
Pasien : " Ada, kadang-kadang tensi saya agak tinggi"
Apoteker : " Sampai berapa bu?" (eksplorasi)
Pasien : " Kadang sampai 170"
Apoteker : " Bu, obat tersebut mengandung PPA yang seharusnya tidak diminum oleh penderita hipertensi" (pemberian informasi, memberikan nasehat)
Pasien : " Ah tidak, pokoknya saya cocoknya obat A tersebut, kalau tidak itu saya tidak mau"
Apoteker : " Ha3, saya sudah menduga dan saya memahami anda, ibu saya sendiri baru 6 bulan percaya kalau tidak boleh minum obat A, karena ibu saya juga menderita hipertensi" (empati)
sambil tersenyum " Mau beli berapa bu? tidak apa-apa tidak percaya, saya menghargai pilihan anda, yang penting saya sudah memberi informasi" (empati)
Pasien : " Beli 3 strip saja" (pasien agak terdiam sambil berpikir)
Apoteker : " Rp3600;- " ada lagi yang bisa dibantu?" (sambil tetap tersenyum)
Pasien : " Pak tidak jadi saja, tolong diberi yang aman buat penderita hipertensi saja" (sambil malu-malu)
Apoteker : " ha3, pilihan ibu tepat, membeli obat harus mempertimbangkan efek samping, sebaiknya ibu minum obat B saja karena tidak mengandung PPA" (menilai, menyimpulkan dan mengakhiri konseling)
Dari contoh konseling diatas dapat kita ambil banyak pelajaran. Dan contoh tersebut termasuk contoh konseling yang berhasil. Konseling umumnya berlansung sangat kondisional dan hasilnya sering kali juga tidak bisa kita nilai hanya dengan benar salah. Satu hal yang paling penting dalam konseling kefarmasian adalah mengamankan klien atau pasien dari ESO atau dari bahaya penggunaan sediaan farmasi lain, juga mengamankan dari bahaya penyakit yang diderita pasien atau klien. Oleh karena itu sebagian hasil konseling kefarmasian diapotek adalah rujukan kesarana kesehatan lain seperti praktek dokter atau rumah sakit.
Konseling tersebut juga kategori konseling efektif, karena berjalan sangat singkat, mungkin cuma 2 atau 3 menit saja. Konseling seperti ini dampaknya akan sangat besar bagi pasien dan lingkungannya sendiri, karena manusia adalah makhluk sosial, yang mana umumnya pasien akan mengabarkan hasil ini kepada siapa saja yang ia kenal.
Pada konseling seperti ini seringkali dibutuhkan waktu lebih dari sekedar 2 atau 3 menit, dan kadang kala juga membutuhkan 2 atau 3 kali pertemuan. Pada kasus konseling ini pesan utamanya adalah pasien tidak memahami efek samping obat dan kebutuhan pasien adalah obat yang manjur dan aman sesuai kondisi pasien.
Contoh yang lain akan saya usahakan lewat http://sites.google.com/site/hisfarma apresiasinya kami mohon kepada semua pengunjung blog ini.
Konseling biasanya berlangsung sangat kondisional dan melibatkan beberapa tehnik konseling sekaligus seperti kasus dibawah ini.
Pasien datang
Apoteker : " Ada yang bisa kita bantu?" (attending)
Pasien : " mau beli obat flu merk A" (Obat tersebut mengandung PPA)
Apoteker : "Untuk siapa bu?" (pertanyaan terbuka)
Pasien : " Untuk saya sendiri, berapa harganya ya?"
Apoteker : " Punya penyakit hipertensi?" (pertanyaan tertutup)
Pasien : " Ada, kadang-kadang tensi saya agak tinggi"
Apoteker : " Sampai berapa bu?" (eksplorasi)
Pasien : " Kadang sampai 170"
Apoteker : " Bu, obat tersebut mengandung PPA yang seharusnya tidak diminum oleh penderita hipertensi" (pemberian informasi, memberikan nasehat)
Pasien : " Ah tidak, pokoknya saya cocoknya obat A tersebut, kalau tidak itu saya tidak mau"
Apoteker : " Ha3, saya sudah menduga dan saya memahami anda, ibu saya sendiri baru 6 bulan percaya kalau tidak boleh minum obat A, karena ibu saya juga menderita hipertensi" (empati)
sambil tersenyum " Mau beli berapa bu? tidak apa-apa tidak percaya, saya menghargai pilihan anda, yang penting saya sudah memberi informasi" (empati)
Pasien : " Beli 3 strip saja" (pasien agak terdiam sambil berpikir)
Apoteker : " Rp3600;- " ada lagi yang bisa dibantu?" (sambil tetap tersenyum)
Pasien : " Pak tidak jadi saja, tolong diberi yang aman buat penderita hipertensi saja" (sambil malu-malu)
Apoteker : " ha3, pilihan ibu tepat, membeli obat harus mempertimbangkan efek samping, sebaiknya ibu minum obat B saja karena tidak mengandung PPA" (menilai, menyimpulkan dan mengakhiri konseling)
Dari contoh konseling diatas dapat kita ambil banyak pelajaran. Dan contoh tersebut termasuk contoh konseling yang berhasil. Konseling umumnya berlansung sangat kondisional dan hasilnya sering kali juga tidak bisa kita nilai hanya dengan benar salah. Satu hal yang paling penting dalam konseling kefarmasian adalah mengamankan klien atau pasien dari ESO atau dari bahaya penggunaan sediaan farmasi lain, juga mengamankan dari bahaya penyakit yang diderita pasien atau klien. Oleh karena itu sebagian hasil konseling kefarmasian diapotek adalah rujukan kesarana kesehatan lain seperti praktek dokter atau rumah sakit.
Konseling tersebut juga kategori konseling efektif, karena berjalan sangat singkat, mungkin cuma 2 atau 3 menit saja. Konseling seperti ini dampaknya akan sangat besar bagi pasien dan lingkungannya sendiri, karena manusia adalah makhluk sosial, yang mana umumnya pasien akan mengabarkan hasil ini kepada siapa saja yang ia kenal.
Pada konseling seperti ini seringkali dibutuhkan waktu lebih dari sekedar 2 atau 3 menit, dan kadang kala juga membutuhkan 2 atau 3 kali pertemuan. Pada kasus konseling ini pesan utamanya adalah pasien tidak memahami efek samping obat dan kebutuhan pasien adalah obat yang manjur dan aman sesuai kondisi pasien.
Contoh yang lain akan saya usahakan lewat http://sites.google.com/site/hisfarma apresiasinya kami mohon kepada semua pengunjung blog ini.
Rabu, 10 September 2008
KONSELING DAN KEPATUHAN PASIEN
KONSELING DAN KEPATUHAN PASIEN
Konseling Apoteker, adalah upaya apoteker agar pasien memahami permasalahan yang dialami, yang terkait kesehatan dan sediaan farmasi, sehingga pasien mampu mengambil keputusan terbaik sesuai kemampuannya. Sehingga bila dikaitkan dengan kepatuhan pasien dalam minum obat adalah bagaimana apoteker mampu memahami pasien yang terkait obat termasuk cara minum obat, jangka waktu dan lain sebagainya.
Semisal pada kasus TB, apoteker harus mampu menggali apa saja dari pasien agar terbuka tentang pemahaman penyakitnya, cara minum obat, lama minum obat dan lain sebagainya. Hal ini karena akan sangat erat dengan kepatuhan pasien minum obat. Disini konseling bukan sekedar memberikan PIO tetapi usaha bagaimana agar pasien paham akan permasalahannya sebagai awal dari pelayanan kefarmasian.
Bila pasien sudah memahami permasalahannya, baru apoteker memasukan semua informasi yang terkait pengobatan penyakit tersebut. Atau dengan kata lain konseling berjalan dulu sampai pasien mampu memahami permasalahannya baru pemberian PIO. Bila PIO jalan dulu sering kali pasien akan enggan dan selanjutnya pengobatan tidak berjalan optimal karena pasien umumnya juga tidak patuh karena tidak memahami permasalahannya. PIO sering kali juga dianggap sebagai beban yang lebih memberatkan pasien karena harus balajar dan sering kali dianggap tidak perlu dan pasien cukup minum obat dan bila keluhan hilang sering kali mereka berhenti minum obat.
Untuk menjadikan pasien memahami permasalahannya sering kali juga diperlukan beberapa kali pertemuan konseling atau bahkan terkadang kita sering kali juga harus memberikan konseling kepada keluarganya. Konseling kepada keluarga terdekatnya sering kali juga sangat efektif, karena merekalah yang setiap hari ketemu dan mereka bisa setiap hari mengingatkan agar pasien menjadi patuh.
Apakah konseling dapat meningkatkan kepatuhan pasien? Jawaban saya adalah kepatuhan merupakan salah satu harapan dari hasil konseling, bila pasien memahami apa permasalahannya, maka kepatuhan akan terbentuk dengan sendirinya.
Konseling Apoteker, adalah upaya apoteker agar pasien memahami permasalahan yang dialami, yang terkait kesehatan dan sediaan farmasi, sehingga pasien mampu mengambil keputusan terbaik sesuai kemampuannya. Sehingga bila dikaitkan dengan kepatuhan pasien dalam minum obat adalah bagaimana apoteker mampu memahami pasien yang terkait obat termasuk cara minum obat, jangka waktu dan lain sebagainya.
Semisal pada kasus TB, apoteker harus mampu menggali apa saja dari pasien agar terbuka tentang pemahaman penyakitnya, cara minum obat, lama minum obat dan lain sebagainya. Hal ini karena akan sangat erat dengan kepatuhan pasien minum obat. Disini konseling bukan sekedar memberikan PIO tetapi usaha bagaimana agar pasien paham akan permasalahannya sebagai awal dari pelayanan kefarmasian.
Bila pasien sudah memahami permasalahannya, baru apoteker memasukan semua informasi yang terkait pengobatan penyakit tersebut. Atau dengan kata lain konseling berjalan dulu sampai pasien mampu memahami permasalahannya baru pemberian PIO. Bila PIO jalan dulu sering kali pasien akan enggan dan selanjutnya pengobatan tidak berjalan optimal karena pasien umumnya juga tidak patuh karena tidak memahami permasalahannya. PIO sering kali juga dianggap sebagai beban yang lebih memberatkan pasien karena harus balajar dan sering kali dianggap tidak perlu dan pasien cukup minum obat dan bila keluhan hilang sering kali mereka berhenti minum obat.
Untuk menjadikan pasien memahami permasalahannya sering kali juga diperlukan beberapa kali pertemuan konseling atau bahkan terkadang kita sering kali juga harus memberikan konseling kepada keluarganya. Konseling kepada keluarga terdekatnya sering kali juga sangat efektif, karena merekalah yang setiap hari ketemu dan mereka bisa setiap hari mengingatkan agar pasien menjadi patuh.
Apakah konseling dapat meningkatkan kepatuhan pasien? Jawaban saya adalah kepatuhan merupakan salah satu harapan dari hasil konseling, bila pasien memahami apa permasalahannya, maka kepatuhan akan terbentuk dengan sendirinya.
Sabtu, 06 September 2008
KONSELING APOTEKER
KONSELING APOTEKER
Konseling Apoteker, adalah upaya apoteker agar pasien memahami permasalahan yang dialami, yang terkait kesehatan dan sediaan farmasi, sehingga pasien mampu mengambil keputusan terbaik sesuai kemampuannya.
Pada saat pasien datang ke apotek seringkali pasien kurang mengerti dan bahkan sebagian tidak memahami apa sebenarnya permasalahan dan bagaimana seharusnya permasalahan diselesaikan. Untuk itu diperlukan suatu konseling kefarmasian.
Dalam melakukan konseling di apotek, seorang apoteker harus mampu menguasai tehnik-tehnik konseling. Karena keberhasilan konseling salah satunya ditentukan oleh kemampuan apoteker dalam penguasaan tehnik-tehnik tersebut. Dan seringkali dalam konseling diperlukan beberapa tehnik sekaligus yang dikombinasi. selain itu keberhasilan konseling juga dipengaruhi oleh pengalaman apoteker dalam konseling.
Beberapa tehnik-tehnik konseling yang harus dikuasai apoteker antara lain :
- attending
- empati
- refleksi
- eksplorasi
- open question
- closed questions
- dll
Untuk lebih jauh bisa lihat di http://sites.google.com/site/hisfarma/
Konseling Apoteker, adalah upaya apoteker agar pasien memahami permasalahan yang dialami, yang terkait kesehatan dan sediaan farmasi, sehingga pasien mampu mengambil keputusan terbaik sesuai kemampuannya.
Pada saat pasien datang ke apotek seringkali pasien kurang mengerti dan bahkan sebagian tidak memahami apa sebenarnya permasalahan dan bagaimana seharusnya permasalahan diselesaikan. Untuk itu diperlukan suatu konseling kefarmasian.
Dalam melakukan konseling di apotek, seorang apoteker harus mampu menguasai tehnik-tehnik konseling. Karena keberhasilan konseling salah satunya ditentukan oleh kemampuan apoteker dalam penguasaan tehnik-tehnik tersebut. Dan seringkali dalam konseling diperlukan beberapa tehnik sekaligus yang dikombinasi. selain itu keberhasilan konseling juga dipengaruhi oleh pengalaman apoteker dalam konseling.
Beberapa tehnik-tehnik konseling yang harus dikuasai apoteker antara lain :
- attending
- empati
- refleksi
- eksplorasi
- open question
- closed questions
- dll
Untuk lebih jauh bisa lihat di http://sites.google.com/site/hisfarma/
Senin, 01 September 2008
MARHABAN YA RAMADHAN
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA 1429 H
Mohon maaf segala kekhilafan & Semoga dibulan suci ini kita mendapatkan ridho Alloh SWT, Amien ...
Mohon maaf segala kekhilafan & Semoga dibulan suci ini kita mendapatkan ridho Alloh SWT, Amien ...
Jumat, 29 Agustus 2008
APOTEK UNTUK MAGANG
APOTEK UNTUK MAGANG
Mahasiswa Profesi memerlukan magang diapotek. Hal ini agar setelah lulus apoteker langsung siap diterjunkan kemasyarakat, mendampingi masyarakat dalam menggunakan obat dan sediaan farmasi lain. Lebih jauhnya agar apoteker baru diharapan dapat melayani masyarakat dengan lebih optimal dan tidak terlalu tertinggal jauh dengan para seniornya yang telah lama berpraktek profesi diapotek.
Pada magang ini diharapkan mahasiswa profesi dapat belajar menerapkan semua ilmu yang telah didapatkan dibangku kuliah pada saat praktek profesi diapotek. Dan persyaratan apotek yang bisa dipakai sebagai PKP mahasiswa farmasi tingkat profesi adalah emenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
1. Mempunyai jumlah pasien yang cukup.
2. Dikelola oleh apoteker secara langsung baik pada sisi praktek profesi dan manajemen
1. Mempunyai jumlah pasien yang cukup, merupakan salah satu syarat agar keterwakilan kasus profesi yang menjadi pembelajaran profesi cukup. Sebagai ilstrasi, tak rasional bila apotek hanya mempunyai kunjungan kurang dari 20 orang dijadikan tempat magang. Pada apotek yang tingkat kunjungannya kecil seringkali hanya melayani kasus-kasus tertentu yang kurang luas permasalahan permasalahan profesinya, sehingga pada praktek profesinya nanti apoteker akan kesulitan pada saat menghadapi kasus-kasus tertentu.
2. Dikelola oleh apoteker secara langsung baik pada sisi praktek profesi dan manajemen. Disini diharapkan akan terjadi tranfer teori dan praktek profesi secara optimal. Seperti penulis alami yang merasa sangat berhutang budi pada para apoteker pembina PKP di apotek. Bahkan pada awalnya penulis betul-betul mencoba manajemen mereka sampai terbentuk manajemen yang lebih sesuai pada daerah setempat. Pada praktek profesi seringkali suatu daerah mempunyai kharakter masyarakat yang berbeda-beda dan mempunyai kesulitan yang berbeda-beda baik terhadap pengelolaan yang terkait profesi ataupun yang terkait manajemen. Bila magang diapotek yang tidak dikelola apoteker secara langsug ditakutkan apotek tidak akan terbuka, sehigga apoteker baru menjadi kurang siap dalam melakukan praktek profesi.
Hal Lain Yang Juga Harus Dipersiapkan
ISFI dan Perguruan Tinggi,membuat data kelayakan apotek yang akan dimonitor secara terus-menerus dan dievaluasi. Juga menyiapkan modul yang harus dikuasai minimal calon apoteker, sehingga terjadi keseragaman out put.
Keuntungan Magang Calon apoteker
1. Buat calon apoteker,
- Calon apoteker dapat mengetahui kasus pelayanan kefarmasian yang up to date.
- Calon apoteker dapat belajar memulai mengembangkan diri sebagai profesional
2. Buat PT
Perguruan Tinggi dapat lebih memantau kebutuhan akan pengembangan ilmu pengetahuan terkait profesi, sehingga pengembangan sain di perguruan tingi lebih akomodatif dengan kebutuhan pasar.
3. Buat Apoteker Pembina
Apoteker pembina dapat dapat mengikuti perkembangan sain dengan berinteraksi dengan apoteker baru.
4. Buat apotek
Apotek dapat lebih mengikuti perkembangan dunia farmasi khusunya bidang perapotekan, karena ada interaksi antara karyawannya, apoteker, calon apoteker, ISFI dan perguruan tinggi.
Baca juga di http://sites.google.com/site/hisfarma/Home/idea
Mahasiswa Profesi memerlukan magang diapotek. Hal ini agar setelah lulus apoteker langsung siap diterjunkan kemasyarakat, mendampingi masyarakat dalam menggunakan obat dan sediaan farmasi lain. Lebih jauhnya agar apoteker baru diharapan dapat melayani masyarakat dengan lebih optimal dan tidak terlalu tertinggal jauh dengan para seniornya yang telah lama berpraktek profesi diapotek.
Pada magang ini diharapkan mahasiswa profesi dapat belajar menerapkan semua ilmu yang telah didapatkan dibangku kuliah pada saat praktek profesi diapotek. Dan persyaratan apotek yang bisa dipakai sebagai PKP mahasiswa farmasi tingkat profesi adalah emenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
1. Mempunyai jumlah pasien yang cukup.
2. Dikelola oleh apoteker secara langsung baik pada sisi praktek profesi dan manajemen
1. Mempunyai jumlah pasien yang cukup, merupakan salah satu syarat agar keterwakilan kasus profesi yang menjadi pembelajaran profesi cukup. Sebagai ilstrasi, tak rasional bila apotek hanya mempunyai kunjungan kurang dari 20 orang dijadikan tempat magang. Pada apotek yang tingkat kunjungannya kecil seringkali hanya melayani kasus-kasus tertentu yang kurang luas permasalahan permasalahan profesinya, sehingga pada praktek profesinya nanti apoteker akan kesulitan pada saat menghadapi kasus-kasus tertentu.
2. Dikelola oleh apoteker secara langsung baik pada sisi praktek profesi dan manajemen. Disini diharapkan akan terjadi tranfer teori dan praktek profesi secara optimal. Seperti penulis alami yang merasa sangat berhutang budi pada para apoteker pembina PKP di apotek. Bahkan pada awalnya penulis betul-betul mencoba manajemen mereka sampai terbentuk manajemen yang lebih sesuai pada daerah setempat. Pada praktek profesi seringkali suatu daerah mempunyai kharakter masyarakat yang berbeda-beda dan mempunyai kesulitan yang berbeda-beda baik terhadap pengelolaan yang terkait profesi ataupun yang terkait manajemen. Bila magang diapotek yang tidak dikelola apoteker secara langsug ditakutkan apotek tidak akan terbuka, sehigga apoteker baru menjadi kurang siap dalam melakukan praktek profesi.
Hal Lain Yang Juga Harus Dipersiapkan
ISFI dan Perguruan Tinggi,membuat data kelayakan apotek yang akan dimonitor secara terus-menerus dan dievaluasi. Juga menyiapkan modul yang harus dikuasai minimal calon apoteker, sehingga terjadi keseragaman out put.
Keuntungan Magang Calon apoteker
1. Buat calon apoteker,
- Calon apoteker dapat mengetahui kasus pelayanan kefarmasian yang up to date.
- Calon apoteker dapat belajar memulai mengembangkan diri sebagai profesional
2. Buat PT
Perguruan Tinggi dapat lebih memantau kebutuhan akan pengembangan ilmu pengetahuan terkait profesi, sehingga pengembangan sain di perguruan tingi lebih akomodatif dengan kebutuhan pasar.
3. Buat Apoteker Pembina
Apoteker pembina dapat dapat mengikuti perkembangan sain dengan berinteraksi dengan apoteker baru.
4. Buat apotek
Apotek dapat lebih mengikuti perkembangan dunia farmasi khusunya bidang perapotekan, karena ada interaksi antara karyawannya, apoteker, calon apoteker, ISFI dan perguruan tinggi.
Baca juga di http://sites.google.com/site/hisfarma/Home/idea
Rabu, 27 Agustus 2008
DIBUTUHKAN APOTEK YANG LAYAK BUAT MAGANG MAHASISWA PROFESI
Kami lagi mendata apotek di Jawa timur yang layak dipakai magang untuk PKP Mahasiswa profesi adapun kriterianya kurang lebih :
1. Apotek dikelola penuh oleh apoteker baik dari sisi pelayanan dan manajemen/keuangan
Sehingga Mahasiwa PKP nantinya dapat mengambil manfaat sebanyak-banyaknya
dari kegiatan PKP
2. Lokasi di wilayah jawa timur
3. Bersedia dipakai untuk magang mahasiswa profesi apoteker
Ada yang memberi masukan ?
untuk sementara yang sudah siap :
1. APOTEK BROMO contact person Drs.Suhartono,APt/Dra.Triana N,Apt
Jl. Raya Bromo 22 Probolinggo
Telp 0335-436866 Hp. 08123208562
2. Apotek Kurnia contact person Drs. Amin Prasodjo,Apt
Jl. Pahlawan Probolinggo
Telp. 0335428433
3. Apotek RSAB Muhammadiyah contact person Tri Susanti, SFarm,Apt
Jl. Panglima Sudirman Probolinggo
Telp. 0335421578 Hp. 085228063556
Untuk daftar keseluruhan apotek di probolinggo anda dapat melihat di www.apotekerindonesia.blogspot.com tentang profil isfi cabang probolinggo
1. Apotek dikelola penuh oleh apoteker baik dari sisi pelayanan dan manajemen/keuangan
Sehingga Mahasiwa PKP nantinya dapat mengambil manfaat sebanyak-banyaknya
dari kegiatan PKP
2. Lokasi di wilayah jawa timur
3. Bersedia dipakai untuk magang mahasiswa profesi apoteker
Ada yang memberi masukan ?
untuk sementara yang sudah siap :
1. APOTEK BROMO contact person Drs.Suhartono,APt/Dra.Triana N,Apt
Jl. Raya Bromo 22 Probolinggo
Telp 0335-436866 Hp. 08123208562
2. Apotek Kurnia contact person Drs. Amin Prasodjo,Apt
Jl. Pahlawan Probolinggo
Telp. 0335428433
3. Apotek RSAB Muhammadiyah contact person Tri Susanti, SFarm,Apt
Jl. Panglima Sudirman Probolinggo
Telp. 0335421578 Hp. 085228063556
Untuk daftar keseluruhan apotek di probolinggo anda dapat melihat di www.apotekerindonesia.blogspot.com tentang profil isfi cabang probolinggo
Senin, 25 Agustus 2008
DISKUSI FARMASI KLINIK
Ass .. Maaf mengganggu, ada pasien di RS mendapat pengobatan
R/ Tab vit B6
Fargoxin 12,5
Ethambutol
Glucovance
Xanax 0,25
Alganax 0,5 & 0,25
Rifampicin
Codein 20
Minta tolong sarannya pak/bu, karena ada obat yang duplikasi, sekarang pasien kepanasan dan badannya kesakitan setelah minum obat. Terima kasih sebelumnya
Yuli,apt – Surabaya
JAWAB :
Alangkah baiknya bila ibu sebelumnya dapat melihat data laboratorium dari pasien tersebut karena dari data lab akan sangat membantu dalam menganalisa dan melihat bagaimana kemungkinan tujuan terapi dan pengobatannya.
Data lab yang sangat membantu untuk kasus tersebut antara lain :
Gula darah (glucose puasa & glucose 2 jam pp), Hb,
Faal ginjal (Urea,BUN,Creatinine)
Serta suhu, tekanan darah dan nadi, plus rekaman ECG kalau ada
Dari resep dokter yang diberikan diatas sekilas terlihat pasien mengalami 3 macam penyakit yang cukup berat yaitu penyakit TBC, gangguan jantung dan diabetes mellitus serta mengalami batuk-batuk dan pasien mengalami kegelisahan.
Penelusuran sejauh mana dan seberapa lama ketiga macam penyakit itu timbul akan sangat membantu dalam melakukan analisa dan intervensi pengobatan penyakit TBC bisa mempengaruhi kondisi kesehatan jantung demikian halnya dengan taambahan penyakit diabet akan cukup menambah masalah dalam menangani penyakitnya.
Kombinasi Tab vit B6 , Ethambutol, Rifampicin merupakan suatu kombinasi pengobatan terapi awal atau terapi ulang pada TBC & profilaksis TBC aktif.
Fargoxin 12,5 ditujukan untuk meningkatkan daya pompa jantung yang melemah sehingga diperlukan untuk menguatkan kerjanya.
Glucovance merupakan kombinasi glibenclamid & metformin HCL terapi ini merupakan terapi tahap kedua untuk DM type II yang tidak dapat dikontrol dengan diet, olah raga & sulfonilurea atau metformin.
Xanax 0,25 & Alganax 0,5 & 0,25 (keduanya mgd alprazolam) digunakan untuk mengatasi ansietas, ansietas-depresi, panik dosis awal 0,75-1,5 mg 3 kali sehari sehingga masih dalam batas wajar diberikan dosis 1 mg untuk gangguan panic 0,5-1 mg malam hari.
Belum lagi dipersulit dengan penyakit batuk yang sangat mengganggu sehingga diberi codein 20 mg
Kepanasan dan kesakitan bisa diakibatkan oleh gangguan yang terjadi dari salah satu dari ketiga penyakit tersebut, pemberian suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh terkadang diperlukan untuk penyakit yang sudah complicated seperti yang dialami pasien tersebut.
Dari resep tersebut diatas juga perlu kita waspadai adanya interaksi dari berbagai obat yang diminum ;
dan perlu kita pikirkan ternyata kombinasi dari resep tersebut dapat menimbulkan interaksi obat sebingga memungkinkan mempengaruhi tujuan pengobatan :
Rifampicin – glucovance -> efek rifampicin mengurangi efek glibenclamid yang ada dalam glucovance sehingga kita perlu memonitor kadar gula darah pasien karena kadar glibenclamidnya berkurang
Rifampicin – fargoxin -> efek fargoxin berkurang dengan pemberian rifampicin -> gunakan kombinasi ini dengan hati-hati dan pasien perlu dimonitor. (sumber MIMS interaksi obat)
Nah sekarang tugas kita sebagai seorang apoteker bagaimana caranya agar seminimal mungkin /tidak terjadi interaksi obat? Karena ada tiga jenis penyakit langkah pertama kita prioritaskan dahulu yang live saving yaitu obat jantung diminumkan dahulu, satu jam berikutnya diminumkan obat diabetesnya kemudian 1 jam berikutnya obat TBC nya. Untuk codeinnya bisa diminumkan seperlunya (saat batuk-batuk), untuk Xanax/Alganax juga seperlunya bila pasien merasa gelisah atau panic.
Dari kasus tersebut kalau kita bisa memonitor dan memantau pasien di RS setiap hari akan lebih baik dan ini diperlukan hubungan yang baik dengan teman sejawat dokter dan perawat yang ada di ruangan agar tidak ada rasa saling curiga, menyalahkan dll agar kerjasama ini bisa berlanjut saling menjaga kerahasiaan ilmu kedokteran / kefarmasian dan hasil akhirnya patient safety dan kesembuhan pasien yang kita utamakan. Terima kasih. (drs.suhartono,Apt)
lihat juga di http://www.apotekerindonesia.blogspot.com/ forum diskusi farmasi klinik
R/ Tab vit B6
Fargoxin 12,5
Ethambutol
Glucovance
Xanax 0,25
Alganax 0,5 & 0,25
Rifampicin
Codein 20
Minta tolong sarannya pak/bu, karena ada obat yang duplikasi, sekarang pasien kepanasan dan badannya kesakitan setelah minum obat. Terima kasih sebelumnya
Yuli,apt – Surabaya
JAWAB :
Alangkah baiknya bila ibu sebelumnya dapat melihat data laboratorium dari pasien tersebut karena dari data lab akan sangat membantu dalam menganalisa dan melihat bagaimana kemungkinan tujuan terapi dan pengobatannya.
Data lab yang sangat membantu untuk kasus tersebut antara lain :
Gula darah (glucose puasa & glucose 2 jam pp), Hb,
Faal ginjal (Urea,BUN,Creatinine)
Serta suhu, tekanan darah dan nadi, plus rekaman ECG kalau ada
Dari resep dokter yang diberikan diatas sekilas terlihat pasien mengalami 3 macam penyakit yang cukup berat yaitu penyakit TBC, gangguan jantung dan diabetes mellitus serta mengalami batuk-batuk dan pasien mengalami kegelisahan.
Penelusuran sejauh mana dan seberapa lama ketiga macam penyakit itu timbul akan sangat membantu dalam melakukan analisa dan intervensi pengobatan penyakit TBC bisa mempengaruhi kondisi kesehatan jantung demikian halnya dengan taambahan penyakit diabet akan cukup menambah masalah dalam menangani penyakitnya.
Kombinasi Tab vit B6 , Ethambutol, Rifampicin merupakan suatu kombinasi pengobatan terapi awal atau terapi ulang pada TBC & profilaksis TBC aktif.
Fargoxin 12,5 ditujukan untuk meningkatkan daya pompa jantung yang melemah sehingga diperlukan untuk menguatkan kerjanya.
Glucovance merupakan kombinasi glibenclamid & metformin HCL terapi ini merupakan terapi tahap kedua untuk DM type II yang tidak dapat dikontrol dengan diet, olah raga & sulfonilurea atau metformin.
Xanax 0,25 & Alganax 0,5 & 0,25 (keduanya mgd alprazolam) digunakan untuk mengatasi ansietas, ansietas-depresi, panik dosis awal 0,75-1,5 mg 3 kali sehari sehingga masih dalam batas wajar diberikan dosis 1 mg untuk gangguan panic 0,5-1 mg malam hari.
Belum lagi dipersulit dengan penyakit batuk yang sangat mengganggu sehingga diberi codein 20 mg
Kepanasan dan kesakitan bisa diakibatkan oleh gangguan yang terjadi dari salah satu dari ketiga penyakit tersebut, pemberian suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh terkadang diperlukan untuk penyakit yang sudah complicated seperti yang dialami pasien tersebut.
Dari resep tersebut diatas juga perlu kita waspadai adanya interaksi dari berbagai obat yang diminum ;
dan perlu kita pikirkan ternyata kombinasi dari resep tersebut dapat menimbulkan interaksi obat sebingga memungkinkan mempengaruhi tujuan pengobatan :
Rifampicin – glucovance -> efek rifampicin mengurangi efek glibenclamid yang ada dalam glucovance sehingga kita perlu memonitor kadar gula darah pasien karena kadar glibenclamidnya berkurang
Rifampicin – fargoxin -> efek fargoxin berkurang dengan pemberian rifampicin -> gunakan kombinasi ini dengan hati-hati dan pasien perlu dimonitor. (sumber MIMS interaksi obat)
Nah sekarang tugas kita sebagai seorang apoteker bagaimana caranya agar seminimal mungkin /tidak terjadi interaksi obat? Karena ada tiga jenis penyakit langkah pertama kita prioritaskan dahulu yang live saving yaitu obat jantung diminumkan dahulu, satu jam berikutnya diminumkan obat diabetesnya kemudian 1 jam berikutnya obat TBC nya. Untuk codeinnya bisa diminumkan seperlunya (saat batuk-batuk), untuk Xanax/Alganax juga seperlunya bila pasien merasa gelisah atau panic.
Dari kasus tersebut kalau kita bisa memonitor dan memantau pasien di RS setiap hari akan lebih baik dan ini diperlukan hubungan yang baik dengan teman sejawat dokter dan perawat yang ada di ruangan agar tidak ada rasa saling curiga, menyalahkan dll agar kerjasama ini bisa berlanjut saling menjaga kerahasiaan ilmu kedokteran / kefarmasian dan hasil akhirnya patient safety dan kesembuhan pasien yang kita utamakan. Terima kasih. (drs.suhartono,Apt)
lihat juga di http://www.apotekerindonesia.blogspot.com/ forum diskusi farmasi klinik
Sabtu, 16 Agustus 2008
BLOG SEBAGAI FORUM INTERAKTIF
BLOG SEBAGAI FORUM INTERAKTIF
Diera dunia tanpa batas (informasi sangat mudah diakses dimana saja dengan internet), sangat baik bila blog juga dimanfaatkan sebagai sarana pertukaran informasi akan perkembangan dunia farmasi yang sangat mudah dan murah. Juga sebagai forum diskusi tentang isu yang beredar dalam dunia farmasi.
Isu seperti TATAP dan lain-lain, sangat bagus bila didiskusikan oleh semua pihak baik oleh apoteker atau siapa saja yang mempunyai hubungan dengan dunia farmasi. Demi perkembangan profesi apoteker kearah yang lebih ideal. Seringkali diantara kita mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda-beda tentang profesi, tetapi kita semua mempunyai tujuan yang sama yaitu pelayanan yang optimal.
Perbedaan pandangan seringkali juga menimbulkan perbedaan persepsi tentang standart pelayanan. Dan semuanya mempunyai alasan masing-masing. Oleh karena itu saya setuju pendapat bahwa perbedaan pendapat sebaiknya tidak diselesaikan dengan debat kusir, tetapi diselesaikan secara ilmiah atau penelitian.
Selanjutnya pertukaran informasi lewat blog tidak harus lewat satu blog, tetapi bisa lewat blog kita masing-masing yang selanjutnya saling dikaitkan dengan link. Bila ada tanggapan terhadap tulisan seperti yang sudah-sudah boleh jadi kita menanggapi dengan membuat blog sendiri.
Isu sebaiknya juga membahas semisal peluang, tantangan dalam mendirikan apotek. Juga masalah manajemen praktis, sosial, psikologi farmasi, komunikasi farmasi dan lain-lain. Janganlah kita mengkotak-kotak antara seminat farmasi, karena bagaimanapun juga kita adalah sama-sama apoteker yang dalam pekerjaannya saling terkait. Kita yang diapotek seringkali juga membutuhkan informasi mengenai tehnologi farmasi agar dalam mengambil keputusan diapotek yang terkait tehnologi bisa lebih optimal.
Menurut pendapat saya tidak ada satupun apoteker yang hebat, karena setiap apoteker akan hebat bila kita dapat bekerja bersama-sama antar apoteker dalam suatu tim yang bernama ISFI. Juga apoteker tidak akan dapat berlaku ideal dalam menjalankan profesi, bila tidak saling berinterkasi dan bertukar pikiran antar apoteker seperti dalam forum HISFARMA. Dan sangat beruntungnya apoteker saat ini karena informasi sangat mudah diakses. Dan semoga kedepan kita menjadi lebih menyadari akan pentingnya pertukaran informasi antar profesi terkait praktek profesi apoteker.
Akhir kata, marilah kita gunakan apa saja termasuk blog sebagai forum interaktif untuk meningkatkan interaksi dan pertukaran informasi antar apoteker.
Diera dunia tanpa batas (informasi sangat mudah diakses dimana saja dengan internet), sangat baik bila blog juga dimanfaatkan sebagai sarana pertukaran informasi akan perkembangan dunia farmasi yang sangat mudah dan murah. Juga sebagai forum diskusi tentang isu yang beredar dalam dunia farmasi.
Isu seperti TATAP dan lain-lain, sangat bagus bila didiskusikan oleh semua pihak baik oleh apoteker atau siapa saja yang mempunyai hubungan dengan dunia farmasi. Demi perkembangan profesi apoteker kearah yang lebih ideal. Seringkali diantara kita mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda-beda tentang profesi, tetapi kita semua mempunyai tujuan yang sama yaitu pelayanan yang optimal.
Perbedaan pandangan seringkali juga menimbulkan perbedaan persepsi tentang standart pelayanan. Dan semuanya mempunyai alasan masing-masing. Oleh karena itu saya setuju pendapat bahwa perbedaan pendapat sebaiknya tidak diselesaikan dengan debat kusir, tetapi diselesaikan secara ilmiah atau penelitian.
Selanjutnya pertukaran informasi lewat blog tidak harus lewat satu blog, tetapi bisa lewat blog kita masing-masing yang selanjutnya saling dikaitkan dengan link. Bila ada tanggapan terhadap tulisan seperti yang sudah-sudah boleh jadi kita menanggapi dengan membuat blog sendiri.
Isu sebaiknya juga membahas semisal peluang, tantangan dalam mendirikan apotek. Juga masalah manajemen praktis, sosial, psikologi farmasi, komunikasi farmasi dan lain-lain. Janganlah kita mengkotak-kotak antara seminat farmasi, karena bagaimanapun juga kita adalah sama-sama apoteker yang dalam pekerjaannya saling terkait. Kita yang diapotek seringkali juga membutuhkan informasi mengenai tehnologi farmasi agar dalam mengambil keputusan diapotek yang terkait tehnologi bisa lebih optimal.
Menurut pendapat saya tidak ada satupun apoteker yang hebat, karena setiap apoteker akan hebat bila kita dapat bekerja bersama-sama antar apoteker dalam suatu tim yang bernama ISFI. Juga apoteker tidak akan dapat berlaku ideal dalam menjalankan profesi, bila tidak saling berinterkasi dan bertukar pikiran antar apoteker seperti dalam forum HISFARMA. Dan sangat beruntungnya apoteker saat ini karena informasi sangat mudah diakses. Dan semoga kedepan kita menjadi lebih menyadari akan pentingnya pertukaran informasi antar profesi terkait praktek profesi apoteker.
Akhir kata, marilah kita gunakan apa saja termasuk blog sebagai forum interaktif untuk meningkatkan interaksi dan pertukaran informasi antar apoteker.
Selasa, 12 Agustus 2008
DARI HISFARMA KITA BERGERAK ...
Usai sudah acara level nasional berupa Temu Ilmiah & Organisasi Hisfarma yang digelar oleh Hisfarma Jawa Timur di kota probolinggo tanggal 1-3 Agustus 2008
Harapan akan pencerahan tentang masa depan profesi apoteker komunitas nampak didepan mata namun perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah strategis oleh organisasi hisfarma.
Kedepan Hisfarma harus lebih mengaktualisasikan dirinya
Hisfarma harus dapat menunjukkan jati dirinya hisfarma sudah bukan lagi berwacana Hisfarma harus melakukan langkah nyata agar apoteker komunitas dapat diperhitungkan dikancah dunia kesehatan khususnya farmasi komunitas....
Langkah awal yang perlu kita lakukan adalah mendata sejauh mana kekuatan apoteker farmasi komunitas
Untuk menilai sejauh mana kekuatan tentunya hisfarma harus dapat menghitung kekuatan anggotanya, hisfarma harus dapat mendata anggotanya ...
Pernah saya melakukan searching tentang data jumlah apotek seluruh indonesia lewat website yang dikeluarkan Direktorat jendral Bina kefarmasian & alat kesehatan Depkes-RI http://www.binfar.depkes.go.id/search_info.php tentang Daftar Nama & Alamat Apotek di seluruh Indonesia yang di keluarkan pada tanggal 14 Juli 2008 dengan senang hati langkah awal saya download khusus untuk apotek jawa timur, namun alangkah terkejutnya saya bahwa daftar yang dikeluarkan ditjen binfar alkes adalah daftar usang yaitu daftar nama apotek tahun 90-an, yang kalau dipakai data sekarang sangat tidak valid apotekernya banyak yang sudah pindah bahkan sudah almarhum, apoteknyapun banyak yang sudah tutup bahkan pindah lokasi, kenapa ini bisa terjadi tidakkah ditjen Binfar melakukan update & perbaikan data apotek ? bagaimana koordinasi pusat dan daerah sehingga datanya kacau begini? atau kita harus melakukan langkah manual mendata ke masing-masing daerah kab/kota ?
Mari kita melakukan langkah cepat teknologi informasi sudah sedemikian cepat namun bila dilingkungan birokrasi tidak bisa bergerak cepat apa jadinya apoteker yang diluar birokrasi ... mereka akan melakukan sendiri-sendiri dan ini akan jauh menghabiskan banyak energi .... sementara di negara lain sudah siap masuk ke wilayah negeri kita, namun dari data saja kita harus melangkah manual ....masih mendata ulang .... kapan selesainya .....
Kepada teman – teman ketua ISFI Cabang atau koordinator hisfarma di cabang/wilayah mari kita data kembali nama apotek, nama apoteker penanggung jawab (APA), alamat, pemilik apotek APA/PSA ... agar kita bisa lebih cepat mengambil langkah-langkah strategis ....karena keputusan strategis dapat diambil dari data yang akurat dan valid .....
Ada yang ingin membantu ???
Harapan akan pencerahan tentang masa depan profesi apoteker komunitas nampak didepan mata namun perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah strategis oleh organisasi hisfarma.
Kedepan Hisfarma harus lebih mengaktualisasikan dirinya
Hisfarma harus dapat menunjukkan jati dirinya hisfarma sudah bukan lagi berwacana Hisfarma harus melakukan langkah nyata agar apoteker komunitas dapat diperhitungkan dikancah dunia kesehatan khususnya farmasi komunitas....
Langkah awal yang perlu kita lakukan adalah mendata sejauh mana kekuatan apoteker farmasi komunitas
Untuk menilai sejauh mana kekuatan tentunya hisfarma harus dapat menghitung kekuatan anggotanya, hisfarma harus dapat mendata anggotanya ...
Pernah saya melakukan searching tentang data jumlah apotek seluruh indonesia lewat website yang dikeluarkan Direktorat jendral Bina kefarmasian & alat kesehatan Depkes-RI http://www.binfar.depkes.go.id/search_info.php tentang Daftar Nama & Alamat Apotek di seluruh Indonesia yang di keluarkan pada tanggal 14 Juli 2008 dengan senang hati langkah awal saya download khusus untuk apotek jawa timur, namun alangkah terkejutnya saya bahwa daftar yang dikeluarkan ditjen binfar alkes adalah daftar usang yaitu daftar nama apotek tahun 90-an, yang kalau dipakai data sekarang sangat tidak valid apotekernya banyak yang sudah pindah bahkan sudah almarhum, apoteknyapun banyak yang sudah tutup bahkan pindah lokasi, kenapa ini bisa terjadi tidakkah ditjen Binfar melakukan update & perbaikan data apotek ? bagaimana koordinasi pusat dan daerah sehingga datanya kacau begini? atau kita harus melakukan langkah manual mendata ke masing-masing daerah kab/kota ?
Mari kita melakukan langkah cepat teknologi informasi sudah sedemikian cepat namun bila dilingkungan birokrasi tidak bisa bergerak cepat apa jadinya apoteker yang diluar birokrasi ... mereka akan melakukan sendiri-sendiri dan ini akan jauh menghabiskan banyak energi .... sementara di negara lain sudah siap masuk ke wilayah negeri kita, namun dari data saja kita harus melangkah manual ....masih mendata ulang .... kapan selesainya .....
Kepada teman – teman ketua ISFI Cabang atau koordinator hisfarma di cabang/wilayah mari kita data kembali nama apotek, nama apoteker penanggung jawab (APA), alamat, pemilik apotek APA/PSA ... agar kita bisa lebih cepat mengambil langkah-langkah strategis ....karena keputusan strategis dapat diambil dari data yang akurat dan valid .....
Ada yang ingin membantu ???
Jumat, 08 Agustus 2008
MEMANFAATKAN TEMU ILMIAH HISFARMA SEBAGAI TEMPAT KOMUNIKASI
MEMANFAATKAN TEMU ILMIAH HISFARMA SEBAGAI TEMPAT KOMUNIKASI
Banyak alasan kenapa banyak komentar peserta temu ilmiah HISAFARMA di Probolinggo banyak yang positif. Salah satunya adalah kesempatan menimba ilmu pengelolaan apotek dari teman yang sudah cukup sukses. Seperti yang dilakukan oleh salah satu peserta yang memanfaatkan temu ilmiah ini sebagai sarana mendiskusikan tentang strategi apa yang harus diambil pada saat awal pembukaan apotek. Karena strategi awal ini adalah sebagai langkah awal yang seharusnya cukup diperhitungkan.
Apotek siap buka, tetapi strategi awal masih menjadi keraguan buat sang teman. Seperti pemula pada umumnya. Mereka seringkali ragu saat awal membuka apotek karena dibayangi rasa ketakutan akan kerugian. Disinilah peran komunikasi dalam forum HISFARMA, yang mana menjadi tetap hidup meskipun ada diluar ruang pertemuan. Umumnya sangat melelahkan, karena seringkali pertemuan dilanjutkan diluar ruangan atau didalam kamar.
Menurut saya pertimbangan mendiskusikan dulu tentang langkah yang harus diambil sebelum buka juga merupakan langkah hati-hati yang sudah seharusnya juga dipertimbangkan oleh para apoteker yang baru buka apotek. Suatu forum yang hidup dari HISFARMA, yang mana diskusi mengalir dengan sangat baik. Banyak masukan dari teman-teman, tetapi umumnya masih sebatas pengalaman pribadi.
Pada saat akan membuka apotek hal yang harus dilakukan adalah menghitung kemampuan kita dan kompetitor terdekat kita, kemudian dilanjutkan dengan langkah apa yang harus diambil dan bagaimana bila recana gagal. Kemudian segmen pasar mana yang akan kita ambil dan apa langkah yang kita ambil bila tidak berhasil. dan selanjutnya.
Saat ini, untuk membuka awal apotek strategi TATAP adalah strategi murah yang sangat efekif untuk mendongkrat kunjungan. Seperti hal yang awal saya lakukan dulu. Modal menjadi yang nomor dua, dan pengelolaan yang baik adalah yang utama.
Demikian postingan saya kali ini, semoga temu ilmiah berikutnya lebih berbobot, lebih sukses dan lebih seru serta mengundang peserta dari seluruh Indonesia lagi agar forum menjadi lebih bermanfaat bagi apoteker di seluruh Indonesia.
Banyak alasan kenapa banyak komentar peserta temu ilmiah HISAFARMA di Probolinggo banyak yang positif. Salah satunya adalah kesempatan menimba ilmu pengelolaan apotek dari teman yang sudah cukup sukses. Seperti yang dilakukan oleh salah satu peserta yang memanfaatkan temu ilmiah ini sebagai sarana mendiskusikan tentang strategi apa yang harus diambil pada saat awal pembukaan apotek. Karena strategi awal ini adalah sebagai langkah awal yang seharusnya cukup diperhitungkan.
Apotek siap buka, tetapi strategi awal masih menjadi keraguan buat sang teman. Seperti pemula pada umumnya. Mereka seringkali ragu saat awal membuka apotek karena dibayangi rasa ketakutan akan kerugian. Disinilah peran komunikasi dalam forum HISFARMA, yang mana menjadi tetap hidup meskipun ada diluar ruang pertemuan. Umumnya sangat melelahkan, karena seringkali pertemuan dilanjutkan diluar ruangan atau didalam kamar.
Menurut saya pertimbangan mendiskusikan dulu tentang langkah yang harus diambil sebelum buka juga merupakan langkah hati-hati yang sudah seharusnya juga dipertimbangkan oleh para apoteker yang baru buka apotek. Suatu forum yang hidup dari HISFARMA, yang mana diskusi mengalir dengan sangat baik. Banyak masukan dari teman-teman, tetapi umumnya masih sebatas pengalaman pribadi.
Pada saat akan membuka apotek hal yang harus dilakukan adalah menghitung kemampuan kita dan kompetitor terdekat kita, kemudian dilanjutkan dengan langkah apa yang harus diambil dan bagaimana bila recana gagal. Kemudian segmen pasar mana yang akan kita ambil dan apa langkah yang kita ambil bila tidak berhasil. dan selanjutnya.
Saat ini, untuk membuka awal apotek strategi TATAP adalah strategi murah yang sangat efekif untuk mendongkrat kunjungan. Seperti hal yang awal saya lakukan dulu. Modal menjadi yang nomor dua, dan pengelolaan yang baik adalah yang utama.
Demikian postingan saya kali ini, semoga temu ilmiah berikutnya lebih berbobot, lebih sukses dan lebih seru serta mengundang peserta dari seluruh Indonesia lagi agar forum menjadi lebih bermanfaat bagi apoteker di seluruh Indonesia.
Rabu, 06 Agustus 2008
KOmentar Peserta HISFARMA
Mayor TNI Akhmad Priyono,Apt -Magelang
Selamat atas suksesnya acara temu ilmiah&organisasi Hisfarma di probolinggo, Masukan kami kedepan agar citra apoteker benar-benar dirasakan oleh masyarakat kami mengharap para PNS/ABRI yang belum sanggup memberikan pelayanan & melakukan praktek kefarmasian di apotek secara maksimal dimohon mengundurkan diri memberikan kesempatan kepada apoteker baru yang sanggup melaksanakannya dan ini harus di backup oleh pemerintah sebagai regulator.
Yulianingsih,apt - Bandung
Acaranya bagus banget, menambah wawasan & semangat apoteker untuk berani membuka apotek sendiri, semoga acara seperti ini bisa terus berlanjut.
Iin Khoironisa,Apt - Surabaya
Salut atas kerja keras panitia sebagai pioner yang melahirkan HISFARMA. Semoga kedepan bisa berlanjut, Thank's
Mourana Pieter-Apt - Kediri
Salut atas suksesnya acara temu ilmiah Hisfarma I, Rekan-rekan panitia hisfarma probolinggo memang hebat...
Drs. Ahaditomo, MS, APt
Selamat ya dik, sukses acaranya... teruskan perjuangan Apoteker ....
Selamat atas suksesnya acara temu ilmiah&organisasi Hisfarma di probolinggo, Masukan kami kedepan agar citra apoteker benar-benar dirasakan oleh masyarakat kami mengharap para PNS/ABRI yang belum sanggup memberikan pelayanan & melakukan praktek kefarmasian di apotek secara maksimal dimohon mengundurkan diri memberikan kesempatan kepada apoteker baru yang sanggup melaksanakannya dan ini harus di backup oleh pemerintah sebagai regulator.
Yulianingsih,apt - Bandung
Acaranya bagus banget, menambah wawasan & semangat apoteker untuk berani membuka apotek sendiri, semoga acara seperti ini bisa terus berlanjut.
Iin Khoironisa,Apt - Surabaya
Salut atas kerja keras panitia sebagai pioner yang melahirkan HISFARMA. Semoga kedepan bisa berlanjut, Thank's
Mourana Pieter-Apt - Kediri
Salut atas suksesnya acara temu ilmiah Hisfarma I, Rekan-rekan panitia hisfarma probolinggo memang hebat...
Drs. Ahaditomo, MS, APt
Selamat ya dik, sukses acaranya... teruskan perjuangan Apoteker ....
Bersambung .............
Selasa, 05 Agustus 2008
SELAMAT ATAS SUKSESNYA ACARA TEMU ILMIAH HISFARMA JATIM DI PROBOLINGGO
KEBERHASILAN TEMU ILMIAH HISFARMA JATIM DI PROBOLNGGO ADALAH KEBERHASILAN ISFI DALAM MENGEMBANGKAN PROFESI YANG BERBASIS LAYANAN
Temu ilmiah HISFARMA JATIM di Probolingo yang sukses adalah catatan keberhasilan dari ISFI JATIM. HISFARMA yang juga menjadi forum bagi para praktisi apoteker di apotek telah menunjukan perannya dalam membangun suatu profesi yang utuh, profesi yang berbasis layanan dan profesionalisme.
Keberhasilan ISFI JATIM dalam membidani HISFARMA JATIM mulai menunjukan hasil setelah diselenggarakan pertemuan-pertemuan HISFARMA yang terjadi secara kontinyu dan berkelanjutan. Meskipun belum ditentukan kapan pertemuan diadakan lagi, tetapi bukan hal yang tidak mungkin bila dalam waktu dekat akan diadakan pertemuan lagi. Mengingat secara umum praktisi diapotek umumnya haus akan informasi yang terkait profesinya.
Keberhasilan HISFARMA JATIM di Probolinggo juga merupakan keberhasilan dari para praktisi apoteker di apotek. Karena keberhasilan HISFARMA akan dapat memberikan nilai lebih bagi para praktisi. Nilai lebih didapat dari forum yang membahas semua kegiatan diapotek mulai pelayanan, manajemen, iptek dan lain-lain. Sehingga para apoteker menjadi lebih percaya diri, dan menyadari bila peran apoteker diapotek juga penting seperti peran apoteker di tempat lain. Bahkan dengan forum ini "gengsi" apoteker diapotek akan naik.
Oleh karena itu seharusnya kita semua mulai menyadari bila praktisi diapotek merupakan point terpenting didalam rangkaian pekerjaan kefarmasian. Karena apotek menjadi salah satu sumber data terpenting didalam pengembangan profesi dan bisnis farmasi.
Tidak mngkin kita dapat mengembangka profesi yang ideal tanpa adanya praktisi di apotek. Begitu juga kita tidak dapat mengembangkan suatu bisnis apotek yang optimal bila data di apotek tidak ada sama sekali.
Suatu hal yang diharapkan oleh kita para praktisi adalah HISFARMA yang dapat mengembangkan profesi dengan salah satunya menyediakan forum yang dapat meningkatkan SDM para apoteker. Forum yang dapat meningkatkan komunikasi antar apoteker sehingga terjadi percepatan pertukaran informasi antar apoteker.
Salah satu komunikasi yang saya beri catatan penting adalah tentang tata cara pengelolaan apotek. Dalam komunikasi yang juga diikuti oleh para apteker yang memiliki lebih dari satu apotek yang siap memberikan masukan kepada kita semua tentang pengelolaan apotek bila kita mendirikan apotek sendiri ataupun bila kita memegang apotek milik PSA. Bagi mereka yang sudah lama mendirikan apotek sendiri dan tidak berkembang, mereka juga membutuhkan forum ini agar dapat bertahan diantara apotek-apotek yang terus banyak bermunculan.
Di HISFARMA inilah kita dapat mencari informasi tentang apotek yang seluas-luasnya dan sejelas-jelasnya. Oleh karena itu menjadi anggota ISFI dan HISFARMA adalah suatu kebutuhan bagi profesi apoteker praktisi di apotek. Karena HISFARMA juga bisa menjadi forum yang lebih ideal untuk mengakses apa saja informasi terkait profesional di apotek. Tidak hanya apoteker pemilik sarana apotek saja tetapi juga bagi semua apoteker praktisi di apotek.
Dengan keberhasilan TEMU ILMIAH HISFARMA JATIM ini, juga merupakan jawaban bila sebenarnya ISFI adalah milik para apoteker dan HISFARMA adalah milik para praktisi diapotek. Semoga kedepan HISFARMA mampu mengemban amanah dari ISFI agar pengembangan profesi menjadi lebih optimal. Dan semoga ISFI mampu memberikan solusi tentang jarak yang ada antara HISFARMA, HISFARSI dan HISFARIN.
Akhir kata, SELAMAT ATAS SUKSESNYA ACARA TEMU ILMIAH HISFARMA JATIM DI PROBOLINGGO
Temu ilmiah HISFARMA JATIM di Probolingo yang sukses adalah catatan keberhasilan dari ISFI JATIM. HISFARMA yang juga menjadi forum bagi para praktisi apoteker di apotek telah menunjukan perannya dalam membangun suatu profesi yang utuh, profesi yang berbasis layanan dan profesionalisme.
Keberhasilan ISFI JATIM dalam membidani HISFARMA JATIM mulai menunjukan hasil setelah diselenggarakan pertemuan-pertemuan HISFARMA yang terjadi secara kontinyu dan berkelanjutan. Meskipun belum ditentukan kapan pertemuan diadakan lagi, tetapi bukan hal yang tidak mungkin bila dalam waktu dekat akan diadakan pertemuan lagi. Mengingat secara umum praktisi diapotek umumnya haus akan informasi yang terkait profesinya.
Keberhasilan HISFARMA JATIM di Probolinggo juga merupakan keberhasilan dari para praktisi apoteker di apotek. Karena keberhasilan HISFARMA akan dapat memberikan nilai lebih bagi para praktisi. Nilai lebih didapat dari forum yang membahas semua kegiatan diapotek mulai pelayanan, manajemen, iptek dan lain-lain. Sehingga para apoteker menjadi lebih percaya diri, dan menyadari bila peran apoteker diapotek juga penting seperti peran apoteker di tempat lain. Bahkan dengan forum ini "gengsi" apoteker diapotek akan naik.
Oleh karena itu seharusnya kita semua mulai menyadari bila praktisi diapotek merupakan point terpenting didalam rangkaian pekerjaan kefarmasian. Karena apotek menjadi salah satu sumber data terpenting didalam pengembangan profesi dan bisnis farmasi.
Tidak mngkin kita dapat mengembangka profesi yang ideal tanpa adanya praktisi di apotek. Begitu juga kita tidak dapat mengembangkan suatu bisnis apotek yang optimal bila data di apotek tidak ada sama sekali.
Suatu hal yang diharapkan oleh kita para praktisi adalah HISFARMA yang dapat mengembangkan profesi dengan salah satunya menyediakan forum yang dapat meningkatkan SDM para apoteker. Forum yang dapat meningkatkan komunikasi antar apoteker sehingga terjadi percepatan pertukaran informasi antar apoteker.
Salah satu komunikasi yang saya beri catatan penting adalah tentang tata cara pengelolaan apotek. Dalam komunikasi yang juga diikuti oleh para apteker yang memiliki lebih dari satu apotek yang siap memberikan masukan kepada kita semua tentang pengelolaan apotek bila kita mendirikan apotek sendiri ataupun bila kita memegang apotek milik PSA. Bagi mereka yang sudah lama mendirikan apotek sendiri dan tidak berkembang, mereka juga membutuhkan forum ini agar dapat bertahan diantara apotek-apotek yang terus banyak bermunculan.
Di HISFARMA inilah kita dapat mencari informasi tentang apotek yang seluas-luasnya dan sejelas-jelasnya. Oleh karena itu menjadi anggota ISFI dan HISFARMA adalah suatu kebutuhan bagi profesi apoteker praktisi di apotek. Karena HISFARMA juga bisa menjadi forum yang lebih ideal untuk mengakses apa saja informasi terkait profesional di apotek. Tidak hanya apoteker pemilik sarana apotek saja tetapi juga bagi semua apoteker praktisi di apotek.
Dengan keberhasilan TEMU ILMIAH HISFARMA JATIM ini, juga merupakan jawaban bila sebenarnya ISFI adalah milik para apoteker dan HISFARMA adalah milik para praktisi diapotek. Semoga kedepan HISFARMA mampu mengemban amanah dari ISFI agar pengembangan profesi menjadi lebih optimal. Dan semoga ISFI mampu memberikan solusi tentang jarak yang ada antara HISFARMA, HISFARSI dan HISFARIN.
Akhir kata, SELAMAT ATAS SUKSESNYA ACARA TEMU ILMIAH HISFARMA JATIM DI PROBOLINGGO
Senin, 04 Agustus 2008
Berita Jawa Pos
APOTEKER SEPAKAT TINGKATKAN
CITRA PROFESIONALISME DIMASYARAKAT
Jawa pos, 4 Agustus 2008
Probolinggo, Apa jadinya bila para apoteker-apoteker dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Himpunan Seminat Farmasi Masyarakat (Hisfarma) bergabung dalam suatu temu ilmiah?
Ternyata ada banyak dasar pemikiran yang mampu menjadi pokok bahasannya. Terlebih mengenai bagaimana praktek kefarmasian di Apotek, bagaimana hubungan profesional antara klinisi (dokter) dengan apoteker praktisi di apotek, bagaimana pelayanan kefarmasian oleh apoteker di masyarakat. Inilah sebagian yang menjadi bahasan dalam temu ilmiah dan organisasi Hisfarma I yang berlangsung di Hotel Bromo View, Probolinggo pada 1-3 Agustus 2008 kemarin.
Dalam kesempatan tersebut walikota probolinggo HM Buchori SH MSi juga hadir sekaligus memberikan sambutan. Dengan mengusung tema “melalui gerakan tiada apoteker tiada pelayanan kita tingkatkan citra profesionalisme apoteker di masyarakat,” temu ilmiah diikuti sekitar 125 peserta.
Mengawali acara, beberapa arahan dari Prof. DR Haryanto Dhanutirto DEA, Apt juga disampaikan kepada peserta selaku ketua Umum Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) Pusat, dan tak tanggung-tanggung, Drs Abdul Muchid, Apt selaku Direktur Bina Farmasi Komunitas dan klinik - Depkes RI sengaja diundang oleh panitia acara sebagai pembicaranya. “Apoteker itu bukan tenaga medis, tugas pokok seorang apoteker itu melaksanakan pekerjaan kefarmasian, yaitu mengaktualisasi peran apoteker di dalam pelayanan kesehatan,” ujar Drs. Abdul Muchid kepada Radar Bromo disela kegiatan saat itu. Ingat, obat itu bisa menjadi racun kalau dipakai kalau dipakai kurang dari dosis bisa menjadi racun kalau dipakai lebih dari dosis bisa menjadi racun. Disini peran apoteker sebagai tenaga kesehatan menjadi semakin nyata sebagai tenaga kesehatan masyarakat. Apalagi dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, seorang apoteker harus bisa meningkatkan peran dan tanggung jawabnya juga,” lanjut drs. Abdul Muchid.
Beliau juga menegaskan,”Ke depan semua obat atau resep adalah kewenangan apoteker yang menyampaikan langsung kepada masyarakat, memberikan informasi tentang obatyang diberikannya, hingga dosis yang tepat inilah yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat.” Hal ini tentu saja sesuai dengan PP tentang pekerjaan kefarmasian yang segera menyongsong.
Drs. Suhartono, Apoteker praktisi apotek Bromo probolinggo selaku ketua panitia mengungkapkan temu ilmiah dan organisasi Hisfarma I ini merupakan salah satu langkah nyata untuk meningkatkan kepedulian dalam melakukan praktek kefarmasian mengingat telah bergesernya paradigma profesi farmasi di bidang pelayanan dari drug oriented menuju patient oriented. Jadi sekarang bukan hanya berorientasi obat lalu dan beralih kepada mutu pelayanan. Tapi yang lebih penting lagi adalah menjaga keselamatan dan kesembuhan pasien secara konsisten dan terus menerus,” ujar Drs. Suhartono, Apt kemarin. (adv)
CITRA PROFESIONALISME DIMASYARAKAT
Jawa pos, 4 Agustus 2008
Probolinggo, Apa jadinya bila para apoteker-apoteker dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Himpunan Seminat Farmasi Masyarakat (Hisfarma) bergabung dalam suatu temu ilmiah?
Ternyata ada banyak dasar pemikiran yang mampu menjadi pokok bahasannya. Terlebih mengenai bagaimana praktek kefarmasian di Apotek, bagaimana hubungan profesional antara klinisi (dokter) dengan apoteker praktisi di apotek, bagaimana pelayanan kefarmasian oleh apoteker di masyarakat. Inilah sebagian yang menjadi bahasan dalam temu ilmiah dan organisasi Hisfarma I yang berlangsung di Hotel Bromo View, Probolinggo pada 1-3 Agustus 2008 kemarin.
Dalam kesempatan tersebut walikota probolinggo HM Buchori SH MSi juga hadir sekaligus memberikan sambutan. Dengan mengusung tema “melalui gerakan tiada apoteker tiada pelayanan kita tingkatkan citra profesionalisme apoteker di masyarakat,” temu ilmiah diikuti sekitar 125 peserta.
Mengawali acara, beberapa arahan dari Prof. DR Haryanto Dhanutirto DEA, Apt juga disampaikan kepada peserta selaku ketua Umum Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) Pusat, dan tak tanggung-tanggung, Drs Abdul Muchid, Apt selaku Direktur Bina Farmasi Komunitas dan klinik - Depkes RI sengaja diundang oleh panitia acara sebagai pembicaranya. “Apoteker itu bukan tenaga medis, tugas pokok seorang apoteker itu melaksanakan pekerjaan kefarmasian, yaitu mengaktualisasi peran apoteker di dalam pelayanan kesehatan,” ujar Drs. Abdul Muchid kepada Radar Bromo disela kegiatan saat itu. Ingat, obat itu bisa menjadi racun kalau dipakai kalau dipakai kurang dari dosis bisa menjadi racun kalau dipakai lebih dari dosis bisa menjadi racun. Disini peran apoteker sebagai tenaga kesehatan menjadi semakin nyata sebagai tenaga kesehatan masyarakat. Apalagi dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, seorang apoteker harus bisa meningkatkan peran dan tanggung jawabnya juga,” lanjut drs. Abdul Muchid.
Beliau juga menegaskan,”Ke depan semua obat atau resep adalah kewenangan apoteker yang menyampaikan langsung kepada masyarakat, memberikan informasi tentang obatyang diberikannya, hingga dosis yang tepat inilah yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat.” Hal ini tentu saja sesuai dengan PP tentang pekerjaan kefarmasian yang segera menyongsong.
Drs. Suhartono, Apoteker praktisi apotek Bromo probolinggo selaku ketua panitia mengungkapkan temu ilmiah dan organisasi Hisfarma I ini merupakan salah satu langkah nyata untuk meningkatkan kepedulian dalam melakukan praktek kefarmasian mengingat telah bergesernya paradigma profesi farmasi di bidang pelayanan dari drug oriented menuju patient oriented. Jadi sekarang bukan hanya berorientasi obat lalu dan beralih kepada mutu pelayanan. Tapi yang lebih penting lagi adalah menjaga keselamatan dan kesembuhan pasien secara konsisten dan terus menerus,” ujar Drs. Suhartono, Apt kemarin. (adv)
Kamis, 31 Juli 2008
TATAP SEBAGAI UPAYA REFUNGSIONALISASI APOTEKER
Info Seputar temu Ilmiah & organisasi Hisfarma 1-3 Agustus 2008
Konsep Tiada Apoteker Tiada Pelayanan (TATAP) dalam pekerjaan kefarmasian tidak bisa dilepaskan dari perkembangan konsep dan pemahaman tentang Farmasi Komunitas (Community Pharmacy). Dalam kenyataannya, perkembangan Farmasi Komunitas di Indonesia telah berjalan seiring dengan keberadaan usaha kefarmasian di bidang apotek ....TATAP dalam farmasi komunitas memang merupakan keniscayaan agar pekerjaan kefarmasian sempurna diwujudkan .....
Selengkapnya simak ulasan: Amir Hamzah Pane, Drs, Apt, MM, MH (Tenaga Ahli Komisi IX DPR RI, Ketua Bidang Umum dan Usaha BPP ISFI, Ketua Komite Advokasi dan Bantuan Hukum GP Farmasi Indonesia dan Doses FMIPA Farmasi UHAMKA)
Sementara itu drs Ahaditomo,MS,Apt dalam penyampaian makalahnya berjudul :MEMAHAMI APOTEKER SEBAGAI PROFESI KESEHATAN
menegaskan :APOTEKER MENGALAMI PROSES “DE-PROFESI” OLEH KARENA TELAH TERJADI PERGESERAN CARA PANDANG DALAM PEMBUATAN OBAT.TAMPILAN APOTEKER MENGALAMI PERUBAHAN BESAR DARI SEMULA “PEMBUAT OBAT JADI” MENJADI “ PENJUAL OBAT JADI BUATAN PABRIK” DI APOTEK,APOTEK BERUBAH DARI SEMULA TEMPAT PELAYANAN PROFESI MENJADI TOKO PENJUALAN OBAT JADI ....
Bagaimana komentar anda ?
Datang & sampaikan pendapat anda dalam Acara
Temu ilmiah & organisasi Hisfarma I
Di Probolinggo jawa Timur1-3 Agustus 2008
info selengkapnya hub. 08123208562
Konsep Tiada Apoteker Tiada Pelayanan (TATAP) dalam pekerjaan kefarmasian tidak bisa dilepaskan dari perkembangan konsep dan pemahaman tentang Farmasi Komunitas (Community Pharmacy). Dalam kenyataannya, perkembangan Farmasi Komunitas di Indonesia telah berjalan seiring dengan keberadaan usaha kefarmasian di bidang apotek ....TATAP dalam farmasi komunitas memang merupakan keniscayaan agar pekerjaan kefarmasian sempurna diwujudkan .....
Selengkapnya simak ulasan: Amir Hamzah Pane, Drs, Apt, MM, MH (Tenaga Ahli Komisi IX DPR RI, Ketua Bidang Umum dan Usaha BPP ISFI, Ketua Komite Advokasi dan Bantuan Hukum GP Farmasi Indonesia dan Doses FMIPA Farmasi UHAMKA)
Sementara itu drs Ahaditomo,MS,Apt dalam penyampaian makalahnya berjudul :MEMAHAMI APOTEKER SEBAGAI PROFESI KESEHATAN
menegaskan :APOTEKER MENGALAMI PROSES “DE-PROFESI” OLEH KARENA TELAH TERJADI PERGESERAN CARA PANDANG DALAM PEMBUATAN OBAT.TAMPILAN APOTEKER MENGALAMI PERUBAHAN BESAR DARI SEMULA “PEMBUAT OBAT JADI” MENJADI “ PENJUAL OBAT JADI BUATAN PABRIK” DI APOTEK,APOTEK BERUBAH DARI SEMULA TEMPAT PELAYANAN PROFESI MENJADI TOKO PENJUALAN OBAT JADI ....
Bagaimana komentar anda ?
Datang & sampaikan pendapat anda dalam Acara
Temu ilmiah & organisasi Hisfarma I
Di Probolinggo jawa Timur1-3 Agustus 2008
info selengkapnya hub. 08123208562
Rabu, 30 Juli 2008
PERAN HISFARMA DALAM MENGEMBANGKAN PROFESI APOTEKER
PERAN HISFARMA DALAM MENGEMBANGKAN PROFESI APOTEKER
Didalam mengembangkan profesi apoteker tidak bisa hanya didasarkan pada apa kata pemilik modal saja atau apoteker saja, tetapi harus didasarkan pada apa yang seharusnya profesi apoteker dapat lakukan. maksudnya, kita harus melihat kenyataan akan apa yang dapat dilakukan dan seharusnya dilakukan oleh seorang apoteker dalam menjalamkan profesinya demi kemajuan pembangunan kesehatan, termasuk kemajuan dalam pendidikan kesehatan masyarakat.
Pihak Terkait Pengembangan Profesi
Dalam mengembangkan profesi apoteker tidak bisa apoteker berdiri sendiri, tetapi harus melibatkan semua pihak yang terkait. Adapun pihak yang terkait tersebut antara lain: tenaga kesehatan lain, pemilik modal, masyarakat sebagai pengguna jasa, pemerintah, perguuan tinggi dan profesional apoteker sendiri.
1. Masyarakat
Dari semua pihak terkait tersebut, masyarakatlah yang seharusnya paling dulu dipertimbangkan kepentingannya, baru disusun aturannya. Disini masyarakat adalah pengguna jasa apoteker yang mana harus dilayani sepenuhnya oleh apoteker dan hak-haknya harus diperhatikan.
Dalam membuat standart profesi tidak boleh hanya didasarkan pada apa kata kita saja sebagai apoteker atau pihak tertentu saja, tetapi kita harus mengkaji dulu apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dari sebuah profesi apoteker. Untuk dapat mengetahui apa kebutuhan masyarakat kita harus melakukan penelitian terkait kebutuhan pelayanan kefarmasian mulai dari obat atau non sediaan farmasi yang mana kesemua itu harus bertujuan optimalisasi pengobatan. Opimalisasi pengobatan berarti aman, efektif, efesien dan manusiawi.
Sudah sehausnya bila kita memperlakukan pasien sebagai klien kita secara manusiawi dan beradab. disinilah peran HISFARMA seharusnya dilibatkan yang mana HISFARMA harus melakukan penelitian dan pengkajian secara mendalam akan apa tindakan profesional apoteker yang dibutuhkan masyarakat dan bagaimana menjalankan profesi secara manusiawi.
Sebagai pelayan masyarakat, apoteker harus melakukan profesi secara manusiawi dan berperikemanusiaan. Agar dapat terjadi profesi apoteker yang dapat melakukan pelayanan secara profesional masyarakat harus dilibatkan. meskipun dalam penglibatannya hanya sebatas data.
2. Pemerintah
Bagaimanapun pemerintah perannya adalah sangat besar. Disini pemerintah harus mampu memfasilitasi kepentingan semua pihak. kepentingan masyarakat agar dapat menikmati pelayanan yang manusiawi dan berperikemanusiaan, kepentingan profesi agar dapat berkembang dan dapat terus menjadi pelayan yang manusiawi, kepentingan pemilik modal agar ada jaminan berinvestasi dan seterusnya.
Tanpa ada pemerintah, maka semua jenis pelayanan akan berjalan seperti hukum rimba dan akan semrawut dan tak jelas arahnya. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah "mampukah pemerintah memfasilitasi perkemangan profesi apoteker demi optimalisasi tujuan pemerintah membangun kesehatan bangsa?" Bila pemerintah mau tidak ada alasan tidak mampu, tinggal apa dan siapa yang mampu memberikan masukan kepada pemerintah, masukan yang benar-benar berdasarkan suatu kepentingan dalam pembangunan kesehatan yang seutuhnya.
3. Perguruan Tinggi
Saat saya masih kuliah dulu, dunia pendidikan farmasi menurut saya hanya akrab dengan laboratorium yang jauh dari sifat sosial. Hampir setiap hari kita hanya menghadapi praktikum-praktikum yang seakan tiada habisnya. Padahal dunia kita setelah bekerja di apotek adalah sangat akrab dengan masalah sosial, ekonomi, psikologi, pendidikan kesehatan masyarakat atau penyuluhan, hukum dan lain lain.
Disinilah perguruan tinggi harus mampu mencetak apoteker yang benar-benar siap menjadi pelayan masyarakat, yang mana apoteker mampu melakukan praktek profesi secara nyata dan tidak hanya dibelakang layar saja. Seharusnya yang menjadi pengajar apoteker di perguruan tinggi pencetak apoteker adalah para praktisi yang benar-benar melakukan praktek profesi dibantu oleh para pakar bidang tertentu pendukung profesi. Jadi janganlah apoteker hanya dididik oleh para pengajar yang tidak paham betul tentang praktek profesi.
Menurut saya, seharusnya dari sekian SKS mata kuliah profesi apoteker sebagian diserahkan kepada ISFI yang selanjutnya oleh ISFI diserahkan kepada HISFARMA sebagai salah satu pengolah kurikulum atau dengan kata lain sudah sewajarnya bila para profesional dilibatkan dalam mengembangkan profesi lewat pendidikan profesi. Karena dengan melibatkan para praktisi dengan ikut mengajar diruang kuliah, maka akan memberikan pengalaman profesi yang lebih nyata dan tidak hanya sekedar ilustrasi.
4. Profesi kesehatan Lain
Menurut hemat saya, para anggota profesi kesehatan harus mampu menimbulkan sinergi yang nyata dalam pembangunan kesehatan bangsa. Sinergi antara semua tenaga kesehatan harus diciptakan dan dioptimalkan agar memberikan dampak yang sangat bermakna dalam membangun kesehatan bangsa.
Dilema yang saat ini terjadi adalah terjadinya perebutan lahan dalam menjalankan profesi. Dan penyebabnya yang paling umum adalah ego profesi yang sangat dan ketidak mau mengertian trehadap profesi lain dan dilema ini juga terkait histori yang sangat pamjamg. Karena panjangnya histori ini yang menyebabkan sangat sulit dalam mencari pemecahan yang benar-benar dapat diterima oleh semua profesi kesehatan.
Pernah suatu saat kita bicara dengan lintas profesi, saat itu ada dokter yang menyinggung tentang "bidan rasa dokter, perawat rasa dokter dan seterusnya". Saat itu saya hanya memberi tanggapan agar sebaiknya kita sebagai anggota profesi kesehatan mengembangkan profesi kita masing-masing dengan melihat rumah tangga kita sendiri, dan menata diri kita sendiri-sendiri dengan saling menyadari dan bukannya saling mengkritik. Hal ini saya lakukan agar tidak terjadi pembicaraan yang memanas.
Memang sudah seharusnya bila kita dalam menjalakan praktek profesi tidak saling menyalahkan, tetapi bagaimana agar kita dapat menciptakan sinergisme demi pembangunan kesehatan bangsa. Meskipun banyak dokter dispensing, sebaiknya kita jangan mengatakan "dokter rasa apoteker". Lebih baik kita menjalankan profesi kita dengan lebih dewasa dan lebih profesional. Dan tidak perlu pula kita membalas dengan melakukan "apoteker rasa dokter", karena ini juga bukan suatu penyelesaian.
Marilah kita menunjukan kepada profesi lain peran kita dan kita harus mampu melakukan pelayanan kepada masyarakat seperti mereka. Dengan melakukan pelayanan secara langsung, kita akan dikenal masyarakat dan kedepan semoga masyarakat akan memberikan penghargaan kepada kita dan mempercayakan masalah kesehatannya yang terkait kefarmasian kepada kita. Adalah lebih baik bila kita mulai berlomba dengan tenaga kesehatan lain dalam menunjukan peran kita kepada masyarakat. Dan janganlah kita berlomba hanya ingin mengeruk uang masyarakat dengan pembohongan-pembohongan profesi.
5. Pemilik Modal
Salah satu tantangan kita dalam menjalankan profesi apoteker diapotek adalah permasalahan modal. Modal adalah masalah klasik yang belum sepenuhnya terselesaikan oleh profesi kita. Banyak teman sejawat kita yang cukup sukses dalam menjalankan apotek meskipun dimulai dari modal yang sangat kecil. Tetapi tidak semua apoteker berbakat menjalankan sisi bisnis dari suatu apotek.
Meskipun tidak semua apoteker mampu menjalankan apotek dari sisi bisnis tidak seharusnya para penanam modal diapotek boleh melakukan apa saja asal mendapatkan untung. Pemilik modal tetap harus memperhatikan hak-hak pasien dalam mendapatkan pelayanan prima dari seorang apoteker tanpa mengurangi hak-hak mereka. Disinilah seharusnya HISFARMA juga mampu mampu memberikan masukan kepada semua pihak termasuk pemilik modal agar dapat menjalankan etika bisnis perapotekan dengan benar.
Pemilik modalpun harus bersinergi dengan semua pihak agar pembangunan kesehatan dapat berjalan dengan optimal. bersinergi dengan menghormati hak-hak dan etika. Disini pemilik modal harus ikut serta dalam pengembangan pofesi apoteker dengan mendukung terhadap usaha-usaha memajukan profesi, toh semua ini juga akan kembali demi kemajuan apotek sendiri.
6. Profesional Apoteker
Apoteker sebagai obyek pengembangan profesi harus bekerja keras dan siap melakukan profesi yang berbasis pelayanan. Yang mana profesi apoteker adalah pelayan masyarakat yang berdiri sama tingi dengan profesi lain.
Sebagai pelayan masyarakat, tentu saja kita harus bermuka-muka kepada masyarakat agar masyarakat memberikan penghagaan yang setinggi-tingginya. Bermuka-muka dengan melakukanpelayanan profesi yang kontinyu, konsisten dan konsekuen.
PERAN HISFARMA
HISFARMA atau Himpinan Seminat Farmasi Masyarakat adalah forum Ikatan Sarjana Farmasi Indnesia atau ISFI yang beranggotakan para praktisi harus mampu meningkatkan komunikasi antar profesi apoteker guna membantu menyelesaikan masalah profesi. Peran ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan penuh dedikasi dan perjuangan demi tujuan kemanusiaan dan pembangunan kesehatan dan pendidikan kesehatan masyarakat.
Disini HISFARMA harus mampu membuat atau merumuskan profesi apoteker yang lebih modern dan canggih. Agar hal ini dapat terjadi, maka HISFARMA dan ISFI harus mampu melakukan penelitian-penelitian yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa profesi. Selanjutnya penelitian-penelitian ini yang akan dijadikan data dan dasar pengembangan profesi.
Karena HISFARMA adalah forum dari para praktisi, maka suaranya tidak boleh diabaikan sama sekali dalam pengembangan profesi apoteker yang berorientasi pembangunan kesehatan bangsa. Karena merekalah yang setiap hari bersentuhan langsung dengan masyarakat dan merekalah yang dapat merasakan apa yang dirasakan masyarakat. Disiniah pentingnya mereka dan tidak ada yang dapat menggantikan.
Peran HISFARMA dalam pengembangan profesi apoteker tak tergantikan oleh siapapun juga, karena apa yang menjadi dasar pikirannya adalah apa yang telah dilakukan, bukan atas dasar apa yang dilihat atau dibaca. Karena didasarkan pada apa yang telah dilakukan, maka para anggota forum ini lebih tahu akan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang sehausnya tidak dilakukan dalam menjalankan profesi. Anggota forum inilah yang lebih dapat merasakan tentang suka duka sebagai apoteker komunitas.
KESIMPULAN
HISFARMA harus mampu berperan dalam memberikan masukan tentang pengembangan profesi apoteker yang ilmiah dengan mengadakan penelitian-penelitian profesi yang berbasis layanan masyarakat dan profesional. Dengan bersinergi dengan berbagai pihak yang terkait. Karena kepentingan pasien sebagai klien adalah tujuan dari profesi yang berbasis layanan dan kepentingan pasien adalah tujuan pemerintah dalam membangun kesehatan bangsa.
( SAMPAI JUMPA DI PROBOLINGGO 1-3 AGUSTUS 2008)
Didalam mengembangkan profesi apoteker tidak bisa hanya didasarkan pada apa kata pemilik modal saja atau apoteker saja, tetapi harus didasarkan pada apa yang seharusnya profesi apoteker dapat lakukan. maksudnya, kita harus melihat kenyataan akan apa yang dapat dilakukan dan seharusnya dilakukan oleh seorang apoteker dalam menjalamkan profesinya demi kemajuan pembangunan kesehatan, termasuk kemajuan dalam pendidikan kesehatan masyarakat.
Pihak Terkait Pengembangan Profesi
Dalam mengembangkan profesi apoteker tidak bisa apoteker berdiri sendiri, tetapi harus melibatkan semua pihak yang terkait. Adapun pihak yang terkait tersebut antara lain: tenaga kesehatan lain, pemilik modal, masyarakat sebagai pengguna jasa, pemerintah, perguuan tinggi dan profesional apoteker sendiri.
1. Masyarakat
Dari semua pihak terkait tersebut, masyarakatlah yang seharusnya paling dulu dipertimbangkan kepentingannya, baru disusun aturannya. Disini masyarakat adalah pengguna jasa apoteker yang mana harus dilayani sepenuhnya oleh apoteker dan hak-haknya harus diperhatikan.
Dalam membuat standart profesi tidak boleh hanya didasarkan pada apa kata kita saja sebagai apoteker atau pihak tertentu saja, tetapi kita harus mengkaji dulu apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dari sebuah profesi apoteker. Untuk dapat mengetahui apa kebutuhan masyarakat kita harus melakukan penelitian terkait kebutuhan pelayanan kefarmasian mulai dari obat atau non sediaan farmasi yang mana kesemua itu harus bertujuan optimalisasi pengobatan. Opimalisasi pengobatan berarti aman, efektif, efesien dan manusiawi.
Sudah sehausnya bila kita memperlakukan pasien sebagai klien kita secara manusiawi dan beradab. disinilah peran HISFARMA seharusnya dilibatkan yang mana HISFARMA harus melakukan penelitian dan pengkajian secara mendalam akan apa tindakan profesional apoteker yang dibutuhkan masyarakat dan bagaimana menjalankan profesi secara manusiawi.
Sebagai pelayan masyarakat, apoteker harus melakukan profesi secara manusiawi dan berperikemanusiaan. Agar dapat terjadi profesi apoteker yang dapat melakukan pelayanan secara profesional masyarakat harus dilibatkan. meskipun dalam penglibatannya hanya sebatas data.
2. Pemerintah
Bagaimanapun pemerintah perannya adalah sangat besar. Disini pemerintah harus mampu memfasilitasi kepentingan semua pihak. kepentingan masyarakat agar dapat menikmati pelayanan yang manusiawi dan berperikemanusiaan, kepentingan profesi agar dapat berkembang dan dapat terus menjadi pelayan yang manusiawi, kepentingan pemilik modal agar ada jaminan berinvestasi dan seterusnya.
Tanpa ada pemerintah, maka semua jenis pelayanan akan berjalan seperti hukum rimba dan akan semrawut dan tak jelas arahnya. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah "mampukah pemerintah memfasilitasi perkemangan profesi apoteker demi optimalisasi tujuan pemerintah membangun kesehatan bangsa?" Bila pemerintah mau tidak ada alasan tidak mampu, tinggal apa dan siapa yang mampu memberikan masukan kepada pemerintah, masukan yang benar-benar berdasarkan suatu kepentingan dalam pembangunan kesehatan yang seutuhnya.
3. Perguruan Tinggi
Saat saya masih kuliah dulu, dunia pendidikan farmasi menurut saya hanya akrab dengan laboratorium yang jauh dari sifat sosial. Hampir setiap hari kita hanya menghadapi praktikum-praktikum yang seakan tiada habisnya. Padahal dunia kita setelah bekerja di apotek adalah sangat akrab dengan masalah sosial, ekonomi, psikologi, pendidikan kesehatan masyarakat atau penyuluhan, hukum dan lain lain.
Disinilah perguruan tinggi harus mampu mencetak apoteker yang benar-benar siap menjadi pelayan masyarakat, yang mana apoteker mampu melakukan praktek profesi secara nyata dan tidak hanya dibelakang layar saja. Seharusnya yang menjadi pengajar apoteker di perguruan tinggi pencetak apoteker adalah para praktisi yang benar-benar melakukan praktek profesi dibantu oleh para pakar bidang tertentu pendukung profesi. Jadi janganlah apoteker hanya dididik oleh para pengajar yang tidak paham betul tentang praktek profesi.
Menurut saya, seharusnya dari sekian SKS mata kuliah profesi apoteker sebagian diserahkan kepada ISFI yang selanjutnya oleh ISFI diserahkan kepada HISFARMA sebagai salah satu pengolah kurikulum atau dengan kata lain sudah sewajarnya bila para profesional dilibatkan dalam mengembangkan profesi lewat pendidikan profesi. Karena dengan melibatkan para praktisi dengan ikut mengajar diruang kuliah, maka akan memberikan pengalaman profesi yang lebih nyata dan tidak hanya sekedar ilustrasi.
4. Profesi kesehatan Lain
Menurut hemat saya, para anggota profesi kesehatan harus mampu menimbulkan sinergi yang nyata dalam pembangunan kesehatan bangsa. Sinergi antara semua tenaga kesehatan harus diciptakan dan dioptimalkan agar memberikan dampak yang sangat bermakna dalam membangun kesehatan bangsa.
Dilema yang saat ini terjadi adalah terjadinya perebutan lahan dalam menjalankan profesi. Dan penyebabnya yang paling umum adalah ego profesi yang sangat dan ketidak mau mengertian trehadap profesi lain dan dilema ini juga terkait histori yang sangat pamjamg. Karena panjangnya histori ini yang menyebabkan sangat sulit dalam mencari pemecahan yang benar-benar dapat diterima oleh semua profesi kesehatan.
Pernah suatu saat kita bicara dengan lintas profesi, saat itu ada dokter yang menyinggung tentang "bidan rasa dokter, perawat rasa dokter dan seterusnya". Saat itu saya hanya memberi tanggapan agar sebaiknya kita sebagai anggota profesi kesehatan mengembangkan profesi kita masing-masing dengan melihat rumah tangga kita sendiri, dan menata diri kita sendiri-sendiri dengan saling menyadari dan bukannya saling mengkritik. Hal ini saya lakukan agar tidak terjadi pembicaraan yang memanas.
Memang sudah seharusnya bila kita dalam menjalakan praktek profesi tidak saling menyalahkan, tetapi bagaimana agar kita dapat menciptakan sinergisme demi pembangunan kesehatan bangsa. Meskipun banyak dokter dispensing, sebaiknya kita jangan mengatakan "dokter rasa apoteker". Lebih baik kita menjalankan profesi kita dengan lebih dewasa dan lebih profesional. Dan tidak perlu pula kita membalas dengan melakukan "apoteker rasa dokter", karena ini juga bukan suatu penyelesaian.
Marilah kita menunjukan kepada profesi lain peran kita dan kita harus mampu melakukan pelayanan kepada masyarakat seperti mereka. Dengan melakukan pelayanan secara langsung, kita akan dikenal masyarakat dan kedepan semoga masyarakat akan memberikan penghargaan kepada kita dan mempercayakan masalah kesehatannya yang terkait kefarmasian kepada kita. Adalah lebih baik bila kita mulai berlomba dengan tenaga kesehatan lain dalam menunjukan peran kita kepada masyarakat. Dan janganlah kita berlomba hanya ingin mengeruk uang masyarakat dengan pembohongan-pembohongan profesi.
5. Pemilik Modal
Salah satu tantangan kita dalam menjalankan profesi apoteker diapotek adalah permasalahan modal. Modal adalah masalah klasik yang belum sepenuhnya terselesaikan oleh profesi kita. Banyak teman sejawat kita yang cukup sukses dalam menjalankan apotek meskipun dimulai dari modal yang sangat kecil. Tetapi tidak semua apoteker berbakat menjalankan sisi bisnis dari suatu apotek.
Meskipun tidak semua apoteker mampu menjalankan apotek dari sisi bisnis tidak seharusnya para penanam modal diapotek boleh melakukan apa saja asal mendapatkan untung. Pemilik modal tetap harus memperhatikan hak-hak pasien dalam mendapatkan pelayanan prima dari seorang apoteker tanpa mengurangi hak-hak mereka. Disinilah seharusnya HISFARMA juga mampu mampu memberikan masukan kepada semua pihak termasuk pemilik modal agar dapat menjalankan etika bisnis perapotekan dengan benar.
Pemilik modalpun harus bersinergi dengan semua pihak agar pembangunan kesehatan dapat berjalan dengan optimal. bersinergi dengan menghormati hak-hak dan etika. Disini pemilik modal harus ikut serta dalam pengembangan pofesi apoteker dengan mendukung terhadap usaha-usaha memajukan profesi, toh semua ini juga akan kembali demi kemajuan apotek sendiri.
6. Profesional Apoteker
Apoteker sebagai obyek pengembangan profesi harus bekerja keras dan siap melakukan profesi yang berbasis pelayanan. Yang mana profesi apoteker adalah pelayan masyarakat yang berdiri sama tingi dengan profesi lain.
Sebagai pelayan masyarakat, tentu saja kita harus bermuka-muka kepada masyarakat agar masyarakat memberikan penghagaan yang setinggi-tingginya. Bermuka-muka dengan melakukanpelayanan profesi yang kontinyu, konsisten dan konsekuen.
PERAN HISFARMA
HISFARMA atau Himpinan Seminat Farmasi Masyarakat adalah forum Ikatan Sarjana Farmasi Indnesia atau ISFI yang beranggotakan para praktisi harus mampu meningkatkan komunikasi antar profesi apoteker guna membantu menyelesaikan masalah profesi. Peran ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan penuh dedikasi dan perjuangan demi tujuan kemanusiaan dan pembangunan kesehatan dan pendidikan kesehatan masyarakat.
Disini HISFARMA harus mampu membuat atau merumuskan profesi apoteker yang lebih modern dan canggih. Agar hal ini dapat terjadi, maka HISFARMA dan ISFI harus mampu melakukan penelitian-penelitian yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa profesi. Selanjutnya penelitian-penelitian ini yang akan dijadikan data dan dasar pengembangan profesi.
Karena HISFARMA adalah forum dari para praktisi, maka suaranya tidak boleh diabaikan sama sekali dalam pengembangan profesi apoteker yang berorientasi pembangunan kesehatan bangsa. Karena merekalah yang setiap hari bersentuhan langsung dengan masyarakat dan merekalah yang dapat merasakan apa yang dirasakan masyarakat. Disiniah pentingnya mereka dan tidak ada yang dapat menggantikan.
Peran HISFARMA dalam pengembangan profesi apoteker tak tergantikan oleh siapapun juga, karena apa yang menjadi dasar pikirannya adalah apa yang telah dilakukan, bukan atas dasar apa yang dilihat atau dibaca. Karena didasarkan pada apa yang telah dilakukan, maka para anggota forum ini lebih tahu akan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang sehausnya tidak dilakukan dalam menjalankan profesi. Anggota forum inilah yang lebih dapat merasakan tentang suka duka sebagai apoteker komunitas.
KESIMPULAN
HISFARMA harus mampu berperan dalam memberikan masukan tentang pengembangan profesi apoteker yang ilmiah dengan mengadakan penelitian-penelitian profesi yang berbasis layanan masyarakat dan profesional. Dengan bersinergi dengan berbagai pihak yang terkait. Karena kepentingan pasien sebagai klien adalah tujuan dari profesi yang berbasis layanan dan kepentingan pasien adalah tujuan pemerintah dalam membangun kesehatan bangsa.
( SAMPAI JUMPA DI PROBOLINGGO 1-3 AGUSTUS 2008)
Langganan:
Postingan (Atom)